Selalu Direndahkan
Selepas pulang dari pasar, Anin sudah berada di dapur membantu Samsiah bibinya memasak. Karena sore nanti Pamannya Sugara yang tinggal di Ibu Kota akan datang Bersama semua keluarga besarnya untuk membicarakan rencana acara pertunangan Afifah Putrinya. Dan seperti biasa, Anin Bersama dengan Samsiah sibuk menyiapkan bahan – bahan yang akan dimasak untuk menyambut kepulangan Sugara dan kelurganya.
“ Dasar tidak berguna! Suami kamu itu memang benar – benar tidak berguna, Anin. Lima tahun kalian menikah tapi kehidupanmu tidak ada perubahan sama sekali. Coba kalau dulu kamu ikut saran abah agar mau menjadi istri den Romi, mungkin kehidupanmu tidak akan susah seperti sekarang ini,” ucap Haji Sanusi yang tiba – tiba datang kedapur sambil telunjuknya mengarah tepat pada wajah Dimas suami Anin yang sedang membersihkan ayam.
Haji Sanusi adalah kakek Anindya dan juga yah dari Sugara dan Samsiah. Sementara Ayah Anindya bernama Ghozali yang merupakan anak sulung Haji Sanusi, sudah meninggal tiga tahun lalu, begitu juga dengan ibunya Rukma yang meninggal setahun yang lalu.
“ Abah, Anin tidak pernah berharap lebih dari Bang Dimas. Apa pun yang dihasilkan oleh bang Dimas masih bisa mencukupi untuk Anin dan juga Saffa. Dan itu adalah bentuk tanggung jawab Bang Dimas sebagai seorang suami,” jawab Anin sambil tetap focus mengupas kentang dan menyiapkan bahan lainnya.
“ Kamu jangan terus – terusan membela dia, Anin. Dengan tidak bisa memberikan lebih pada keluarganya, itu sama saja kalau suami kamu itu adalah laki – laki yang tidak berguna,” bentak Haji Sanusi “ Apa kamu tidak ingin hidup seperti Sepupu kamu Reva? Dia memiliki suami yang bertanggung jawab, dan sekarang pun hidupnya tidak pernah kekurangan,”
Anin hanya tertunduk dan terdiam tidak berani untuk membantah setiap kata Haji Sanusi yang begitu menusuk dan menyakitkan. Kata – kata kasar penuh hinaan terhadap Dimas memang bukan kali ini saja dilontarkan oleh Haji Sanusi dan kedua pamannya Hamdan dan Zaini. Mereka Bersama dengan keluarganya tidak pernah suka terhadap Dimas.
Setiap kali ada acara seperti ini, Dimas akan menjadi bahan ejekan, hinaan dan cacian dari mereka. Hanya kelauarga Sugara dan Samsiah yang tidak pernah ikut campur dengan urusan rumah tangga Anin dan Dimas, mereka bahkan selalu mendukung dan memberi saran yang baik untuk kelangsungan rumah tangga Anindya dan Dimas.
“ Sudahlah, Abah, jangan terus mencampuri urusan rumah tangga Anin dan Dimas. Biarkan mereka menjalani Rumah tangganya dengan tenang, kita hanya bisa mendoakan semoga mereka berdua selalu Bahagia dan rumah tangganya awet sampai tua,” ucap Samsiah mencoba memberikan pengertian pada Haji Sanusi.
“ Hidup dia itu tidak aka nada kebahagiaan dan kemajuan kalau masih menjadi istri si Dimas. Sebaiknya sekarang kamu minta cerai dari suami miskinmu itu, Anin, abah yakin den Romi masih mau menerima kamu walau pun sudah mempunyai anak,” sentak Haji Sanusi dengan penuh emosi.
Mendengar perkataan perkataan seperti itu, Dimas hanya mampu tertunduk. Hatinya terasa sakit mendengar perkataan dan penghinaan Haji Sanusi yang tidak henti – hentinya mengusik ketenangan rumah tangga Dimas dengan Anindya.
“ Tidak boleh berkata seperti itu, abah,” serkah Samsiah “ Memaksa seseorang untuk memutuskan tali pernikahan itu dosa. Belum lagi nasib Saffa andai kedua orang tuanya pisah. Apa abah mau kalau Saffa jauh dengan kedua orang tuanya?”
“ Justru itu lebih baik dari pada harus hidup Bersama laki – laki yang tidak mampu memberi kebahagiaan pada keluarganya. Laki – laki yang sama sekali tidak berguna macam si Dimas,” sentak Haji Sanusi dengan telunjuk kembai mengarah ke Dimas yang hanya bisa diam sambil tetap membersikan ayam.
Tak tahan lagi dengan ocehan Haji Sanusi yang terus – terusan menghina dan merendahkan suaminya, Anindya pun bangkit berdiri, dan tanpa basa – basi lagi Anin pun pergi meninggalkan Haji Sanusi dan juga Samsiah. Sementara Dimas yang baru selesai membersihkan ayam menyusulnya.
Anin terduduk di taman belakang rumah Haji Sanusi sambil meperhatikan Saffa yang tengah asik bermain Bersama Nindy anaknya bungsu Samsiah yang berusia tujuh belas tahun dan duduk di bangku sekolah SMA. Wajahnya memerah dengan air mata mengalir membasahi pipi.
Rasa sakit dihati Anin begitu dalam karena terus – terusan mendapat tekanan dari kakeknya tentang kebersamaannya dengan Dimas. Dan merasa kasihan pada Dimas yang harus terus – terusan menjadi pusat hinaan dan cacian Haji Sanusi dari dulu.
“ Ucapan Abah jangan kamu masukin kedalam hati ya, neng,” ucap Dimas dengan lembut sambil tangannya mengelus rambut Anin.
“ Bagaimana tidak dimasukin kedalam hati, bang. Sejak dulu mereka terus menghina abang dan menganggap kalau abang itu tidak berguna,” jawab Anin sambil mengusap air mata yang sudah membasahi wajahnya sejak tadi.
“ Maafin abang, neng. Mungkin apa yang dikatakan abah itu benar, kalau abang memang suami yang tidak berguna. Abang tidak bisa membahagiakan kamu dan juga Saffa,”
Anin menoleh kearah Dimas kemudian berkata, “ Kenapa abang ngomong seperti itu? Aku dan Saffa Bahagia kok, dan bangga punya suami macam abang yang begitu menyayangi Aku dan juga Saffa.”
“…Bang kebahagiaan yang aku inginkan itu bukanlah harta semata, tapi kasih sayang serta perhatian abang sebagi suami, itu lebih penting dari segalanya. Jadi abang jang bicara seperti itu, karena Aku sama sekali tidak suka,” sambungnya sambil memalingkan wajah kesal karena ucapan Dimas barusan.
“ Neng, ini ikannya mau diapain?” tanya Samsiah yang kebingungan karena Anin tidak memberi tahu mau dimasak apa ikan gurami yang sudah di bumbui itu.
“ Ya Allah, maaf bi, aku lupa. Biar aku saja yang masak,” jawab Anin sambil menepuk jidatnya, “ Bang, bisa bantu bakar ikan guramenya, aku dan bi Samsiah mau ngungkep ayam,” tambahnya.
“ Tentu saja, biar abang yang bakar ikannya, lagian abang kan gak ada kerjaan,” jawab Dimas sambil berdiri dan mengambil wadah berisi empat ekor ikan gurami besar ukuran satu kilo dari tangan Samsiah, kemudian pergi untuk menyalakan pembakaran yang memang sudah disediakan sejak tadi.
“ Ucapan abah kamu jangan diambil hati ya, neng. Kamu kan tahu sifat abah kamu dari dulu memang seperti itu,” ucap Samsiah begitu lembut mencoba menenangkan hati Anin agar tidak terlalu sedih dan sakit hati.
“ Aku tahu itu, bi. Dan ini memang bukan kali pertama abah merendahkan dan menghina bang Dimas. Bahkan ini bukan yang pertama abah selalu meminta aku untuk pisah dengan bang Dimas,” jawab Anin sambil kembali membantu Samsiah menyiapkan semua bahan untuk bumbu ayam ungkepnya.
“ Bibi tahu itu, neng. Dan bibi juga bisa merasakan betapa sakitnya hati kalian berdua yang terus – terusan mendapat perkataan kasar dan menyakitkan dari abah dan juga yang lainnya. Tapi, percaya sama bibi, buah kesabaranmu akan kamu nikmati nanti,” ucap Samsiah menyemangati Anin.
“ Iya bi, amiiin,” jawab Anin pendek.
Sebenarnya Anin sangat malas untuk datang kerumah Haji Sanusi. Tapi mengingat pesan yang disampaikan dari Sugara dan juga istrinya Hainun, yang menginginkan masakan Anin, yang membuat Anin akhirnya mau datang dan membatu memasak di rumah Haji Sanusi.
Sugara adalah anak kedua Haji Sanusi yang terbilang sukses. Pekerjaanya sebagai seorang Dokter membuat kehidupannya begitu mapan dan menjadi kembanggaan Haji Sanusi dan semua keluarga besarnya. Bukan itu saja, Hainun juga istrinya adalah seorang Dokter juga. Sehingga membuat kehidupan Sugara dan keluarganya sangat kaya, bahkan kedua anaknya yaitu Afifah dan Hafiah pun melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi.
Usia Afifa dengan Anin tidaklah jauh berbeda, mereka hanya terpaut satu tahun saja. Namun kedekatannya tidak perlu diragukan lagi, Anin dan Afifah memang begitu dekat. Bahkan Afifah lebih dekat dengan Anin ketimbang dengan sepupunya yang lain. Dan kini mereka akan datang untuk membicarakan pertunangan Afifah dengan putra seorang konglomerat.
Dengan Alasan Anin mau datang dan membantu menyiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kedatangan keluarga Sugara. Walau pun hatinya selalu merasa sakit atas perlakuan Haji Sanusi dan juga kedua keluarga pamannya itu, namun demi Sugara semua Anin abaikan.
“ Wah bakal ada yang mendapatkan kesempatan makan enak nih,” sindir Reva yang datang untuk membuatkan kopi buat Rangga, “ Tapi ingat kak, jangan main bungkus saja siasanya,” tambahnya sambil tersenyum sinis kearh Anin yang hanya terdiam.
Reva adalah anak pertama Hamdan dan Herawati. Sementara Hamdan adalah anak ketiga Haji Sanusi, mereka memang satu paket yang suka menghina Anin dan juga Dimas setiap kali ada kesempatan kumpulan maca mini sebelum Sugara datang.
Tapi, disaat Sugara ada, mereka semua hanya bisa terdiam dan pura – pura baik pada Anin dan juga Dimas. Sementara Rangga adalah suami Reva, mereka baru saja menikah enam bulan yang lalu.