68. Mencari Tahu

1498 Words
"Bagaimana perkembangan kondisinya?" Jamaludin terpaksa terbang dari Jakarta ke Singapura karena mendapat kabar dari dokter Inne Hong yang merawat Moti. "Perkembangan kali ini berjalan baik, pak. Nona Moti sepertinya mengingat memori-memorinya, kelopak mata, bibir dan bahkan jemarinya merespon gerakan," jawab dokter Hong. Jamaludin mengangguk mengerti. "Mengenai perkembangan tulang pinggul dan pinggang bagaimana?" tanya Jamaludin lagi. "Dokter Harper sedang memeriksanya sekarang, beliau baru tiba tadi pagi dari Australia," jawab dokter Hong. Jamaludin mengangguk mengerti. Tok Tok Tok "Masuk," sahut Jamaludin. Terlihat seseorang memakai jas putih sedang memasuki ruangan itu. "Dokter Harper, anda sudah selesai?" tanya dokter Hong. Lelaki yang berwajah asing itu mengangguk. "Bagaimana perkembangan tulang-tulangnya?" Jamaludin melontarkan pertanyaan ke arah pria paruh baya itu. "Tulang leher pemulihannya sudah sembilan puluh lima persen membaik, karena dokter Hong sudah berusaha untuk menyambungkan lagi nadi yang hampir putus itu, maka kemungkinan jika nona Moti sadar, dia bisa menggerakan kepala sampai lehernya," ujar dokter Harper. Jamaludin menyimak dengan seksama. "Yang menjadi masalah dalam hal ini yaitu tulang pinggang dan pinggul nona Moti masih, maaf dengan menyesal saya harus menyatakan masih belum bisa berfungsi," lanjut dokter Harper dengan nada menyesal. Untuk sesaat jantung Jamaludin terpukul kuat, dia tahu pasti akan seperti ini, namun dia bersyukur bahwa sang keponakan bisa selamat dari maut. Jatuh dari lantai tiga, orang bisa apa? Selain mengalami pergeseran dan patah tulang. "Pergeseran tulang paha, lutut, dan pergelangan kaki sudah berhasil di operasi lima tahun lalu, hasilnya diulang lagi dua tahun kemudian, dan sekarang  hasilnya cukup memuaskan," jelas dokter Harper, dokter spesialis tulang itu menjelaskan detail perkembangan dari Moti. Jamaludin mengangguk mengerti. "Lalu mengenai tulang belikat dan d**a yang retak kami sudah berhasil menanganinya, pemulihannya berjalan baik, meskipun lambat." Tutup dokter Harper. Jamaludin mengangguk mengerti, ia menoleh ke arah dokter Hong. "Hati, jantung dan organ lainnya tidak masalah, Kan?" pertanyaan yang selalu di lontarkan kepada sang dokter ahli bedah itu. "Tidak masalah, tuan. Semua organ dalam nona Moti masih berfungsi." Jawab dokter Hong mantap. Jamaludin menghembuskan napas lega. "Huuh...," Ia selalu memantau kesehatan dari sang keponakan. Sayatan yang diterima oleh Moti cukup lebar dan dalam, pisau yang digunakan oleh pelaku waktu itu sangat tajam. Bahkan mungkin saja lehernya hampir putus jika tidak segera di sambungkan nadi lehernya. Tulang lehernya terkilir akibat jatuh dari lantai tiga, sedangkan beberapa tulang yang lainnya ada yang retak bahkan kedudukan tulangnya berpindah. ♡♡♡ "Papa ke Singapura?" Cika mengerutkan keningnya. Astri menganggukan kepalanya. "Tadi pagi?" Cika bertanya. "Iya, tadi pagi, papa-mu berangkat jam lima subuh, entah ada apa, tapi kelihatannya ia terburu-buru," ujar Asri. "Bukannya hari ini papa harus ke Papua Barat? Konflik disana belum selesai kan, ma?" Cika mengerutkan keningnya. Astri terdiam sesaat, dia terlihat berpikir. "Entahlah, mama tidak tahu. Tapi yang jelasnya papa-mu terlihat terburu-buru ketika selesai berbicara dengan Iwan." Jawab Astri. Cika terlihat berpikir. "Iwan? Dia kan anak buah papa yang selalu bolak-balik ke Singapura beberapa hari ini," batin Cika Cika menggigiti jari telunjuknya, ia terlihat berpikir dan mengingat-ngingat sesuatu. Flashback "Lakukan sesuai perintahku," terdengar suara Jamaludin sedang menelepon seseorang. "Jangan sampai yang lain tahu," lanjutnya lagi. Cika yang memasuki ruang kerja ayahnya itu, mengerutkan keningnya. "Apakah dokter Harper masih di Australia?" terdengar lagi suara Jamaludin. "Dokter Harper?" batin Cika. "Pa," "Ah!" "Eh!? Cika, sedang apa kau disini?" Jamaludin menetralkan ekpresinya. Cika memperlihatkan sebuah nampan kecil. "Mama menyuruhku untuk memberikan kopi ini," jawab Cika kikuk. Jamaludin mengangguk cepat. "Baiklah, letakan disitu saja, nanti papa ambil sendiri, kalau sudah, kau boleh keluar," Slash "Dokter Harper," Cika bergumam pelan. "Ha?! Kau berbicara sesuatu?" Astri mendongak ke arah sang anak. Cika melirik ke arah Astri. "Tidak, Ma." "Oh...mama kira kamu tadi sedang bicara sama mama, mama kira mama nggak dengar," ujar Astri. "Mama akan ke rumah sakit lagi, Gilan akhir-akhir ini suka makan, ooh! Betapa senangnya mama, Kara," ujar Astri riang. Cika memperhatikan ekspresi sang ibu. "Ma," panggil Cika. "Ya?" Astri menyahut. "Apa papa punya penyakit--," "Apa!? Papa kamu punya penyakit? Kenapa mama baru tahu!?" Astri terlihat syok. "Bukan ma, bukan. Maksud Kara, apa papa selama ini sering menghubungi dokter?" tanya Cika hati-hati. Astri terdiam, ia menguasai kembali emosinya. Wanita paruh baya itu terlihat berpikir keras. "Mama tidak tahu juga sih," ujar Astri. Cika terpaksa menelan susah air ludahnya. "Tapi...," "Tapi apa ma?" Cika mendongak cepat ke arah sang ibu. "Tapi beberapa kali mama sempat melihat nama penelepon di ponsel papa-mu, dan terlihat nama dokter Hong," lanjut Astri mengingat-ngingat ketika ia sedang bangun pagi beberapa minggu terakhir ini. "Dokter Hong?" beo Cika. Astri mengangguk. Cika menelan ludahnya. "Mama yakin mama tidak salah lihat kan?" tanya Cika. Astri mengangguk yakin. Cika menurunkan pandangannya sambil menongka dagu. "Dokter Harper dan dokter Hong...," Cika bergumam pelan sekali. Lalu gadis 25 tahun itu mendongak lagi ke arah sang ibu. "Mama lihat nama panjang atau hanya nama dokter Hong saja yang mama lihat?" tanya Cika. Astri menoleh ke arah sang anak. "Eh!? Kenapa kau bertanya--," "Please, Ma. Jawab saja, jangan tanya balik Kara lagi," ujar Cika cepat. Astri terlihat bsrpikir lagi. "Em...tertulis...dr.I.Hong...jadi mama pikir dr-nya itu singkatan dokter kan?" ujar Astri. Cika terlihat berpikir. "Singkatan penulisan dokter disingkat dr. Mama benar." Batin Cika. Sh "Kara selesai, Kara pergi, Assalamualaikum," pamit Cika cepat lalu ia bergegas keluar dari ruang makan. "Eh! Kara! Ini-ck! Tidak dihabiskan," keluh Astri. Cika berjalan keluar dari rumahnya dan merogoh ponsel mahalnya, terlihat dia sedang menelepon seseorang. Terdengar nada sambung diseberang. "Hal--," "Temui aku di Beutiful Rose pagi ini juga," ujar Cika cepat. "Sayang aku--," "Sekarang!" Klik Cika memutuskan panggilan sepihak. ♡♡♡ "Ck! Seharusnya dia menyapaku dulu, sudah hampir dua minggu ini aku kerja terus," ujar salah seorang pemuda. Adam Malik Bachtiar, seorang polisi yang sekarang berumur 30 tahun itu merupakan kekasih dari Cika Karania Baqi. Adam Malik adalah mantan anak buah dari Mochtar lima tahun lalu. Dia merupakan ahli komputer yang sekarang ditugaskan di bagian Cyber Crime. Dia memulai hubungan dengan Cika tiga tahun lalu setelah Cika lulus dari jurusan ilmu hukumnya. Dia juga ikut dalam aksi penyelamatan keluarga Mochtar lima tahun lalu. Benih-benih cinta timbul diantara mereka ketika Cika menghubungi Adam tentang rekaman CCTV yang dipunyai lelaki asal Jawa Timur itu. Dari situlah mereka saling terhubung dan menghubungi. Beberapa bulan kemudian Cika dan Adam merasa cocok dan saling nyaman. Sampai tiga tahun ini hubungan mereka masih tetap langgeng. ♡♡♡ "Sayang--," "Bisa bantu aku cari informasi tentang seseorang?" Cika langsung menyerobot ketika Adam sampai di tempat janjian mereka. Adam hanya bisa menahan kedongkolan hatinya. "Aku bahkan belum duduk," sungut lelaki 30 tahun itu. "Kalau begitu duduklah," timpal Cika. "Selalu saja galak," ujar Adam. Cika menatap tajam ke arah Adam. "Ok, hanya bercanda, peace!" ucap Adam cepat-cepat. Lelaki itu mengambil tempat duduknya, tak lupa sebuah alat komputer canggih yang selalu menemaninya selama hampir 10 tahun dia bertugas di kepolisian. Adam lulusan teknologi dan informatika, dia pandai mengutak-ngatik benda apapun yang berbau komputer, di usianya yang ke 21 tahun ia lulus sarjana, kemudian dia bergabung dengan kepolisian dan ditugaskan menjadi anak buah Mochtar. "Siapa yang ingin kau cari informasinya?" tanya Adam ketika menghidupkan komputer mininya. "Seorang dokter bermarga Hong," jawab Cika. Adam mendongak. "Dokter? Ada masalah apa?" "Nanti kuberi tahu," ujar Cika. Adam mendengus kesal. "Kalau ada maunya, aku dimanfaatkan," cibir pemuda itu. "Bukankah menyenangkan mempunyai pacar ahli komputer?" Cika tersenyum manis. Adam terpaksa tertular senyum itu. "Terserah apa maumu, akan dilaksanakan," Cika tersenyum sambil menaikan sebelah alisnya. "Nama lengkap? Atau foto? Apapun yang menyangkutnya," tanya Adam serius menatap komputernya. "Yang aku tahu tertulis dr.I.Hong, itu saja," jawab Cika. Adam mengangguk. Ia mulai mengutak-atik komputernya itu. "Apakah butuh waktu lama?" tanya Cika. "Kau tidak bekerja?" Adam bertanya balik. "Kerja, sedikit lagi, ini masih jam tujuh," jawab Cika. "Sedikit lagi hasilnya akan keluar, aku menerobos data pertahanan pemerintahan China dulu," ujar Adam santai. "Apa? China?" Cika membulatkan matanya. "Tutup bibir itu," ujar Adam sambil mengetik angka dikombinasikan dengan berbagai huruf yang membetuk suatu kode. "Jika aku berhasil mendapatkan seluruh datanya, apa yang akan kau berikan?" Adam bertanya, ia melirik ke arah Cika sambil menaikan sebelah alisnya. Cika menaikan sebelah alisnya. "Jangan melakukan penawaran denganku, aku tidak menjamin besok kau akan bisa berjalan normal," balas Cika sinis. Adam menarik salah satu sudut bibirnya membentuk senyuman. "Tidak masalah jika kau tidak menginginkan penawaran itu, tapi yang pastinya kau akan rugi jika tak melihat dan menbaca apa yang aku dapat," balas Adam santai. Cika menatap serius ke arah Adam, lalu ia terlihat berpikir. "Makan malam minggu ini," ujar Cika. "Ciuman plus makan malam minggu ini," timpal Adam. "Apa!? Jangan mengambil untung!" dongkol Cika. Adam menaikan sebelah alisnya. "Tidak masalah jika kau tidak mau, kau bisa menyewa ahli komputer lain--," "Baiklah, ciuman plus makan malam minggu ini," putus Cika enggan. "Janji," ujar Adam. "Janji," ulang Cika. Sret "Kau tidak akan percaya ini," Ucap Adam sambil membalikan komputer mininya itu menghadap ke arah Cika. Cika membaca dengan teliti data-data yang ia baca. "Inne Hong, lahir di hongkong dan menyelesaikan kedokterannya di Shanghai, lulus ahli bedah di Paris, mengambil master kesehatan di Oxford, dan sekarang bekerja di Singapura," Cika mengulang apa yang ia baca. "Baca yang dibawah, email masuknya, dan rekaman rekeningnya," pinta Adam. Mata Cika menelusuri tempat yang dimaksud sang kekasih. Seketika matanya membulat. "Ini...papa...mentrasfer...," ucap Cika tergantung. Ia melirik ke arah Adam. "Berapa kurs mata uang dua ratus ribu dolar Amerika ke Rupiah?" Cika melirik ke arah Adam. Adam terlihat berpikir. "Sekitar tiga milyar jika di Rupiahkan." Jawab Adam. Cika membuka lebar mulutnya. "Kiriman pertama...kedua...ketiga...Adam!" Sret Adam membalikan cepat komputer itu. Matanya membulat. "Ini hampir sembilan milyar!" Cika syok, ia menjatuhkan rahang bawahnya. "Dan ini semua atas nama Muhammad Jamaludin Baqi, dikirim dari rekening pribadi ayahmu melalui bank Swiss," ujar Adam ketika membaca data itu. Kemudian Adam menekan sebuah ikon yang bergambar surat. Matanya meneliti baik-baik isi dari email-email yang dia baca. Matanya terarah pada satu kalimat paling akhir. Matanya melotot hampir lompat dari sarangnya. "Sayang, kau tidak akan percaya membaca email yang aku dapatkan," ujar Adam Syok. Sret Cika membalikan lagi komputer mini itu. Ia membaca baik-baik apa yang ia lihat itu, merasa tak percaya dengan penglihatannya, dia menyisir lagi isi dari email itu. Perlahan lirikan matanya terarah pada sang kekasih. "Momok disana," sepasang kekasih itu syok berat. ♡♡♡
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD