Dia biasa duduk di bangku itu, menatap permainan yang berlangsung seru di lapangan, meskipun hanya sekedar latihan biasa. Memegang botol air mineral di tangan, menunggu seseorang berlari menghampirinya untuk mengambil botol itu. Yah, itu yang dia lakukan, tiap kali melihat Lander latihan.
Mengingat kenangan itu, Zoya merasa sangat bodoh dan naif. Bagaimana mungkin seorang wanita menunggu gebetan yang bahkan sudah mengatakan tidak menyukainya karena cantik, seolah-olah dunia hanya berputar di sekitar laki-laki itu. Itu Zoe Pyralis yang begitu mengagumi sosok laki-laki kesukaannya.
Jadi, apakah yang sedang dilaksanakannya sekarang? Apakah dia masih mengagumi laki-laki itu setelah kembali ke masa ini? Tentu jawabannya tidak, dia menunggu Lander bukan karena keinginannya.
Lander memintanya menunggunya selesai latihan, baru pulang bersama. Kenapa harus pulang bersama? Lander beralasan dia bertanggung jawab atasnya sampai kakinya sembuh, jadi berangkat dan pulang harus bersama. Bukan hanya itu, ke kantin dan perpustakaan juga bersama. Lander bilang akan menjaganya, tapi kenyataannya dia harus mengikutinya agar tidak lepas dari pandangannya. Laki-laki itu enggan menjaganya seperti perintah guru, tapi tetap melakukannya dengan memaksanya mengikuti semua kegiatannya.
Saat dia menolak dan mengatakan hal seperti itu tidak perlu dilakukan, karena dia bisa menjaga dirinya sendiri, Lander malah menuduhnya berniat mempersulitnya. Laki-laki itu sangat egois, tidak ada orang yang paling egois melebihi Gading Lander Paciano.
Merasa bosan, Zoya bahkan hampir tertidur. Suara teriakan para pemuda yang sangat bersemangat dan pantulan bola tidak membuatnya terganggu, seperti suara pengiring tidur, Zoya hampir terjatuh dari kursi penonton, karena mengantuk berat.
Karena cidera yang di alaminya, Zoya mengalami banyak kerugian. Dia tidak bisa ikut kelas modeling untuk sementara waktu, tidak memiliki kebebasan karena keegoisan Lander, dan lagi kesulitan berjalan. Tapi di sini malah Lander yang bersikap sebagai korban. Merasa sangat dirugikan, karena kegiatannya terbatasi, karena tanggung jawab yang diminta dokter terhadapnya.
Di tengah lapangan, Lander baru saja menambah tiga poin, atas lemparannya. Dia merasa puas dengan permainan timnya. Merasa sangat percaya diri bisa menang di turnamen nanti. Saat itu matanya tanpa sengaja melihat kearah bangku penonton, dimana hanya ada satu penonton di sana. Gadis cantik yang sedang mengusap matanya, kemudian terlihat gadis itu bangkit berdiri meninggalkan kursi penonton, dengan bantuan tongkat.
"Kita melakukannya dengan baik, gimana kalo kita coba lawan anak di komplek gue. Dengan main sama mereka, kita bisa melatih diri membiasakan dengan taktik dan kemampuan lawan. Berlatih dengan teman pasti berbeda dengan berlatih dengan lawan yang sesungguhnya!" Navo menyarankan, dia baru saja bicara dengan pelatihnya, tapi sang pelatih memintanya bicara dengan Lander. Bagaimanapun, Lander adalah orang yang akan memimpin Tim.
Mengalihkan tatapannya dari kepergian Zoya, Lander memikirkan jadwal mereka. Dia dan Navo sama-sama akan ikut olimpiade di mata pelajaran yang berbeda. Sehari lagi, mereka akan bersaing dalam lomba itu. Tapi, disaat yang bersamaan, mereka juga harus mempersiapkan diri untuk turnamen. "Lo udah yakin belom dengan kemampuan Lo untuk olimpiade nanti. Gue gak mau ya Lo kalah gara-gara gak fokus, kelelahan. Mending simpan energi Lo, kita bisa memikirkan saranmu setelah olimpiade selesai!"
Seperti yang diperkirakan oleh Navo, sebelum menanyakannya pada Lander. Temannya itu tidak bisa mempercayai kemampuan orang, selain dirinya sendiri. Padahal mereka selalu ikut belajar bersama dengan anak-anak yang akan olimpiade, seharusnya Lander sudah tahu sampai mana kemampuannya.
"Okay!" Navo tidak ingin berdebat, dia tahu Lander akan tetap pada pemikirannya. Padahal dia sedang sangat bersemangat, anggota timnya yang lain juga. Jika sore ini mereka berlatih melawan anak komplek, mereka sudah bisa mengukur kemampuan mereka yang sebenarnya nanti.
—
Zoya berjalan menuju ke toilet. Untuk sampai ke toilet, Zoya akan melewati lorong panjang. Karena toilet berada sedikit lebih jauh. Tapi saat itu dia melihat apa yang seharusnya tidak lihat. Buru-buru dia bersembunyi di balik tembok ruang ganti laki-laki.
Merasa Dejavu, karena di kehidupan sebelumnya, dia juga memergoki dua orang yang sedang bermesraan di area sekitar lapangan, di lorong menuju toilet. Hanya saja Zoya tidak menyangka, kejadiaannya akan sama-sama persis.
Itu adalah Sari. Menyelam sambil minum air, itu yang dilakukan Sari di tempat ini. Dia sedang menunggu kekasihnya selesai berlatih, sambil bermesraan dengan laki-laki lain.
Memejamkan matanya, Zoya mencoba untuk mengingat tentang kejadian ini di ingatannya. Sari memang salah satu gadis cantik di sekolah. Menjadi kakak kelas tiga yang dikagumi oleh adik kelas laki-laki maupun perempuan. Karena selain cantik, Sari juga menjabat sebagai wakil ketua OSIS. Ketua OSIS sudah lulus, maka jabatan itu kini diserahkan pada Sari. Selagi mereka menunggu pemilihan ketua OSIS baru selesai.
Tapi kenapa Sari berani menyelingkuhi Navo? Bukankah mereka saling mencintai? Maka jawabannya iya, hanya saja Sari tergoda oleh perhatian laki-laki lain. Saat Navo sibuk dengan banyak hal, maka perhatian dari laki-laki lain membuat Sari oleng.
Zoya ingat, dulu saat dia memergoki perselingkuhan Sari tanpa sengaja, dia langsung pergi dan berpura-pura tidak pernah melihat apapun. Bersikap tidak peduli. Tapi, apakah kali ini dia juga akan melakukan hal yang sama?
Tersenyum miring, Zoya buru-buru mengeluarkan ponselnya. Dia masih bersembunyi, tapi kameranya berhasil mengambil foto dua orang itu. Dia sengaja menyalakan flash dari kameranya dan juga menyuarakan suara jepretannya. Membuat dua orang itu jadi panik dan kaget.
Setelah memastikan kedua orang itu tahu ada orang lain dan baru mengambil foto mereka diam-diam, Zoya buru-buru berlari menuju pintu ke arah lapangan. Dengan kaki pincang, Zoya sadar tidak akan terburu. Akhirnya dia memilih bersembunyi di kursi penonton yang bisa dia jangkau dengan langkah terseok-seok. Menyembunyikan dirinya bukan hal sulit, karena saat ini Sari dan laki-laki itu tidak akan langsung mencari dengan terang-terangan di lapangan. Baiknya dia sempat bersembunyi dengan baik, sehingga tidak ada yang tahu kalau yang baru saja memotret adalah dirinya.
"Sial, gue hampir kesandung!" Zoya melihat tidak ada yang mencarinya, dia masih berjongkok sambil melihat kondisi kakinya yang tetap dia luruskan.
Zoya tertawa tanpa suara. Dia menertawakan dirinya sendiri, karena melakukan hal random seperti itu. Apa yang akan dilakukannya dengan foto itu? Menunjukkannya pada Navo? Tentu saja tidak, karena dia tidak suka ikut campur urusan orang. Hanya saja dia berharap foto itu akan berguna suatu saat nanti.
Mengusap keringat di pelipisnya dan keningnya, Zoya merasa sangat lelah. Dia menyandarkan kepalanya pada belakang kursi penonton. Belum berniat bangkit dari sana.
"Ada apa?" tanya Lander agak panik.
Lander menemukan keberadaan Zoya, setelah mencarinya kemana-mana. Beruntung dia melihat pada tongkat yang bersandar di kursi. Jika tidak, mungkin tidak akan menemukannya sedang bersembunyi di sana.
Zoya mengangkat pandangannya, dia melihat Lander berjongkok di sebelahnya, dan wajah mereka cukup dekat. "Gak papa. Ayo balik!"
Lander mengerutkan keningnya, melihat Zoya berkeringat dan penasaran apa yang tadi sedang dilakukan oleh gadis itu.
"Lo pengen buang air?" Lander masih mempertanyakan keanehan Zoya.
Zoya memutar bola matanya. "Gak papa, ayo dah balik!"
-