S E B E L A S

1770 Words
Ngomong-ngomong soal eyeliner dan dandan, sepertinya semua perempuan memang begitu saat sedang dandan, tidak terkecuali aku. Tapi rasanya jika aku ditunggu seperti ini aku akan merasa gelisah dan tidak tenang. Nah, Risky kalau sekarang mungkin aku merasa tidak terlalu terganggu karena Risky menungguku di luar kamar. Tapi masalahnya adalah, dia kerap kali memanggilku dan bertanya apakah aku sudah selesai atau belum. Pertanyaan retorik yang seharusnya tidak usah ditanyakan, karena bagaimana bisa dia bertanya seperti itu? Jika aku sudah selesai, ya pasti aku sudah keluar dari kamar, kan? Sekarang aku saja belum keluar, itu artinya aku belum selesai. "Belum, sayang!" Teriakku menjawab pertanyaan Risky. Aku harus berteriak karena jika tidak, suaraku tidak akan terdengar. "Oke, ini aku bisa kali ya main game dulu satu match?" tanya Risky sambil menyindirku. Aku memutar kedua bola mataku, tapi ide berkedok pertanyaan Risky itu terdengar bagus juga, kok. Lebih baik Risky bermain game terlebih dahulu agar tidak usah lama-lama menungguku. "Yaudah! Satu match." Jawabku lagi. Risky bilang oke, lalu setelah itu tidak ada lagi aku dengar dia memanggilku. Bagus, pikirku. Dengan begitu, aku pun melanjutkan apa yang aku lakukan tadi; memakai eyeliner. Karena Risky tidak lagi memanggilku, aku merasa tenang dan aku merasa aku bisa menyelesaikan eyelinerku dengan baik dan benar. Setelah itu aku pun menyelesaikan make up ku dan segera rapih-rapih. Sebelum keluar kamar, aku menyempatkan diri untuk melihat diriku sekali lagi di cermin untuk melihat kembali apakah ada yang harus ku ubah atau tidak. Saat dirasa semuanya sudah siap, aku pun mengambil tas selempang yang sudah ku siapkan di atas tempat tidur dan tidak lupa membawa beberapa perlengkapan seperti bedak, lipstick, power bank, kabel data, dan dompet. Setelah itu, aku pun menghampiri Risky yang sedang duduk di ruang tamu menungguku. "Puji Tuhan, akhirnya keluar juga princessnya." ucap Risky sarkastik padaku sambil tersenyum. Aku hanya memutar kedua bola mataku membalas ucapannya yang jahil. "Loh aku emang princess toh?" tanyaku padanya dan Risky pun tertawa. "Iya, iya. Benar banget." Ucap Risky. "Udah mainnya?" tanyaku padanya. Dia pun menggelengkan kepalanya menandakan bahwa dia belum selesai dengan gamenya. Tuh kan, aku yang lebih dulu selesai daripada permainan yang dia sedang lakukan. "Aku duluan kan jadinya yang udah selesai." ucapku pada Risky. Risky hanya tercengir. Sedangkan aku ikut duduk si sebelahnya dan menontonnya bermain game. Bila dilihat-lihat, Risky jago sekali bermain game. Bahkan dia sepertinya selalu jago dalam bermain game. Mungkin karena hobi, jadi dia melakukannya dengan sepenuh hati dan enjoy sekali melakukannya. Sesaat setelahnya, game pun akhirnya selesai dan aku lihat tim Risky memenangkan permainan tersebut. Karena permainan selesai, Risky pun mengantungi ponselnya. "Yuk?" Tanya Risky dan aku pun mengangguk. Aku berdiri dari dudukku. Risky ikut berdiri dan mempersilahkanku untuk berjalan lebih dulu. Sebelum aku berjalan, aku pun berteriak memanggil adikku, bermaksud untuk pamit padanya agar dia tau bahwa aku sudah berangkat pergi keluar dengan Risky. "Biru, kakak berangkat ya!" Seruku dan tidak lama kemudian aku mendengar Biru menjawab seruanku dan akhirnya aku dan Risky pun keluar rumah untuk dan masuk ke dalam mobil. Mama sudah berangkat tadi siang, jadi aku tidak perlu lagi meminta ijin pada mama, lagi pula Risky sudah meminta ijin sebelumnya dan mama sudah tau kami berdua akan pergi hari ini. Risky menyalakan mobilnya dan aku dengan inisiatif penuh, menyalakan audio mobil dan mengkonek-kan bluetooth tersebut ke ponselku untuk mendengarkan list musik milikku. "Mau lagu apa, nih, untuk mulai petualangan kita?" tanyaku pada Risky dan mendengar pertanyaan itu, Risky mengacak-acak rambutku. "Petualangan apa. Kita cuma mau makan toh." ucap Risky. Aku mendecak. "Itu juga bisa disebut petualangan kok." ucapku pada Risky. Bluetooth sudah terkoneksi, karena Risky tidak menjawab pertanyaanku untuk menyetel lagu apa. Aku pun menyetel lagu yang ingin aku dengarkan, Dere yang yang berjudul Berisik. Setelah lagu mulai, aku pun memakai sabuk pengaman, Risky mengikuti setelahku dan ia pun akhirnya memajukan mobilnya untuk keluar komplek rumahku. Di perjalanan, kita tidak mengobrol dan bernyanyi mengikuti lantunan lagu yang terdengar dari audio mobil. Lagu silih berganti, tapi akhirnya Risky membuka obrolan saat kami berdua terdiam dan hanya terdengar suara Niall Horan dengan lagunya yang berjudul This Town. "Kamu senang nggak, sayang?" tanya Risky tiba-tiba. Aku yang sedang mengamati jalanan di depan pun menoleh ke arahnya. Tatapannya masih lurus ke depan, tapi sesekali melirikku singkat. Aku tersenyum sambil memperhatikan bentu wajahnya dari samping; sempurna, pikirku. Orang ini memang tidak memiliki lelukan wajah bak artis Korea atau kulit putih bersih seperti artis-artis dunia. Tapi dia manis dan enak dipandang, setidaknya itu pendapat pribadiku. "Senang dong." jawabku dengan jujur. Aku sungguh-sungguh saat aku menjawabnya. Karena bagaimana bisa aku tidak senang? Di hari ulang tahunku, aku sangat bersyukur bisa berkumpul dengan orang-orangku yang tersayang. "Puji Tuhan kalau begitu. Aku juga ikut senang." ucap Risky lalu mencuri-curi waktu mengenggam tanganku. Tapi genggaman itu tidak lama karena dia harus menyetir. "Risky, tau nggak, aku nggak tau kalau aku nggak sama kamu, aku nanti gimana." ucapku tiba-tiba. Serandom itu memang aku. Mungkin aku adalah orang paling random yang pernah Risky kenal, tapi untung saja dia mengerti dan tidak mempermasalahkan itu. Yang paling dia permasalahkan adalah ketika pemikiran randomku ini berujung pada overthinking yang tidak berujung, Risky bilang aku hal itu merugikan, terutama untuk diriku sendiri. Aku adalah orang pertama yang terkena dampak dari pemikiranku sendiri dan oleh karena itu Risky tidak mau aku selalu overthinking. Risky mengerutkan dahinya ketika mendengar pertanyaanku, mungkin dia merasa kaget dengan topik yang akan aku bahas. "Kenapa kamu harus berpikir nanti kamu nggak sama aku?" Tanya Risky padaku. Aku terdiam, aku sendiri jujur saja tidak tau kenapa aku berpikir seperti itu, berandai-andai seperti itu sama saja dengan merencanakan untuk tidak bersama, kan? "Kamu emang nanti nggak mau sama aku?" tanya Risky lagi saat aku tidak bisa menjawab pertanyaannya. "Nggak gitu, aku justru maunya sama kamu." jawabku dengan jujur. "Tapi kita nggak tau apa yang akan terjadi di kemudian hari, kita bukan peramal, Risky. Kita nggak tau bahkan apa yang akan terjadi bulan depan, bahkan mungkin minggu depan." jelasku lagi, mengeluarkan kepesimisanku, lagi. Risky terdiam. Dia terlihat berpikir. Rasanya bila aku ada di posisi Risky, aku akan berpikir dua kali untuk terus bersama orang sepertiku. Astaga, lagi lagi aku berpikir hal ang tidak seharusnya aku pikirkan. Kenapa aku harus memikirkan hal yang negatif terus padahal banyak sekali hal positif yang bisa aku syukuri? Aku tidak perlu memikirkan tentang bagaimana jika ini dan bagaimana jika itu, karena semuanya belum tentu terjadi. Aku hanya perlu fokus pada apa yang sedang aku dan Risky jalani. Terserah nanti hasilnya bagaimana, asal kita berdua saling menguatkan dan saling menerima, juga saling berusaha menjadi lebih baik dari yang sekarang. "Neida..." Panggil Risky, dia mengenggam tanganku. Mataku yang sedang menatap lampu merah pun menoleh kearahnya, ia juga sedang menatapku dengan dalam. Tatapan teduh yang selalu aku rindukan. Mengingat itu, aku jadi sedih lagi karena sebentar lagi dia akan pulang dan kita akan jauh lagi. "Shhh... pergi sana pikiran-pikiran negatif. Jangan bersarang di kepala Neida terus!" Ucap Risky seperti sedang mengusir kumpulan anak ayam yang berkumpul di halaman rumah. Aku terkekeh melihat tingkahnya yang seperti itu. "Nah gitu dong, harus seneng-seneng. Aku di sini nggak lama, aku mau menghabiskan waktu aku sama kamu dengan senang-senang. Aku nggak mau lihat Neidaku sedih. Adanya aku di sini, aku mau membuat kamu senang." ucap Risky padaku. Sesaat setelah Risky mengatakan hal itu, lampu merah berganti menjadi warna hijau. Kami pun melepas genggaman kami dan Risky melajukan mobilnya. Aku mengangguk, menjawab ucapan Risky. Benar apa yang Risky ucapkan. Untuk apa membuang-buang waktu hanya untuk memikirkan hal yang belum tentu terjadi, itu hanya akan memenuhi kepala saja--tidak ada gunanya. Sekarang lebih baik fokus pada hal-hal yang membuat senang. Tidak usah memikirkan hal lain. Aku menatap ke depan, ke arah jalanan di mana ada banyak sekali mobil dan motor berlalu-lalang. Aku merasa tenang sekali saat ini karena aku akan baik-baik saja, setidaknya untuk malam ini. *** Kami sudah sampai di tempat makan, setelah melewati diskusi yang lumayan panjang di jalan tadi, kami berdua memutuskan untuk makan di salah satu restoran all you can eat. Risky belum pernah makan di restoran seperti ini, jadi ini adalah pengalaman pertamanya dan aku juga ikut semangat menjadi orang yang bisa membawanya pada pengalaman pertama makan di restoran all you can eat. Restoran all you can eat yang kami putuskan untuk datangi ada di salah satu daerah di Jakarta Barat, yaitu Tanjung Duren. Kami berdua pun turun dari mobil setelah Risky memarkirkan mobilnya dengan sempurna. Risky menggandeng tanganku sampai kami masuk ke restoran tersebut. "Mba, untuk dua orang ya." ucap Risky pada waiter yang menyambut kami saat kami baru saja masuk. Waiter tersebut tersenyum dan memberitahu kami bahwa ada karena restoran sedang ramai, kami harus menunggu. "Atas nama siapa, kak?" tanya waiter tersebut pada Risky saat kami akan dimasukan ke waiting list. "Atas nama Neida." ucap Risky lalu tersenyum pada waiter. "Baik, mohon menunggu tiga puluh menit, ya, kak. Nanti kami panggil namanya sesuai antrian." ucap waiter tersebut dengan sangat ramah. Kami berdua pun mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Setelah itu, kami langsung duduk di sofa yang disediakan restoran untuk menunggu. "Nanti jangan ambil banyak dulu ya makanannya, takut nggak abis. Kalo nggak abis, kena charge." ucapku memperingati Risky. Risky pun mengacungkan jempolnya sebagai tanda bahwa dia mengerti dengan apa yang aku ucapkan. "Siap bos!" Seru Risky. Kami pun membunuh waktu dengan cara menonton film di netflix. 5 menit pertama kami habiskan dengan memilih-milih film, film tersebut kami pilih dengan acak karena saat kami berdua memilih, selalu tidak satu suara. Aku ingin film horor, Risky tidak berani menonton film horo. Ketika Risky ingin menonton film sci-fi, aku sedang malas menonton film tersebut. Jadi biar adil, Risky memilihnya secara acak. Risky scroll film dengan cepat dan bila aku bilang stop, dia akan stock scrolling dan film yang akan kami tonton adalah film yang Risky tunjuk tanpa sengaja. Alhasil sekarang film yang kita tonton adalah film spongebob. Yup. Tidak lama menonton, namaku pun dipanggil, ternyata kami tidak menunggu sampai tiga puluh menit. Kami menunggu hanya sekitar lima belas menit. Risky melihat jam Huawei Band 7 nya dan menoleh ke arahku, "Nggak sampai 30 menit." ucap Risky dan aku pun tercengir. "Iyaa lebih cepat." jawabku. Kami pun menghampiri waiter yang memanggil nama antrian kami. Ternyata ini waiter yang berbeda, dia mengarahkanku dan Risky ke meja yang sudah mereka persiapkan, lalu menginformasikan beberapa aturan di restoran ini serta menawarkan kuah apa yang mau kita order. Aku memilih kuah Tom Yum. Kali ini Risky tidak berkomentar dan ikut pilihanku karena dia juga suka kuah Tom Yum. Setelah itu waiter tersebut memberikan perlatan makan dan menuangkan kuah Tom Yum. Aku sibuk memilih-milih daging dan makanan lain untuk kita masak dan kita santap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD