Raksa juga baru saja sampai di sekolah, mengobrol sebentar dengan teman-temannya di parkiran, sampai dia melihat ke gerbang, Zoya baru saja turun dari mobil. Ternyata kali ini Zian yang mengantarkan Zoya ke sekolah. Buru-buru dia bilang pada temannya untuk duluan ke kelas, padahal hanya untuk menghampiri Zoya.
"Pagi tuan putri!" Raksa menyamakan langkahnya dengan Zoya. Mengulurkan tangannya untuk menepuk puncak kepala Zoya. "Kamu dikabarkan lagi dating sana Woo-Jae. Gara-gara upload-an foto Woo-Jae yang semalam nandai kamu!"
Zoya hanya merespon dengan tawa ringan. Membuat Raksa terhipnotis untuk ikut melebarkan senyuman. Pagi ini, Zoya terlihat sangat bersinar. "Kenapa tertawa?"
"Kamu juga tersenyum. Lucu, kan? Hanya karena postingan, orang-orang langsung berasumsi!" Zoya juga melihat senyuman di wajah Raksa tadi. Dan seperti biasa, Raksa lelaki yang sangat manis.
"Kamu suka atau tidak suka dengan kabar itu?" Raksa hanya ingin tahu, apakah Zoya akan terganggu dengan kabar itu.
"Biasa saja. Anak-anak hanya menilai apa yang mereka lihat!"
"Bukan hanya mereka, sebenarnya beritanya dari Media Korea. Woo-Jae cukup dikenal di sana. Juga, dia pernah beberapa kali menjadi bintang tamu acara Variety Show di Korea!" Raksa menunjukkan berita yang dia bicarakan di ponselnya pada Zoya.
"Oh, maneger tidak mengatakan apapun tentang ini. Sebenarnya ini juga bagus, karena kita memang akan menjadi partner di beberapa musim ini!" Zoya menanggapi dengan santai.
Dari pada dikabarkan dating dengan Woo-Jae, sebenarnya dia lebih terkejut, saat pernah dikabarkan pacaran dengan Gerald. Karena hal tersebut lebih tidak masuk akal. Gerald sudah menjadi temannya, tetangganya, juga seperti kakak.
"Kamu seorang model, bukan artis. Kenapa kamu butuh sensasi seperti itu?" Raksa pikir Zoya seharusnya menolak pemberitaan tersebut. Pertama, karena Zoya masih muda dan seorang siswi, sedangkan Woo-Jae adalah pria dewasa yang juga terkenal sering menjadi model dewasa merk pakaian dalam terkenal.
"Karena gue tidak butuh sensasi, makanya gue gak peduli. Berita seperti itu hanya bisa tenggelam dengan prestasi. Hingga suatu hari nanti, gue memiliki banyak orang-orang yang percaya dan sayang sama gue. Kemudian berita seperti ini tidak akan terjual lagi!" Zoya mengatakan berdasarkan pengalaman hidupnya sebagai supermodel. Dulu dia sering dikabarkan dating dengan orang-orang dari berbagai kalangan, setiap laki-laki yang dekat dengannya, mereka akan langsung dikabarkan memiliki hubungan. Tapi nyatanya, itu hanya sekedar berita.
"Wah!" Raksa membuka mulutnya terlalu takjub dengan apa yang baru saja Zoya katakan. Bagaimana siswi SMA yang baru memulai karirnya, memiliki mental seorang bintang berpengalaman.
"Eh, kenapa mereka berantem lagi di sekolah? Katanya udah putus!" Raksa menghentikan langkahnya, melihat di pinggir lapangan voli, terlihat Navo dan Sari saling adu argumentasi. Tidak, Sari bahkan mulai menggunakan kekerasan, memukul Navo beberapa kali. Anehnya, Navo hanya diam.
Zoya juga melihatnya. Dia pun bergumam, "Sudah dimulai!"
"Hah?" Raksa tidak terlalu mendengar jelas apa yang baru saja dikatakan oleh Zoya.
"Lo bakalan lihat nanti!" Zoya melangkah meninggalkan Raksa. Dia berjalan dengan ingatan yang berputar hebat di kepalanya. Satu hal yang tidak mungkin dia lupakan di masa SMA adalah hubungan Sari dan Navo. Tragisnya kisah keduanya, karena toxic relationship.
"Kak, apa maksud kamu!" Raksa berlari mengejar langkah Zoya.
"Jangan pikirkan, pikirkan saja tugas Lo. Jangan ikutin gue!" Zoya menyuruh Raksa menuju kelasnya sendiri dan tidak mengikutinya masuk ke kelas.
Di kelas, anak-anak sudah bisa mendengar suara Zoya, meskipun orangnya belum terlihat masuk. Mereka baru melihat beberapa detik setelahnya. Lander melihat dengan tatapan dalam, tapi bukan hanya Lander, anak laki-laki lain yang duduk di barisan paling belakang juga manatap begitu dalam.
"Lo udah sembuh?" tanya salah satu anak laki-laki yang tadinya sedang mengobrol dengan temannya. Sebenarnya hampir semua memperhatikan saat Zoya baru saja memasuki kelasnya.
Zoya mengacungkan jempolnya. "Udah dong. Maaf ya, kemaren gue bikin susah kalian!"
"Enggak kok. Kami malah khawatir banget!" sahut temannya yang lain.
"Makasih udah khawatir!" Zoya baru akan duduk, tapi tanpa sengaja dia melihat Lander melihat padanya, padahal dengan posisi duduknya yang berada di depan, Lander harus memiringkan tubuhnya agar bisa melihatnya. "Gue juga udah makasih ke Lo, kan?"
Yang lainnnya melihat bagaimana Lander yang bahkan tidak merespon ucapan Zoya. Hanya terlihat menatap dengan tatapan angkuhnya. Mereka jadi geram. "Jangan pedulikan dia. Duduklah!"
Tersenyum, Zoya menurut dan duduk di kursinya. Sebenarnya dia merasa lucu, karena terlihat sekali teman-teman sekelasnya sudah hapal dengan karakternya, juga tidak perduli lagi dengan sikapnya. Sama seperti dirinya. Tapi, meskipun begitu, dia tetap ingin membalas tatapannya.
"Pagi!" Tisa baru saja masuk, dia langsung menyapa Zoya dan duduk di kursinya. Kemudian bersiap untuk berbagi informasi dengan Zoya, atau bisa juga disebut bergosip.
"Lo udah tahu belum, kalau katanya Navo melakukan pelecehan. Bisa kebayangkan, gimana perasaan Sari. Yah meskipun cewek itu menyebalkan, tapi sebagai sesama wanita, gue tetep prihatin sih!" Tisa terlihat emosional ketika mengatakannya.
Respon Zoya tidak seperti yang diharapkan Sari, jadi tidak seru. Zoya hanya diam, tidak terkejut dan juga tidak terlihat peduli. Tisa pikir, Zoya masih kesal tentang masalah perkelahiannya dengan Sari beberapa Minggu lalu. Jadi dia tidak lagi melanjutkan ceritanya.
Zoya bukannya tidak mendengar atau tidak peduli, tapi dia juga merasa prihatin. Bedanya, dia merasa prihatin dengan Navo, sedangkan hampir semua orang mendukung Sari dan prihatin padanya.
Navo anak seorang Gubernur, nama baik papanya dipertaruhkan, karena masalah percintaannya. Lelaki itu bukan hanya merasa malu dan marah, tapi juga kecewa. Karena sekarang semua orang menghujatnya, juga merendahkannya. Hanya karena perkataan Sari dan bukti video singkat, yang sebenarnya dalam Video itu tidak seperti yang sebenarnya terjadi. Hanya potongan video, yang menunjukkan kalau Navo sedang menarik paksa baju Sari hingga sobek dan teriakan Sari yang menambah kesan buruk atas perilakunya dalam video tersebut.
"Gue mau ke toilet!" Zoya bilang pada Tisa, karena mungkin sebentar lagi guru akan masuk ke kelasnya.
Toiletnya sepi, Zoya menyelesaikan kebutuhannya dengan cepat. Setelahnya, dia duduk cukup lama di atas dudukan toilet. Memikirkan, apakah dia bisa merubah apa yang seharusnya terjadi dalam kehidupan orang lain. Dia berani mengubah kehidupannya sendiri, tapi tidak berani mengubah jalan cerita di kehidupan orang lain. Apakah itu diperbolehkan? Tapi, bukankah dia juga tidak tahu kehidupan apa yang sebenarnya sekarang dia jalani sekarang. Mimpi? Atau memang benar kembali ke masa lalu.
Setelah cukup lama, Zoya akhirnya keluar dari toilet. Dia tidak kembali ke kelasnya. Berjalan-jalan menuju perpustakaan, hendak bersembunyi di sana, sampai jam istirahat. Tapi ternyata ada beberapa guru di dalam sana, terlihat sedang melakukan pembicaraan. Zoya tidak mau ditegur, karena bolos pelajaran pertama.
Akhirnya dia berjalan menuju lapangan basket. Karena mungkin tempat itu cukup sepi. Dia bisa menghabiskan waktu mendengarkan musik, sampai jam pelajaran selesai. Dirinya butuh ketenangan.
Baru saja sampai pintu masuk, Zoya bisa mendengar suara pantulan Bola. Dia akan putar balik, karena mungkin ada kelas lain yang sedang pelajaran olahraga dan menggunakan lapangan tersebut. Artinya dia memang harus kembali ke kelasnya. Tapi setelah dipikir-pikir, hanya terdengar suara pantulan Bola, tidak ada suara anak-anak.
Zoya melangkahkan kakinya masuk ke area lapangan. Dia masih berada di lorong, saat mendengar suara tangis. Sempat berhenti, kemudian dia mengintip di balik tembok tribun. Ternyata orang yang sedang bermain sendirian itu adalah Navo.
Zoya ikut merasakan sakit melihatnya. Laki-laki itu pasti sangat frustasi sekarang. Apakah dia harus menghiburnya, atau sekedar mendengar keluh kesahnya. Akankah Navo menerima kehadirannya?
"Hstt!" Seseorang menarik Zoya, dan membekap mulutnya.
Zoya kaget, tapi dengan cepat dia bisa mengenali aromanya. Jadi dia akhirnya memilih mengikuti kemana orang itu membawanya.