Berangkat bersama

1204 Words
Pagi ini berbeda dengan pagi biasanya. Sarapan kali ini juga terasa agak aneh. Karena ada seseorang yang ikut keluarga Pyralis sarapan. Makannya cukup banyak, bahkan Zian dan Shana berusaha menyembunyikan senyumnya, agar remaja laki-laki yang ikut mereka sarapan tidak malu. "Zoya memang agak merepotkan, tapi sebenarnya dia tidak bermaksud begitu. Terimakasih, karena kamu mau repot-repot untuk membantunya selama masa penyembuhan. Sebenarnya, kami tidak menyalahkan siapapun, tapi karena kamu bersikeras, saya titip Zoya ya!" Shana tentu tidak akan menolak niat baik Lander. Terlepas dari niat sebenarnya, yang Shana tahu Zoya sangat menyukai laki-laki itu. Jadi dia memberikan izin, saat Lander mengatakan akan bertanggungjawab atas Zoya di sekolah sampai kakinya sembuh. Zian melirik bergantian pada dua orang yang mengobrol di hadapannya. Dia bersikap biasa saja, tidak menunjukkan ketidaksukaan atau sebaliknya. Masih memantau dalam diam bagaimana karakter remaja yang dikagumi oleh putrinya. "Tante, Zoya seharusnya ikut olimpiade. Penggantinya masih tidak bisa menyamai performa Zoya. Kami akan mendapatkan kemenangan besar, jika setidaknya bisa memenangkan lima mata pelajaran yang dilombakan. Dan salah satu yang diharapkan adalah bahasa Inggris!" Lander sudah melihat semua performa teman-temannya, dan mereka juga berusaha keras agar bisa menang. Tapi masih ada yang kurang, dan hal tersebut membuatnya terganggu. Zian mengerutkan keningnya, melihat bagaimana remaja di depannya memaksakan keinginannya. Baru kali ini dia bertemu dengan orang yang begitu ambisius seperti itu. Sebenarnya bagus bagi anak muda memiliki semangat seperti itu, tapi remaja di depannya agak keras kepala. Shana menyimak dan dia juga mengangguk. "Pasti sulit untuk kalian, apakah kandidat yang terpilih benar-benar seburuk itu?" "Dia tidak memiliki aksen sebagus Zoya. Saat ada pertanyaan dalam debat bahasa Inggris, tentu kami akan kalah dengan sekolah lainnnya. Bukan hanya ketajaman pikiran, tapi juga dibutuhkan pelafalan yang jelas!" Lander sudah sering ikut olimpiade, dia juga menyaksikan banyak olimpiade, dan menurutnya temannya yang akan mewakili di mata pelajaran bahasa Inggris masih kurang bagus. Shana tersenyum saja. Siapa orangtua yang tidak bangga jika anaknya dianggap mampu dan lebih baik dari orang lain? Shana tahu Zoya tidak akan ikut dalam olimpiade yang tinggal beberapa hari lagi. Tapi mendengar penjelasan Lander, dia juga agak menyayangkan hal tersebut. "Kalau begitu, coba saja bujuk dia. Mungkin saja anak itu mau berubah pikiran!" Shana memberikan saran, dia tidak bisa membantu untuk membujuk Zoya, karena mereka sudah membicarakan hal ini sebelumnya. Zian yang sedari tadi diam meletakkan sendoknya agak kasar. Mengambil alih perhatian dua orang di depannya. Dia masih tidak mengangkat pandangan, seolah-olah apa yang baru itu tidak sengaja dilakukannya. "Anak muda yang memiliki perhitungan matang, sangat jarang menemukan anak muda yang berkeinginan kuat sepertimu. Tapi, karena kamu sedang membicarakan tentang putriku, aku akan mengatakan ini. 'Tidak semua orang memiliki tujuan yang sama. Mungkin tujuan yang kamu tuju, bukanlah tujuan dari orang yang kamu harapkan!' kamu bisa tanyakan lagi pada Zoya, seperti yang disarankan mamanya Zoya, tapi mungkin kamu tidak akan mendapatkan jawaban yang kamu inginkan!" Zian sama sekali tidak berniat menghentikan Lander, tapi dia hanya ingin Lander lebih mengenal Zoya. Agar mereka tidak berselisih paham. Shana mengangguk setuju dengan ucapan suaminya. Sepertinya Lander akan kecewa jika masih berharap pada Zoya. Karena Zoya sudah menolak kesempatan itu sejak awal. "Pagi Ma, pagi Pa!" Zoya berjalan dibantu oleh Gerald. Laki-laki itu sudah lebih dulu datang dibandingkan Lander. Zoya pikir Lander akan langsung pergi, setelah tahu Gerald sudah lebih dulu menjemputnya, tapi ternyata laki-laki itu sedang sarapan dengan kedua orangtuanya. What the Hell! Gerald melihat Lander memang sangat keras kepala. Membuatnya merasa canggung saja. Sudah menunggu lama untuk gadis itu bersiap, kini akan aneh juga jika dia berebut untuk berangkat bersama ke sekolah, karena Lander satu sekolah dengan Zoya sedangkan dia berbeda hanya saja satu arah. "Ge, Lo bawa motor atau mobil?" Zoya langsung bertanya, karena jika Gerald membawa mobil, akan lebih tepat untuk berangkat dengannya. Dengan keadaan kakinya yang akan sulit untuk naik motor. Gerald menyesali kebodohannya. Tentu bawa motor, karena tadi tidak berniat bareng Zoya. Dia datang ke rumah Zoya untuk memintanya membantu mengerjakan soal bahasa Inggris. "Gue bakal naik taksi bareng Zoya. Lo duluan aja!" Lander mengatakan keputusan tersebut dengan tanpa bertanya dulu dengan Zoya. Dan kata-katanya seolah-olah dia berhak memutuskan hal tersebut. "Motor Lo?" Gerald juga tahu kalau Lander selalu naik motor ke sekolah. Mengambil tasnya, Lander menyambar bekal yang disiapkan mamanya Zoya untuk gadis itu. Kemudian hendak membantunya berjalan keluar. "Gue tinggalin lah, Tante, Om, saya permisi. Saya ada rapat pagi bersama pelatih basket kami!" Zian dan Shana kompak melihat pada Zoya. Mereka akan sangat lucu jika ikut campur dalam urusan anak-anak. Jadi hanya bisa diam mengamati anak-anak tersebut. "Yah, kalian harus segera berangkat!" Shana mengatakannya dengan semangat. Menghampiri Zoya untuk mengecup pipinya baru melepaskannya pergi didampingi dua temannya. Zoya hanya diam sejak tadi. Karena dia tidak mau membuat keributan di depan orangtuanya, dan merusak mood mereka mempengaruhi suasana hati seharian ini. "Please, gue cuma keseleo. Bukan cacat atau kehilangan kaki gue. Bahkan gue bisa ke sekolah sendiri!" Biasanya dia akan diantarkan papanya atau mamanya, kemudian pulangnya dijemput supir. Jika ingin naik taksi, dia tidak butuh orang lain. "Lo kira gue mau? Udah cepet, banyak omong Lo!" Lander berjalan lebih dulu menuju pintu pagar dengan tangan yang memegang ponsel, menunggu taksi pesanannya datang. Zoya menahan kekesalannya, dia menoleh penuh keluhan pada Gerald. Karena laki-laki itu membiarkannya berangkat dengan Lander. Merasa ditatap penuh tuduhan, Gerald mengangkat bahunya. Dia sebenarnya memang tidak terlalu suka dengan Lander, yang selalu berkata kasar. Laki-laki ia itu tidak pernah membuat orang lain menyukainya, tapi Zoya menyukainya sudah dua tahun lebih. Meskipun Zoya terlihat kesal, Gerald pikir mungkin Zoya hanya sudah lelah. Padahal gadis itu harusnya senang, bisa berangkat dengan gebetannya. "Mau gue gendong sampai pagar?" Gerald menawarkan, karena motornya sendiri terparkir dekat rumah. Tidak perlu ikut berjalan sampai pagar. "Gak usah. Lo langsung berangkat aja. Gue masih bisa jalan, Ge!" Zoya kembali mengingatkan sambil sedikit mempercepat langkahnya menyusul Lander yang sudah berada di luar pagar. Keadaan kakinya sudah membaik, tapi dokter belum menyarankan Zoya menapakkan kakinya dan menggunakannya berjalan tanpa bantuan tongkat. Karena mengistirahatkannya dengan baik, akan mempercepat pemulihannya. Atau jika dipaksakan, akan ada pergeseran lagi. Lander sudah menunggu di dekat taksinya, dia memiliki ekspresi kesal. Zoya dapat mengerti, meskipun tidak mengatakan apapun, tatapannya seolah-olah mengatakan agar dirinya berjalan lebih cepat. Dia langsung masuk ke dalam mobil, saat Lander membukakan pintu dan mengambil alih tongkatnya. "Sesuai lokasi, tolong ambil jalan yang tidak macet. Saya buru-buru pak!" Lander melihat jam tangannya, dia akan terlambat ikut rapat dengan pelatih basket dan anggota tim lainnnya. Saat itu motor Gerald melintas, membunyikan klakson, melaju mendahului mobil yang mereka tumpangi. "Udah tahu buru-buru, kenapa pake ikut sarapan segala!" Zoya tidak bermaksud jahat pada tamu, hanya saja dia tidak terlalu suka, dua hari ini Lander selalu datang ke rumahnya membawa buku tugas. Melihatnya setiap hari di rumahnya membuatnya merasa sedikit sesak. Lander menepuk kepala Zoya. "Gue laper, karena buru-buru datang ke rumah Lo, gue gak sempet makan apapun di apartemen!" Meskipun dia merasa tidak perlu menjelaskan apapun. "Lo selalu mematuhi guru, freak banget deh. Guru juga gak akan tahu kalaupun Lo gak datang ke rumah gue. Gue juga gak akan ngadu!" Zoya hampir menertawakan hal tersebut, Lander benar-benar suka kesempurnaan. Bahkan laki-laki itu tidak mau melakukan kesalahan kecil. Lander tidak menanggapi. Dia hanya melakukan apa yang harus dilakukan. Tentang bagaimana orang melihatnya, tentu dia tidak peduli. _
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD