“ Kenapa sih kalian selalu saja mengusik Anin dan Dimas? Memangnya pernah disusaih apa kalian oleh Anin dan Dimas? Apa pernah mereka meminta bantuan pada kalian semua walau pun hidup mereka susah?”
Karena melihat Anin yang sepertinya begitu tertekan, Samsiah pun akhirnya berkata dengan begitu lantang dan tegas, sehingga membuat semua terdiam taka da satu kata pun terucap. Sepertinya perkataan Samsiah mengenai pangakalnya, sehingga mereka tidak mampu menjawab setiap pertanyaan Samsiah, karena apa yang dikatakan Samsiah benar adanya.
“ Bukan gak mau bantu, tapi kalau di bantu nanti ketagihan, dan sudah pasti akan semakin malas tus si Dimas cari duit,” jawab Zaini mencoba membela diri.
Tentu saja perkataan Samsiah barusan membuat Zaini tersinggung. Bahkan Haji Sanusi pun sama merasa tersinggung dengan perkataan Samsiah.
“ Apa yang dikatakan Kakakmu itu benar Samsiah, kalau kita bantu, maka si Dimas gak bakalan mikir. Nantnya hidup bisa ketergantungan dan keenakan,” Haji Sanusi pun menguatkan perkataan Zaini. Sementara Reva hanya terdiam tidak mengeluarkan sepatah kata pun lagi.
“ Sudahlah abah, gak usah berkelit. Yang jelas semua hanya bisa membicarakab kesusahan Anin dan juga Dimas saja, tanpa mau membantu mereka. Lagian, tanpa bantuan kalian pun mereka masih mampu menyelesaikan segala kesulitannya. Beda banget dengan kang Zaini, untuk biaya rumah sakit ceu Hanifah saja sampai ngutang sana sini. Sementar Anin dan Dimas, dia biasa menyediakan biaya Rumah Sakit waktu Saffa dirawat sebulan yang lalu.”
“…Apalagi kamu Reva, katanya suamimu gajinya gede, tapi kamu pernah datang sama abah minta beras karena dirumah tidak ada beras. Bahkan itu bukan hanya sekali saja, tapi hampir tiap bulan kamu minta beras sama abah. Beda dengan Anin dan Dimas, apa pernah mereka mengeluh dan kekurangan makan? Apa pernah mereka datang kemari dan meminta beras sama abah? Tidak pernah. Jadi sudah gak usah terlalu mencampuri urusan mereka. Lebih baik urus keluarga kalian masing – masing,”
Wajah Zaini dan Reva beribah merah mendengar penjelasan dari Samsiah. Tentu saja mereka merasa tersinggung dengan apa yang dikatakan oleh Samsiah. Namun Meraka tidak berani mendebatnya. Karena apa yang dikatakan oleh Samsiah semuanya benar.
“ Gimana mau bantu, orang si Dimas sendiri tak pernah mau akur. Setiap kalai ada kumpulan bukannya datang menemui orang tua dan menyapa, ini malah diam terus di dapur,” ucap Haji Sanusi mencoba membela diri.
“ Iya heran sama si Dimas yang gak punya sopan santun sama sekali. Walau bagaimana pun juga harusnya dia meghormati orang tua, membantu apa ke didepan. Jangan hanya ngekor terus di pantas istri,” sambung Zaini merasa dibela oleh Haji Sanusi.
‘ Kalau didapur, kan banyak makanan abah, jadi mungkin kesempatan buat bang Dimas yang selama ini tidak pernah merasakan makanan enak. Dan ketia ada acara seperti ini, sudah pasti dia lebih memilih didapur agar bisa mencicipi semua makanan,” sindir Reva yang semakin berani karena mendapat angin dari haji Sanusi.
“ Dimas wajar kalau dia mencicipi masakan lebih dulu, karena dia sendiri yang membantu memasak di dapur. Bahkan Aninlah yang membuat masakan untuk kalian makan nanti. Sementara kamu, apa yang kamu kerjakan Reva? Kamu hanya datang untuk makan saja, apa pernah kamu membantu mengiris satu suing bawang pun?” sentak Samsiah geram karena Reva tidak berhenti melontarkan sindiran pada Anin dan Dimas.
Mendengar ucapan Samsiah seperti itu, wajah Reva berubah merah karena kesal. Namun, dia tidak berani marah pada Samsiah. Karena walau bagaimana pun juga ucapan Samsiah akan sangat tajam kalau sampai kedengaran oleh Sugara dan keluarganya, yang ada dia tidak akan mendapat jatah apa – apa dari Sugara.
Memang sudah menjadi tradisi. Setiap kali keluarga Sugara datang, mereka akan memberikan hadiah pada semua keluarga besarnya. baik berupa barang, bahkan uang jajan buat keponakan – keponakan Sugara. Namun, Sugara paling membenci siapa pun orang yang suka ikut campur urusan Anin, karena rasa sayang Sugara dan keluarga terhadap Anin begitu besar. Oleh karena itu mereka akan diam dan pura – pura baik pada Anin kalau ada Sugara.
“ Samsiah!!! Kalau ngomong itu dijaga, kasian Reva dia pasti tersinggung dan sakit hati dengan ucapanmu,” bentak Haji Sanusi tidak terima atas perkataan Samsiah yang sudah tentu membuat Reva sakit hati.
“ Kenapa mesti tersinggung, dia sendiri tidak pernah memikirkan perasaan orang lain kalau ngomong. Mungkin Dimas dan Anin tidak akan melawan bah, tapi Iyah tidak akan tinggal diam. Iyah akan adukan semua ini pada kang Sugara kalau dia sudah datang nanti,” jawab Samsiah dengan begitu lantang dan tegas.
“ Tapi apa yang dikatakan mereka itu semuanya benar, Samsiah. Dan itu adalah kenyataan kalau si Dimas memang laki – laki yang tidak bertanggung jawab,” bantah Haji Sanusi.
“ Dan apa yang dikatakan Iyah juga kebenaran, kapan si manja ini membantu di dapur? Yang ada kalau makan paling duluan. Bahkan dari tadi sudah berapa iris tempe yang dia makan? Sementara kami yang masak pun belum mencoba satu iris pun,” jawab Samsiah dengan tegas.
“ Sudah, bi. Gak usah diladeni, biarin aja dia mau ngomong apa. Bagi aku dan bang Dimas memiliki keyakinan, di rendahkan oleh mereka bukan berarti derajat kami akan rendah dimata Allah. Dan di sanjung serta di puja belum tentu derajat kami akan ditinggikan oleh Allah. Karena Allah hanya menilai ketulusan dan keikhasan hati kita semua,” ucap Anin mencoba menenangkan Samsiah yang terlihat semakin geram.
Hati kecil Anin pada dasarnya tersinggung oleh perkataan Zaini yang mengatakan kalau Dimas tidak memiliki sopan santun. Padahal pada kenyataanya, mereka yang tidak pernah mau menerima kehadiran Dimas. Saat Dimas mencoba untuk bergabung dengan kedua keluarga pamannya itu, mereka sama sekali tidak pernah menghiraukannya. Bahkan selalu keluar kata – kata sindiran yang membuat Dimas sering sakit hati.
Tapi lain halnya kalau mereka membutuhkan tenaga Dimas, tanpa ragu – ragu mereka akan meminta Dimas untuk mengerjakan apa pun yang diinginkannya, seperti mencuci mobil, membersihkan kendang sapi kendang kambing milik Zaini dan Hamdan, membetulkan genting rumah Haji Sanusi kalau bocor, semua itu Dimas yang mengerjakan tanpa ada upah sepeserpun, bahkan ucapan terima kasih pun tidak ada.
Pada dasarnya Anin tidak tega melihat Dimas diperlakukan seperti b***k belian oleh keluarganya. Tapi setiap kali dilarang, jawaban Dimas hanya satu ‘ Anggap saja ini bakti kita kepada orang tua, neng,’ dan kalau mendapatkan hinaan dia pun hanya berkata dengan tenang ‘ Sabar adalah kunci utama untuk mendapatkan Ridho Allah,”
Anin dan Samsiah juga keluarga Sugara mengakui kalau Dimas itu orang yang paling sabar diantara banyak orang – orang sabar. Tak pernah sekali pun melawan saat mereka mengatainya tidak berguna.
“ Sebenarnya kami ini salah apa pada kalian semua? Apa pernah kami menyusahkan dan membuat kalian sakit hati? Kapan diantara kalian yang pernah disusahkan oleh Aku dan Bang Dimas? Walau pun hidup kami susah, tapi perasaan kami tidak pernah mengeluh pada kalian atau mengulurkan tangan meminta sesuatu. Makan tidak makan kami jalani Bersama tanpa harus merepotkan kalian semua. Tapi kenapa kalian selalu saja mengusik rumah tangga kami. Apa sebenarnya yang kalian inginkan dari kami?”
Airmata Anin kembali membasahi wajahnya. Hatinya semakin sakit karena terus – terusan mendapat perlakuan seperti itu dari keluarganya. Walau pun beberapa saat lalu Anin mencoba untuk menahan perasaannya, tapi lama – kelamaan Anin tidak kuat lagi untuk terus diam.
“ Kamu memang sudah terpengaruh oleh si Dimas, Anin. Makanya kamu selalu membela dia dan menyelah artikan perkataan abah dan yang lainnya, Abah melakukan ini karena abah sayang sama kamu, abah tidak ingin melihat kamu hidup susah terus seumur hidup. Dan kalau kamu masih mempertahankan si Dimas, maka kamu tidak akan mendapatkan kebahagiaan,” jawab Haji Sanusi sambil menatap tajam kearah Anin. Sementara Dimas yang baru masuk setelah selesai membakar ikan, hany tertunduk mendengar perkataan Haji Sanusi seperti itu.