Pagi-pagi, Gerald dan Raksa sudah ribut, keduanya baru saja lari pagi, dan langsung mampir ke rumah Zoya untuk minta sarapan. Keduanya bahkan tersenyum, karena ada buah-buahan segar yang baru dikupas.
"Tante, Zoya belum bangun?"
Shana melihat ke arah tangga. Kemudian menjawab, "Akhir-akhir ini dia tidak pernah terlambat bangun, jadi mungkin dia masih bersiap-siap!"
"Kemana?" Gerald pikir ini hari Minggu, semua orang memiliki akhir pekan dengan bersantai.
"Ke butik. Zoya sudah bercerita semalam!" Raksa yang menyahuti.
Gerald mengangguk mengerti. Karena Zoya kemarin tidak mengatakan rencana apapun untuk hari ini. Gadis itu memiliki jadwal yang padat setiap hari.
Shana tersenyum menatap kedua anak muda di depannya. Mereka memiliki semangat yang bagus, artinya dia harus menyajikan makanan yang bergizi untuk keduanya. "Tante sudah memesan soto daging sapi. Kalian tunggu saja sebentar lagi!"
"Om Zian kemana?" Raksa belum melihatnya.
Shana sudah hapal, setiap kali datang, Raksa akan langsung mencari keberadaan Suaminya. Baru setelahnya mencari Zoya. "Dia ada perjalanan bisnis. Semalam baru berangkat. Kamu bisa menelponnya, nanti dia akan bawakan oleh-oleh!"
Wajah Raksa langsung memerah. Dia bukan bermaksud meminta oleh-oleh. Tapi dia tahu Shana hanya sedang menggodanya. "Aku akan menelpon, jika om sedang tidak sibuk!"
Gerald menikmati buah sambil menyimak, dia memperhatikan bagaimana Raksa begitu dekat dengan keluarga Zoya. Sudah seperti anak mereka sendiri.
"Ma, mama yang akan antar atau sopir?" Zoya membawa tas di kedua tangannya. Dia baru memperhatikan, jika sudah ada dua orang lain di meja makan. Tersenyum lebar, ternyata mamanya memiliki teman mengobrol di pagi hari.
"Kalau begitu Zoya minta antar sopir aja!" Zoya tidak mau menganggu mereka.
"Gak makan dulu!" Raksa menegur dengan mimik wajah serius, bahkan berjalan untuk menghampirinya.
Shana tersenyum geli, karena tadinya dia juga akan mengatakan hal yang sama. Tapi Raksa sudah mendahuluinya. Anak itu benar-benar.
Raksa memeriksa apa saja yang dibawa oleh Zoya. Ternyata itu laptop dan beberapa buku, di tas lainnya, Zoya membawa pakaian ganti.
"Aku ada tugas kelompok hari ini, tapi jika aku tidak bisa bergabung dengan mereka, aku bisa melakukannya dengan melakukan panggilan video!" Zoya mempersiapkan semuanya dengan baik.
"Kamu ingin aku menemanimu?"
"Tidak! Kamu bisa bersantai di akhir pekan. Lakukan apapun yang kamu mau hari ini!" Zoya bisa melihat mata Raksa yang begitu tulus menatapnya. Dia tidak bisa tidak luluh.
"Mama ingin mengantarmu, tapi mama sedang menunggu beberapa pesanan. Sama sopir aja ya?" Shana bangga melihat putrinya itu kini tahu tanggung jawabnya sendiri, sebagai pelajar dan sebagai model. Terlihat sama sekali tidak kesulitan.
"Biar aku saja yang antar!" Gerald langsung mengajukan diri.
"Ambil kunci mobil di tempat biasa. Tante merepotkanmu untuk mengantar putri kesayangan Tante!" Shana juga tidak merasa tidak enak, Gerald adalah teman akrab Zoya.
Zoya menatap Gerald yang berjalan mendekat, dia buru-buru mengalihkan tatapannya pada mamanya. "Mama, Zoya berangkat!"
"Ya sayang. Semangat!" Shana sangat percaya dengan putrinya.
Raksa langsung sigap mengambil kedua tas di tangan Zoya. "Aku bawakan sampai mobil!"
Tersenyum, Zoya gemas dengan perhatian Raksa. Berjalan di sampingnya, dia mengatakan apa yang akan dilakukannya nanti di butik. Hanya untuk melakukan sesi foto beberapa produk. Sebenarnya dia mau mengambil job ini, karena pemilik butik itu adalah langganan mamanya memesan pakaian.
—
Di mobil, Gerald hanya fokus menyetir. Dia tiba-tiba merasa agak bingung memulai pembicaraan. Hingga dia sadar hal tersebut hanya akan memberikan jarak diantara mereka.
"Lo marah sama gue tentang sesuatu? Kenapa lo hanya diem aja sejak tadi?" Gerald lebih memilih membahasnya.
Zoya agak bingung tiba-tiba ditanya seperti itu. Sebenarnya dia hanya tidak mau timbul ketidaknyamanan, jika memang benar Gerald memiliki perasaan padanya. Seingatnya, dulu Gerald tidak seperti itu.
"Gue kemaren datang ke apartemen Lander. Gue bolos, karena ada kesalahpahaman yang terjadi. Setelahnya Lander anterin gue ke kelas modeling. Saat itu gue juga tahu, Lo juga ke sana dan bicara dengan Lander!" Zoya juga memilih mengatakan yang sebenarnya.
Gerald agak terkejut, dia tidak menyangka. Dan melihat bagaimana Zoya tiba-tiba sedikit canggung, mungkin Zoya juga mendengar percakapannya dengan Lander kemarin.
"Gue cuma khawatir. Gak ada maksud lainnnya. Maaf, gue terlalu mencampuri urusan Lo!" Gerald sangat berharap, Zoya mau memaafkannya. Dia tidak mau hubungan mereka jadi canggung.
"Okay, gue maafin. Dan Ge, sebenarnya tolong jangan bicarakan hal ini pada Mia dan Ariel. Mereka akan salah paham nanti, berpikir gue masih mencintai Lander!" Zoya sebenarnya tidak masalah jika ada orang berpikir seperti itu terhadapnya. Tapi dia hanya sedikit malas saja untuk menjelaskan apapun.
"Okay!" Gerald juga tidak ingin melanjutkan pembahasan.
Zoya sampai di butik, Gerald mengantarnya sampai dalam. Dan ternyata maneger Zoya juga sudah menunggu di dalam.
—
Sore itu Zoya akan pulang di antarkan maneger. Tapi dia menolak, karena masih ingin pergi ke cafe untuk membeli kopi. Dia tidak mau menyita waktu manegernya lagi.
Zoya datang ke cafe tempat dia Alam bekerja. Ini pertama kalinya, dan sebenarnya tempatnya berada di pusat keramaian. Dekat sekali dengan taman kota.
Alam terlihat senang dia datang. Laki-laki itu bekerja secara profesional, tidak melayani dengan sikap informal. Menganggap Zoya layaknya pelanggan lainnnya. Tapi saat Zoya memberikan kartu untuk membayar, Alam mengatakan kalah itu adalah traktiran darinya.
"Jangan, aku akan canggung saat ingin datang lagi nanti!" Zoya tidak bermaksud menolak, tapi juga tidak bisa menerima tanpa alasan.
"Biarkan aku melakukannya. Saat kamu datang lagi nanti, kamu harus membayar. Please!"
Zoya akhirnya menerimanya. Dia sangat senang, gratis artinya enak. "Terimakasih!"
Alam tidak mengalihkan pandangannya dari sosok cantik Zoya. Tanpa sadar bibirnya melengkung membentuk senyuman. Saat itu temannya menyadarkannya.
"Siapa tadi, cantik amat! Gak mungkin kan cewek Lo?" tanya temannya dengan takjub.
Alam menggelengkan kepalanya pasrah dengan ejekan temannya. "Dia temen sekelas gue! Gak perlu diingetin juga gue sadar, gak mungkin cewek cantik kayak dia jadi pacar gue!"
"Ya kali aja. Bening amat dah, enak bener Lo tiap hari pemandangannya kayak gitu!"
Alam mengabaikan temannya tadi kembali fokus melayani pelanggan yang hendak membayar. Karena kali ini dia yang jadi kasir, kebetulan pegawai yang biasanya jadi kasir sedang ambil cuti.
Zoya duduk di taman menghabiskan kopi sambil menikmati waktu sendiri. Jika di ingat lagi, Zoya dewasa tidak memiliki waktu hanya sekedar menikmati waktu. Yang ada hanya berharap waktu segera berlalu, dibuat sesak oleh keadaan.
Setelah puas, Zoya memesan taksi. Dia berjalan sedikit hingga berada di tepian jalan raya. Saat itu taksinya tiba, tapi di saat yang bersamaan ada mobil melewatinya. Zoya sangat mengenal mobil itu.
Dia pun segera mengirimkan pesan pada Raksa. Untuk memastikan apakah mobil yang baru saja melintas adalah benar Raksa. "Apa yang sedang kamu lakukan, kamu dimana?"
Pesannya tidak dibalas, bahkan hingga dia sampai di rumah, tidak ada balasan dari Raksa. Dia pun iseng berbalik lagi keluar pagar rumahnya, menuju pagar rumah Raksa. Pagarnya terkunci, dan mobilnya tidak ada di rumah.
Karena Raksa tidak membalas pesannya, dia akan menanyakannya pada Gerald. Karena keduanya pagi tadi bersama. Mungkin Raksa mengatakan rencananya hari ini.
"Lo lagi apa?" Pesan yang dikirimkan pada Gerald.
Dalam beberapa detik saja, pesannya langsung dibalas. Gerald menjawab sedang di rumah. Dia pun langsung menanyakannya pada Gerald tentang Raksa.
Gerald menjawab Raksa tidak mengatakan apapun. Zoya pun tidak lagi mencari tahu. Dia akan bertanya pada Raksa nanti. Sebenarnya Zoya hanya sedikit penasaran saja.