Shana dan Zian saling menatap, hingga akhirnya sama-sama menghirup napas dalam-dalam. Keduanya tadi sangat panik, saat sampai di rumah sakit dan melihat keadaan Zoya. Tapi lihat saja sekarang, anak itu terlihat sangat sehat dan bahkan sedang bercanda dengan teman-temannya yang datang menjenguk ke rumah.
"Ayo kita ke kamar. Rasanya hari sangat melelahkan!" Zian mengajak istrinya untuk meninggalkan anak-anak.
Menggapai uluran tangan suaminya, Shana juga merasa sangat lelah. Mereka tadinya akan pulang ke Jakarta sore, tapi mendengar Zoya masuk rumah sakit, mereka akhirnya pulang dengan sangat tergesa-gesa.
Kabar baiknya, Zoya bisa langsung dibawa pulang, tapi kabar buruknya mereka tidak mengetahui sakit apa yang tadi membuat Zoya sampai jatuh pingsan dua kali. Karena Zoya memaksa pulang, Shana dan Zian menurutinya, toh anak itu memang tidak lagi sakit, atau bisa dikatakan sangat sehat sekarang.
—
Tisa sangat puas bisa memukuli Raksa dengan bantal. Karena laki-laki itu terus kalah dalam permainan Menara Runtuh. Mereka hanya bermain bertiga, karena Gerald dan Mia terlihat lebih asik dengan permainan game online.
"Ge, kapan-kapan lakuin pemotretan yuk. Buat diunggah di media sosial gue. Elen katanya mau kirim paket pakaian besok. Dia cuma minta gue upload, tapi waktunya sesempetnya gue!" Zoya bisa saja menyewa fotografer profesional, apalagi Elen pasti ingin hasil yang bagus. Akan tetapi, bekerjasama dengan Gerald lebih nyaman untuknya. "Woo-Jae juga tadi barusan upload, dia tag gue!"
"Bentar!" Zoya langsung mengambil ponselnya di atas meja dekat Raksa, ingin menunjukkan hasil foto Woo-Jae pada Gerald.
"Lo sebenarnya ada hubungan apa sih sama Model Korea itu? Kalian kayaknya cukup dekat, sampek saling tag terus di IG!" Mia bertanya sambil memicingkan matanya, karena model Korea itu adalah laki-laki yang sudah sangat dewasa jika dibandingkan dengan Zoya. Dia khawatir.
Kekhawatiran yang dirasakan Mia juga dirasakan oleh Tisa. Hanya saja, Tisa biasanya lebih suka bertanya saat mereka hanya berdua saja. Meskipun sudah sering bertemu dengan Mia dan Gerald, dia masih tidak bisa akrab dengan mereka. Jika bukan karena Zoya, mungkin mereka tidak akan saling bicara. "Fotonya udah ada dimana-mana, dia model profesional, tapi dia bisa langsung menunjukkan perhatian ke Lo. Padahal kemarin itu kali pertama kalian bekerjasama 'kan?"
"Hem!" Zoya menjawab dengan senyuman geli.
Ayolah, meskipun dia masih remaja dalam bentuk fisiknya, tapi Zoya yang ada dihadapan mereka ini juga sebenarnya sudah dewasa. Bahkan juga sudah menjadi supermodel dari usia dua puluh lima tahun. Dibandingkan dengan Woo-Jae, seharusnya dia tidak kalah dalam hal kemampuan di dunia modeling. Sayangnya, yang dilihat semua orang sekarang, dia remaja berusia delapan belas tahun, yang masih sangat baru terjun di dunia modeling.
"Ayolah, kalian jangan terlalu kaku. Jelas aja buaya Korea itu tertarik dengan Zoya kita. Lihat, dari ujung rambut sampai ujung kaki, Zoya pasti tipenya!" Gerald menarik Zoya berdiri, dan memamerkan betapa hebatnya temannya itu.
"Ihhh, bukan gitu. Gue tahu Zoya kita memang menakjubkan. Tapi ya, Woo-Jae itu kayaknya berbahaya deh!" Mia yang sudah cukup berpengalaman dengan karakter para laki-laki, dia merasa Zoya seperti mangsa bagi Model Korea itu.
"Kalian memangnya sangat dekat?" Setelah hanya menyimak, Raksa akhirnya buka suara. Dia menanyakan pada Zoya dengan tatapan lembut.
Zoya tidak bisa tidak tersentuh. Tatapan Raksa seolah-olah seperti orangtua yang sedang menanyakan pada anak mereka, tentang teman dekat sang anak. Lucu, itu yang Zoya rasakan dari perhatian Raksa. "Dia baik, tapi gue sama Woo-Jae gak deket seperti yang kalian kira. Kami hanya partner. Tapi, jika kalian aja bisa berpikir begitu, artinya kami sukses dong. Bisa bercerita tentang sepasang kekasih melalui sebuah foto!"
"Kalau dengan Lander?" Tisa tiba-tiba membahas tentang laki-laki ambisius tersebut, membuat yang lain jadi ikut menoleh padanya.
Diam sebentar, Zoya tidak mengerti bagaimana cara menjawabnya. Karena dia dan Lander tidak berada dalam hubungan yang dekat. Akan tetapi, seperti ada hubungan yang tidak bisa dijelaskan, bagaimana dia bisa terlempar ke masa ini. Juga sikap Lander yang berbeda dari Lander yang ada diingatannya.
"Gue gak tahu. Gue benci dia, tapi gue kayaknya juga gak sepenuhnya benci!" Zoya mengingat lagi, saat Lander tiba-tiba membatalkan pernikahannya dengan Luna. Saat itu, dia pikir laki-laki itu memang tercipta menjadi laki-laki yang egois.
"Hah? Jangan bilang Lo masih suka sama dia! Katanya udah gak suka lagi!" Mia meledek dengan senyumannya.
Gerald tersenyum sambil terus memperhatikan ekspresi di wajah Zoya. Karena dia tidak melihat cinta seperti yang dulu dia lihat, setiap Zoya menyebutkan nama Lander. Seperti terluka dan kecewa, tapi juga kadang bahagia. Apakah Lander sekomplek itu di hati Zoya?
"Lander juga agak beda sekarang. Dia terlihat biasa aja berdekatan dengan Zoya!" Tisa mengatakan berdasarkan apa yang dia lihat.
Lander biasanya sangat risih dengan Zoya, sebenarnya bukan hanya Zoya, Lander risih jika ada orang yang menurutnya tidak layak untuk berdekatan dengannya. Akan tetapi, tadi di rumah sakit, dia melihat bagaimana Lander sangat khawatir dengan keadaan Zoya. Menyentuh tangannya, seolah-olah mereka memang sedekat itu.
"Jadi, apakah Lander kena karma? Dia jadi jatuh cinta pada gadis yang selalu ditolaknya!" Mia jadi heboh dengan apa yang dikatakannya barusan.
"Apa deh, Lander bukan takdir gue!" Zoya menjawab dengan yakin.
Raksa memperhatikan sejak tadi, bagaimana ekspresi di wajah Zoya. Dia bertanya, "Kenapa begitu yakin?"
"Emh, jalan kami berbeda. Kisah kami akan berakhir di masa SMA. Gue berharap, dia menikahi gadis yang dicintainya kelak!" Zoya mengatakannya sambil mengingat tentang Luna. Jadi, apakah Lander memang tidak pernah mencintai Luna? Apakah laki-laki itu bisa memiliki cinta?
"Ih, kok mau doain dia gitu sih? Lander itu udah jahat sama Lo. Dia nolak Lo dengan alasan wajah Lo cantik. Gue mau lihat apakah nantinya dia akan menikahi cewek berwajah jelek, atau berwajah pas-pasan? Gue bakal dateng di pernikahannya, dan bakal liat cewek kayak apa yang dia nikahin!" Tisa merasa geram, karena Lander bersikap seperti sangat Anti dengan Zoya. Merendahkannya, karena Zoya mencintainya, kemudian tiba-tiba bersikap berbeda. Jika bisa dikatakan, dia sedikit tidak rela jika Zoya masih suka dengan laki-laki seperti itu.
Mendengar ucapan Tisa, Zoya jadi menatapnya dalam diam. Sangat ingin menjawab, kalau nantinya mereka berdua akan datang ke pernikahan Lander. Tapi dipernikahan itu, mungkin Tisa juga akan melihat hal buruk yang tidak ingin dilihatnya.
Apakah pada akhirnya dia mati karena tusukan pisau Luna? Zoya merinding membayangkan, dirinya sebenarnya mungkin sudah mati.
"Jangan ngomong gitu lah, Tisa! Lander emang nyebelin, bisa juga dibilang jahat pada Zoya, tapi kalau Lander akhirnya jatuh cinta sama Zoya, itu anugrah. Benci jadi cinta!" Mia terlalu sering membaca kisah cinta dan menonton film, jadi dalam bayangannya jika Lander akhirnya jatuh cinta dengan Zoya, itu akhir yang indah.
"Kita tadi ngomongin tentang pemotretan 'kan? Kenapa bisa kemana-mana ini pembahasannya!" Gerald menengahi perdebatan.
Dia menggelengkan kepalanya menyaksikan para gadis yang mudah sekali mengalihkan pembicaraan. Jika para laki-laki biasanya hanya fokus pada satu pembahasan, wanita biasa membahas banyak hal sekaligus dalam satu waktu, tapi tanpa penyelesaian.
Tertawa Zoya mendengar pertanyaan Gerald. Benar, awalnya dia menanyakan tentang pemotretan pada Gerald. Tapi pembahasan melebar jadi ke Woo-Jae, kemudian Lander.
"Gerald gak asik!" Mia mengeluh, padahal pembicaraan mereka sedang seru-serunya. Tapi Gerald malah menghancurkannya.