S E M B I L A N

1105 Words
Risky menginap semalam di rumahku, lebih tepatnya di kamar Biru. Sedangkan Biru tidur di kamarku. Sebenarnya di rumah kami ada kamar tamu, tapi karena kamar tamu tersebut sudah dijadikan gudang beberapa tahun terakhir. Alasan kenapa Mama menjadikan kamar tamu sebagai gudang adalah karena sudah terlalu banyak barang dan terlalu sedikit ruang, jadi keputusan mama untuk menjadikan kamar tamu sebagai gudang adalah keputusan yang tepat. Toh tidak banyak juga yang akan menginap di sini. Rahma dan Hesti bisa tidak di kamarku, teman-teman Biru juga bisa menginap di kamar Biru. Untuk saudara yang mungkin sedang berkunjung dan akan menginap, mereka bisa kok tidur di kamarku atau kamar Biru. Lalu Biru atau aku bisa mengungsi di salah satu kamar kami, tergantung kamar siapa yang ditempati oleh saudara. Seperti sekarang ini, saat Risky menginap di rumah, dia tidur di kamar Biru dan Biru tidur di kamarku. Kalau soal Hesti dan Rahma, mereka sudah pulang dan tidak menginap lagi. Kalau mereka masih mau menginap, aku akan suruh mereka tidur di ruang tamu saja. Hahaha. Pagi ini berbeda dengan kemarin, pagi ini aku bangun lebih pagi dari semua orang rumah, niatku bangun pagi adalah, aku ingin menyiapkan sarapan untuk orang-orang rumah. Ini sebagai tanda terima kasih ku kepada mama, Biru dan Risky. Iya, terutama Risky. Dia sudah meluangkan waktu untuk jauh-jauh datang ke sini hanya untuk memberikanku kejutan. Effort yang sangat besar hanya untuk sekedar memberikanku kado atau merayakan ulang tahunku bersama. Saat aku berjalan ke dapur, aku mendapati Risky sedang duduk di meja makan sembari meminum segelas s**u. Dia terlihat kaget saat melihatku dan itu membuatku ikutan kaget. "Loh kamu udah bangun?" tanya Risky sambil mengelap bibirnya yang berbekas s**u, s**u tersebut membentuk kumis di atas bibirnya tadi. Lalu aku sedikit terkekeh melihat hal itu. "Iya aku udah bangun. Kirain aku doang yang udah bangun. Ternyata kamu juga udah bangun toh?" Tanyaku ikut duduk di sebelahnya. Risky menggelengkan kepalanya, "Lebih tepatnya belum tidur, sih." jawab Risky memberitahuku bahwa dia bukannya bangun lebih pagi, tapi dia memang belum tidur. Aku mengerutkan dahiku, membuat sebuah protes, kenapa dia tidak tidur? Apa ada yang mengganggu pikirannya sehingga dia tidak bisa tidur? "Kenapa kamu nggak tidur? Nggak bisa tidur? Atau gimana?" tanyaku padanya karena bingung. Karena biasanya dia tidak begini, walaupun aku mengerti bila dia tidak bisa tidur, mungkin karena dia tidur di tempat orang lain. Jika kita tidur di tempat orang lain, itu memang membuat kita kesulitan tidur, kan? Tapi Risky biasanya tidur tidur saja, kok. "Iyaa nggak bisa tidur." Jawab Risky singkat. "Tapi aku sekarang jadinya ngantuk." Lanjutnya saat aku belum menjawan ucapannya. Aku mengangguk mengerti. "Ada yang kamu pikirkan, kah?" Tanyaku lagi, khawatir Risky memikirkan sesuatu yang membuatnya tidak bisa tidur. Lalu aku mendapatkan gelengan kepala lagi. "Aku main game mobile semalam sama temen-temenku, terus aku nggak bisa tidur." Jawabnya kemudian. Hmmm... Kebiasaan sekali. "Kamu emangnya nggak capek?" Tanyaku. Lalu aku bangkit dari dudukku untuk menuju ke kulkas, aku menyiapkan bahan-bahan untuk mulai memasak. Dimulai dari pasta yang aku keluarkan, bumbu pasta, bawang merah, bawang putih, dan daging cincang. Selebihnya garam, lada, penyedap rasa, saus cabai, saus tomat sudah ada di luar kulkas. "Kamu mau masak?" tanya Risky tanpa menjawab pertanyaanku sebelumnya. "Iya," jawabku. "Risky, kamu emangnya ga capek?" tanyaku lagi sambil mengisi panci dengan air untuk merebus pasta. Aku pun menyalakan kompor dan memasak airnya terlebih dahulu. Saat itu Risky menjawab pertanyaanku. "Capek sih, tapi ga bisa tidur jadi aku ikut main aja sama temen-temenku." Jelas Risky. Aku mengangguk mengerti, walaupun mungkin Risky tidak melihatku mengangguk. Setelah air mendidih, aku memasukkan pasta ke dalam panci dan menunggu pasta itu melunak. selagi menunggu pasta matang, aku pun mengiris bawang merah dan bawang putih. "Widih, calon mau masak buat sarapan, nih." ucap Risky yang kini sudah berdiri di sampingku. Aku terkekeh, "Iya nih. Calon apa, deh? Calon pembantu?" tanyaku menggoda Risky. '"Ya calon istri lah, masa calon pembantu? Apa mau jadi istri sekaligus pembantu aku?" tanya Risky membuat tawaku tergelak. "Sembarangan banget kamu." ucapku. "Kamu mending tidur gih, nanti aku bangunin. Kamu parah sih nggak tidur. Udah tau kurang tidur." protesku karena Risky masih belum tidur. "Iyaa, nanti abis makan aja tidurnya. Nggak enak sama Mama dan Biru. Masa mereka pada sarapan aku malah masih tidur. Kan kurang enak." ucap Risky. Aku setuju dan membiarkan Riksy menontonku. "Ada yang bisa aku banting?" tanya Risky menawarkan diri untuk membantuku memasak. Aku menggelengkan kepalaku dan menyuruhnya untuk duduk saja yang manis di meja makan. Dengan bibir yang cemberut, Risky pun mengangguk dan mengikuti kata-kataku. Dia duduk di tempat yang dia duduki tadi dan menghabiskan s**u yang belum dia habiskan. "Ini s**u almodnya enak banget." ucap Risky. "Oh iya maaf tadi aku langsung minum tanpa ijin. Mau bangunin nggak enak." lanjut Risky. "Nggak apa-apa sayang, kalau mau minum ambil aja, kalau ada makanan dan kamu mau makan, ya makan aja nggak usah sungkan-sungkan. Toh mama juga pasti begitu." ucapku. Mamaku sepertinya sudah menganggap Risky seperti anaknya sendiri. Aku jadi teringat saat mama tau aku berdebat dengan Risky karena suatu hal dan aku menangis, mama tau aku menangis dan malah membela Risky. Mama bilang bahwa aku tidak boleh seperti itu dan harus mengalah pada Risky. Padahal mama belum tau apa permasalahannya. Mengingat itu aku jadi meragukan sebenarnya siapa anak kandung mama? Aku atau Risky? Pasta sudah matang dan aku pun langsung menyiapkan wajan untuk menumis pasta itu kembali dan menuangkan sausnya. Saat masakan tersebut sudah siap, aku pun membangunkan Biru dan Mama. Mama dan Biru memujiku karena aku pagi ini menyiapkan sarapan, padahal aku jarang sekali bangun untuk menyiapkan sarapan. Satu fakta di keluargaku, kami tinggal bertiga dan kami semua punya kesibukan, Mama sibuk kerja di bidang Food and Beverage. Jadi mama bekerja dari pagi sampai malam. Kalau harus bangun pagi-pagi sekali hanya untuk menyiapkan sarapan, pasti mama capek sekali dan aku tidak tega, aku sendiri kuliah sambil kerja dan aku juga tidak memiliki niat yang serajin itu untuk bangun pagi menyiapkan sarapan, lalu Biru? Apalagi Biru, dia laki-laki dan dia kuliah. Dia tidak serajin itu. Jadi intinya tidak ada yang menyiapkan sarapan di sini. Aku sudah menyiapkan pasta tersebut di masing-masing piring Mama, Biru dan Risky. Lalu mereka mulai memakan pasta buatanku. Mama, Biru dan Praja kembali memujiku karena kata mereka masakanku enak. "Ini beneran enak apa karena biar aku masak lagi nih tiap pagi?" tanyaku curiga pada mereka bertiga. Lalu setelah itu Mama tertawa, "Ih kakak tau aja." jawab Mama sambil melirik Biru dan Risky. Tapi berbeda dengan mama dan Biru, Risky malah menggelengkan kepalanya. "Nggak kok. Emang enak ini." Ucap Risky menatapku serius dan melahap kembali pasta ke dalam mulutnya. "Ih itu sih karena Risky pacar si kakak aja." ucap mama tidak terima.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD