69. Mencari tahu 2

1640 Words
"Randra, bisakah kau memberikanku data-data lengkap keluarga Moti," Busran berbicara melalui teleponnya. Randra masuk rumah sakit dini hari, Busran menelepon temannya itu untuk berencana menambahkan pengawal lagi bagi Gea, karena adik bungsu Agil itu kemarin mengalami insiden yang kurang mengenakan. "Akan aku suruh asistenku untuk mengirimkannya padamu," terdengar suara balasan dari Randra. Suara itu terdengar agak lemah namun masih tersirat datar. "Aku sedang menuju ke tempat Cika, hari ini aku akan berbicara dengannya perihal kemarin ada insiden yang tidak menyenangkan terjadi pada adik sepupunya, sekarang aku akan memasuki ruang privat yang biasa digunakan Cik--," "Aku tidak pernah tahu papa akan menyembunyikan Momok," terdengar suara Cika sayup-sayup dari dalam ruang privat itu. Busran menghentikan langkahnya. Pemuda 25 tahun itu berhenti tepat di depan celah pintu yang akan dia masuki. Matanya seketika membulat mendengar kalimat yang baru saja di utarakan Cika. "Sayang, ini yang aku tanyakan, untuk apa ayahmu menyembunyikan Momok? Lima tahun, dan lima tahun itu bukan waktu yang sedikit," terdengar suara balasan Adam. Cika memijit pelipisnya. "Sekarang aku tahu kenapa papa pergi ke Sin--," Tak Sret "Siapa itu?!" Cika menoleh cepat ke arah pintu masuk. Busran terpaksa menjauh cepat dari sana karena tiba-tiba terdengar amukan Randra. "s**t," umpat Busran. "Busran! Kau dimana sekarang?!" Randra berteriak dari seberang. "Tenang--," "Jawab aku! Aku akan kesana! Itu suara Cika, kan?" Randra berteriak dari sana. Tak Tak Tak Busran terpaksa berlari keluar dari restoran itu, Cika tadi menyeru dari dalam, dan Busran tak mau jika Cika tahu dia tadi mendengar sedikit pembicaraan mereka. Busran menuju ke rumah sakit Febrian, bisa dia tebak bahwa Randra sedang mengamuk untuk membebaskan dirinya dari ruang perawatan. ♡♡♡ "Ada apa? Siapa?" Adam bertanya, Cika baru saja memeriksa daerah luar ruang privat. Tidak ada yang mencurigakan, yang ada hanya beberapa pelayan yang membawakan pesanan bagi penghuni ruang privat yang lainnya. "Tidak ada apa-apa, hanya para pelayan yang mengetuk pintu sebelah," jawab Cika. Adam kembali duduk ditempatnya. "Ayo kita makan saja," ujar Adam. Cika masih berdiri didepan meja hidangan. "Aku akan menelepon Busran dulu, dia akan menambahkan pengawal untuk Gea," ujar Cika sambil merogoh ponselnya. "Tambahkan lagi?" Adam mengerutkan keningnya. Cika mengangguk sambil menempelkan telinganya di ponselnya. "Kemarin terjadi insiden kurang menyenangkan, ada seorang-- halo Busran--," "Maaf Cika, aku tiba-tiba punya urusan mendesak, nanti aku hubungi asistenku ke sana, aku sudah menyiapkan dua orang bodyguardnya, aku tutup teleponnya," Klik Cika hanya bisa mematung, dia mendengus sinis. "Ada apa?" Adam bertanya sambil memisahkan lauk yang tidak ia sukai. "Dia tidak jadi datang, dia bilang nanti dia akan menyuruh asistennya kesini, menyebalkan," dongkol Cika. Adam tersenyum lebar. "Bukankah itu bagus? Jadi kita lebih banyak memiliki waktu berdua kan?" Cika menatap tajam ke arah Adam. Adam menurunkan senyum lebarnya. "Sudah hampir dua minggu kita tidak bertemu, kau jarang menghubungiku," ujar Adam sambil menggaruk-garuk kepalanya. "Ck! Ayo makan," ujar Cika. Adam hanya bisa menahan napas dongkol. "Beginilah jika punya pacar galak, harus ektra sabar," batin Adam. ♡♡♡ "Lepaskan aku!" Randra berteriak ke arah pengawal-pengawalnya. Tak Tak Tak Febrian berlari cepat ke arah Randra. "Lepaskan aku! Moti! Moti sedang menungguku!" Randra berteriak lagi. Bugh Bugh "Akh!" Randra membating dan menendang pengawal-pengawalnya. Tak Tak Tak Randra berlari ke arah luar rumah sakit. Ciitt Brak Busran keluar tergesa-gesa dari mobilnya, ia bahkan memarkirkan mobilnya sembarangan. Tak Tak Tak Hap "Stop Randra!" seru Busran. "Lepaskan aku!" Randra berontak. Sret Sret Busran dan Randra saling melawan. Terlihat Randra berusaha melepaskan kukungan erat dari Busran. Sret Krek "Akh!" Busran berteriak. Randra berhasil membalikan keadaan, tangan putra kedua Nabhan itu dicekal ke belakang oleh Randra. "Katakan, dimana Cika!" Randra berteriak. Banyak orang-orang yang menonton mereka, termasuk para pengawal Randra yang berusaha memisahkan mereka berdua. "Tenang--," "Jangan menguji kesabaranku Busran!" Krek "Aarrghh!" Busran berteriak kesakitan. Tak Tak Brak Sret Febrian melompat cepat ke arah mereka dan memisahkan Randra dan Busran. "Katakan!" teriak Randra. ♡♡♡ "Huuuh!" Busran menghembuskan napas gusar. Mereka berdua sekarang sedang berada di kamar rawat Randra, para pengawal diluar, termasuk Febrian yang sedang bersandar di dinding rumah sakit, pemuda itu menyandarkan dirinya sambil memperhatikan ruang pintu kamar Randra yang terkunci rapat. "Jangan menguji kesabaranku, Busran," desis Randra. "Kau pasti mendengarnya," ujar Busran. Ekspresi Randra tidak berubah, dingin. "Ok, akan aku jelaskan, tapi aku ingin kau berjanji padaku, jangan menyela dan berteriak nyaring," ujar Busran. Randra semakin melayangkan tatapan tajam yang menusuk ke arah Busran. "Please Randra, demi kebaikan kita semua," ujar Busran meminta pengertian. Cukup lama Randra terdiam, dan pada akhirnya dia mengangguk singkat. "Aku hanya mendengar sedikit pembicaraan mereka tentang Moti yang selama ini dibawa oleh ayah Cika sendiri, paman kandung Moti," ujar Busran. Randra melototkan matanya. Tak Sret "Dengar dulu, Randra!" Busran membalikan paksa tubuh Randra lagi ketika pemuda itu ingin keluar dari kamar rawatnya. Dada Randra naik turun, ia mengepalkan erat kepalan tangannya. "Menurut yang aku dengar tadi, Cika juga tidak pernah tahu jika ayahnya yang menyembunyikan Moti," ujar Busran. Randra mendongak cepat ke arah Busran. "Ada Adam Malik tadi, pacar Cika, Adam merupakan mantan anak buah ayah Moti, dia juga baru tahu mengenai ini, terdengar jelas ketika dia juga bertanya-tanya mengenai perbuatan ayah Cika yang menyembunyikan Moti," lanjut Busran. "Lalu dimana Moti?!" Randra mendesak Busran. Busran menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu," Sret Kret "Jawab aku," desis Randra dingin, pemuda itu menarik kerah baju sang teman. "Aku tidak sempat mendengar Moti dibawa kemana, itu karena kau tiba-tiba mengamuk padaku, aku sampai berjinggat kaget dan lari dari sana," ujar Busran. Tangan Randra masih bersarang di kerah kameja temannya. "Dengarkan aku," ujar Busran meminta perhatian Randra. "Cika tidak tahu jika ayahnya adalah dalang dibalik hilangnya Moti lima tahun lalu," ujar Busran serius. "Itu artinya seluruh keluarga Baqi tidak tahu mengenai keberadaan Moti, termasuk Agil." Lanjut Busran. Randra masih setia menahan kerah kameja putih itu. "Jika Agil tahu, tidak mungkin dia juga depresi sepertimu, seperti adik-adiknya yang lain," lanjut Busran. Randra terlihat diam, dia sedang berpikir. "Yang harus kita lakukan sekarang adalah mencari tahu tentang paman Moti, kita akan mengawasinya, jika memang benar Moti ada padanya, pasti paman Moti punya alasan yang kuat untuk menyembunyikan Moti," ujar Busran memberi saran. Perlahan tangan Randra terlepas dari kerah baju Busran. "Paman Moti tidak mungkin berbuat jahat pada Moti, keponakannya itu. Jika dia ingin, mungkin Moti sudah lama tiada--em! Maksudku Moti sudah kenapa-kenapa--em! Maksudku--berhenti melihatku begitu." Ujar Busran. Randra menatapnya tajam ketika lidah pemuda itu menyebutkan kata 'Moti tiada', Randra terlihat tidak suka mendengar kalimat itu. "Dengar aku, Randra. Kita cari tahu keberadaan Moti sekarang, cari tahu kemana dan dimana ayah Cika pergi, dan apa saja yang ia lakukan," ujar Busran. "Aku tahu kau sangat merindukan Moti, aku juga--em! Maksudku kita semua. Ya, kita semua," ujar Busran cepat-cepat mengoreksi kalimatnya, Randra menatapnya tajam. "Aku akan meminta bantuan paman Sinyo untuk memasuki akses komputer dari ayah Cika, kau ada nomor ponsel ayah Cika, kan?" tanya Busran. Randra mengangguk. "Berikan padaku, itu sangat berguna nanti," pinta Busran. "Aku ikut," ujar Randra penuh penekanan. "Hah!?" ♡♡♡ "Paman, aku ingin meminta bantuanmu," Busran berbicara kepada seorang lelaki paruh baya berwajah asia. Pria paruh baya yang bernama Resinyo Shisa itu mendongak ke arah anak dari mantan majikannya, Lia. "Silahkan tuan muda, bantuan apa itu?" tanya lelaki berketurunan Jepang itu sopan. Mengingat bahwa pemuda yang sedang berbicara dengannya ini adalah anak dari Lia Rahmawati, majikannya dulu yang baik hati dan polos, maka dia sangat menghormati semua keturunan Lia, meskipun tak bisa dipungkiri bahwa Sinyo sendiri masih kurang senang dengan Agri. Busran memiliki bawaan sifat dari Farikin, Busran mirip sekali sifatnya dengan paman bungsunya, kakak Lia, Arya. Sifat Busran yang suka bercanda dan usil membuatnya banyak orang yang menyamakannya dengan Arya, sang paman yang sekarang telah menikah dengan sekretaris Agri  sendiri, Nurlita. "Aku ingin paman mencari tahu mengenai detail tentang Muhammad Jamaludin Baqi," ujar Busran. Sinyo menaikan sebelah alisnya. "Wakil panglima TNI yang sekarang?" "Ya." Busran mengangguk. "Tunggu sebentar tuan muda, saya akan mengambil komputer saya dulu," ujar Sinyo sambil berdiri dari kursi kayu itu. Busran mengangguk. Tak Tak Tak Sinyo berjalan ke dalam. Tak Tak Tak Terlihat seorang gadis cilik sedang mendekati mereka. "Eh!? Kakak? Kakak ini anaknya bibi Lia kan?" tanya gadis itu polos. Busran dan Randra menoleh ke arah anak perempuan yang berusia 8 tahun itu. Busran mengangguk sambil tersenyum manis. Gadis itu balas tersenyum lebar. Hap "Eh?!" Busran bingung, anak perempuan itu memeluknya erat. "Horee! Akhirnya Miki bertemu kakak juga!" seru gadis itu girang. Busran hanya bisa mengerutkan keningnya bingung. "Bibi Lia bilang, kalau nanti aku akan bertemu dengan anaknya yang tampan," ujar gadis yang bernama Miki itu. Busran hanya tersenyum, ia membalas pelukan Miki. "Miki, jaga sikapmu, itu tuan muda Nabhan, beliau juga merupakan tuan muda Farikin," ujar Sinyo lembut namun berunsur tegas. Sret Miki melepaskan pelukannya, ia menunduk menyesal ke arah Busran. "Maafkan Miki, tuan muda," ujar Miki. Busran mengangguk lalu ia tersenyum. "Kembali ke dapur bersama ibu," pinta Sinyo. "Baik, Ayah," Miki berjalan ke arah dapur. "Maafkan dia tuan muda, dia terlalu antusias bertemu dengan anda, dia terlalu menyukai nona Lia, em...maksudnya ibu anda," ujar Sinyo. Sinyo lebih suka memanggil Lia dengan sebutan 'nona'. Busran mengangguk maklum, banyak yang menyukai sang ibu. Tapi ia tak menyangka bahwa anak kecil seperti Miki juga sangat menyukai ibunya. Sinyo duduk di kursi kayu itu, ia mulai membuka komputer canggihnya. Terlihat lelaki paruh baya itu sedang mengutak-atik komputernya. "Orang yang ingin anda tahu informasinya itu, dilindungi oleh pemerintah dan negara ini, karena dia memiliki posisi penting di dalam kemiliteran," ujar Sinyo, ia terlihat serius mengetik sesuatu pada komputer itu. Busran mengangguk paham, tentu saja ia paham, sebab ayah Cika itu sekarang menjabat sebagai wakil panglima TNI. Sret "Anda bisa melihat datanya sekarang, tidak banyak waktunya, sebab aksesnya terbatas waktu." Ujar Sinyo sambil membalikan komputer itu. Terlihat Busran dan Randra sedang membaca data-data penting itu, Sinyo menerobos pertahanan keamanan pemerintah. Busran membaca dengan teliti arsip-arsip milik Jamaludin, banyak sekali arsip itu. "Paman, bisakah paman menerobos ke akun pribadi atau urusan pribadi darinya?" tanya Busran. Sret "Tentu, tuan muda." Ujar Sinyo, dia membalikan lagi komputer itu. Cukup lama ia mengutak-atik kemputernya itu. "Adakah nomor ponsel pribadi beliau?" "Ada, tunggu sebentar." Busran merogoh ponselnya dan memperlihatkan nomor yang diminta. Beberapa menit kemudian, Sinyo telah berhasil mendapatkan data-datanya. "Ada rekam rekening, email, log panggilan, sms, dan lain-lain," ujar Sinyo. Sret Dia memperlihatkan layar komputer itu kepada Busran dan Randra. Klik Busran menekan tombol ikon bergambar uang. Dia terlihat serius membaca data itu. "James Clinford Harper...," gumam Busran. "Inne Hong...," gumam Busran lagi. "Marie Jane Thompson...," gumam Busran. "Semua ini kiriman transfer uang dari ayah Cika, dan jumlahnya tidak main-main," ujar Busran. Sret Randra merebut komputer itu. Klik Randra menekan ikon bergambar kotak surat. Randra membaca email-email yang ada di kotak email milik Jamaludin itu, seketika matanya membulat sempurna. "Moti! Moti disana!" ♡♡♡ Slash "Ran! Ran! Momok mau yang itu!" Slash Kelopak mata gadis yang tertidur lima tahun itu bergerak lagi. Slash "Ran! Ran! Yang itu juga! Yang itu juga!" Slash Bibir pucat gadis itu bergerak. Slash "Ran! Aaaa! Ran ngapain Momok?!" "Menurutmu?" "Aaa! Jangan! Nanti ada yang lihat!" "Tidak ada," "Aaaaa!" Slash Jemari lentik gadis itu bergerak-gerak pelan. Tet tet tet tet tet Ceklek Tak Tak Tak "Periksa nadinya!" Slash "Ran! Itu apa?!" "Itu! Yang kembung-kembung di celananya Ran!" "Aaaa! Ran! Kenapa tidak bilang!?" "Hik!" Slash "Detak jantung lebih cepat dari normal, aliran darah normal, hati, jatung dan paru-paru berfungsi baik," Slash "Ran! Ran! Jelek! Wlee!" "Ran!" "Ran!" "Hahahahaha!" "Hahahahaha!" Slash "Hak!" "Pasien sadar!" ♡♡♡
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD