Nada sedikit risih saat Rama terus menatap kearahnya. Sesekali Rama mengajak bicara meskipun Nada menunjukkan wajah kesal. Karena tidak tahan, Nada buru-buru menyelesaikan tugas kuliah dan pergi dari perpustakaan. Rama mengekor di belakang. Kali ini kesabaran Nada habis.
"Sebenarnya apa yang kau rencanakan?" tanya Nada kesal.
"Aku ingin berteman." jawab Rama tanpa beban.
"Tapi tidak harus seperti ini juga kan?"
"Memangnya apa yang salah? Kau dan kedua sahabatmu selalu bersama-sama, kenapa denganku kau bersikap tidak adil?"
Nada menghembuskan napas kesal. "Kau dan kedua sahabatku jelas berbeda. kita baru kenal kemarin, sedang mereka sudah bersamaku 3 tahun ini. Apa kau tidak lihat? Orang-orang memperhatikan kita. Ah kau membuatku dalam masalah. Harusnya sejak awal kita tidak usah terlibat."
Ucapan Nada sama sekali tidak digubris oleh Rama. Sambil tersenyum, Rama malah meminta Nada menyebut namanya.
"Coba sebut namaku." perintah Rama.
"Dasar gila." ujar Nada sembari meninggalkan Rama.
"Kalau kau tidak mau menyebut namaku, aku akan mengikuti kemanapun kau pergi." ancam Rama.
"Astaga! Kali ini aku benar-benar bisa gila." gerutu Nada.
Nada berjalan cepat berharap Rama segera pergi. Tapi bukan Rama namanya jika menyerah begitu saja. Karena tidak ingin jadi bahan tontonan, Nada terpaksa berbalik dan menatap Rama tajam.
"Kau sudah gila Rama!" maki Nada.
Bukannya marah, Rama justru tersenyum karena Nada menyebut namanya. Beberapa pasang mata, mulai tertarik melihat apa yang terjadi. Mendengar teriakan Nada, Denias dan Panji langsung mendekat.
"Dasar b******k! Apa yang sudah kau lakukan?" teriak Denias.
Jonny yang melihat kejadian itu, ikut mendekati kerumunan.
"Sudahlah bukan apa-apa." ujar Nada memegang tangan Denias.
"Awas saja kalau kau berani mendekati Nada lagi!" ancam Panji.
"Kalian kenapa sih? Memangnya kalian wali Nada?" bentak Jonny.
"Sudahlah tidak ada apa-apa kok. Aku dan Nada cuma bercanda. Jangan membuat keributan." jelas Rama.
"Mereka yang mulai duluan. Memangnya Nada itu siapa? Artis saja bukan." geram Jonny.
"Kenapa kau yang sewot? Apa kau suka jika nantinya adikmu yang dijadikan target oleh sialan itu?" tantang Denias berani.
Denias tau kalau Jonny punya adik perempuan yang juga kuliah di kampus mereka.
"Hei b******k jangan bawa-bawa adikku!" maki Jonny.
"Kalau adikmu saja tidak boleh dekat-dekat Rama, kenapa kau protes saat kami menjauhkan Nada dari dia. Kau lebih tau sifat buruk Rama dibanding kami, harusnya kau paham kenapa kami tidak ingin Nada berhubungan dengan laki-laki itu." ujar Panji.
"Kau cari mati ya?" bentak Jonny.
"Kenapa jadi ribut sih? Aku dan Rama cuma bercanda." potong Nada menengahi.
"Kalian terlalu berlebihan bro. Kami cuma main-main." tambah Rama.
Wajah Nada pucat. Karena tegang, perut Nada malah semakin sakit. Melihat itu, Denias dan Panji buru-buru memapah Nada ke dalam kelas. Saat Nada dan kedua sahabatnya sudah tidak terlihat, Dita menghampiri Rama dan Jonny.
"Maaf ya sepertinya Nada membuat masalah." ujar Dita dengan wajah menyesal.
Jonny langsung berseri-seri dihampiri oleh gadis secantik Dita. Berbanding terbalik dengan Rama yang menunjukkan ekspresi biasa saja.
"Kau salah paham. Nada tidak membuat masalah kok." jelas Rama.
"Oh baguslah kalau begitu. Ngomong-ngomong, terimakasih untuk yang kemarin. Bagaimana kalau ku traktir makan sebagai ucapan terimakasih?" tawar Dita.
Jonny langsung mengangguk setuju dan memaksa Rama mengiyakan tawaran Dita. Karena ingin tau lebih banyak soal Nada, Rama setuju dan berjanji menemui Dita setelah kelas selesai.
***
Sesuai janji, siangnya Rama dan Dita makan bersama. Dita terlihat sangat menawan. Rama sempat berpikir kalau dia sedang jalan dengan artis korea. Gaya pakaian Dita yang feminim dan tingkahnya yang manis, benar-benar bisa membuat siapapun jatuh hati padanya.
"Bagaimana pendapatmu setelah kembali kuliah?" tanya Dita.
"Ya begitulah. Tidak ada yang menarik." jawab Rama.
"Benarkah? Apa aku juga tidak menarik?" canda Dita.
"Kau itu sangat menarik. Ngomong-ngomong sudah berapa banyak laki-laki yang menyatakan perasaan padamu? Apa kau pernah mengencani teman kuliah?" tanya Rama ingin tau.
Dita tertawa. "Apa pertanyaan itu serius? Kok malah terdengar seperti sindiran. Di depan seorang Casanova, aku tidak berani bicara sombong."
"Aku serius. Aku penasaran. Gadis cantik sepertimu pasti banyak pacar."
Dita menggeleng. "Saat ini aku tidak sedang pacaran dengan siapapun. Kau mungkin tidak percaya kalau aku belum pernah pacaran selama kuliah. Terakhir pacaran waktu masih kelas 2 SMA."
"Benarkah? Wow tidak bisa dipercaya." ujar Rama.
"Sudah kuduga kau tidak akan mempercayainya. Meskipun terlihat friendly, tapi aku sedikit kesulitan dalam bergaul." keluh Nada.
"Padahal kau terlihat mudah dekat dengan siapapun. Ah apa Nada punya pacar?" tanya Rama.
"Nada? Pertanyaan yang tiba-tiba. Tapi, Entahlah. Walaupun saudara, kami tidak terlalu dekat." jawab Dita jujur.
"Apa sikapnya memang cuek seperti itu?" tanya Rama lagi.
Dita tidak suka saat Rama mencoba mencari tau soal Nada. Walaupun begitu, Dita tetap menunjukkan ekspresi ramah.
"Seperti yang kau lihat. Nada tidak pandai bersikap manis. Pun di rumah, dia tetap bersikap sama. Dia sangat cuek terhadap sesuatu. Ah jangan-jangan kau tertarik pada Nada?" tebak Dita.
Rama menggeleng. "Tidak juga. Aku hanya penasaran karena Nada tidak seperti wanita-wanita yang sering ku temui. Nada itu terbuka tapi seolah-olah sengaja menutup diri. Dia menarik, hanya itu."
Dita tersenyum kecil. "Bagaimana denganku?"
"Aku belum berani menyimpulkan. Tapi yang pasti, kau itu sangat cantik." puji Rama.
Dita tampak tersipu. Melihat Rama yang begitu tajir dan tampan, tentu saja Dita tergoda untuk memilikinya. Dita bahkan sudah mencari tau banyak hal tentang laki-laki itu.
***
Setelah menghabiskan waktu keliling mall bersama teman-teman, Nada sedikit terlambat pulang ke rumah. Gadis itu tampak heran saat tak melihat siapapun kecuali Adam.
"Mama dan Papa kemana?" tanya Nada.
"Mereka ke Pekanbaru. Saudara mama meninggal. Jadi papa, mama, dan Dita pergi ke sana." jawab Adam.
"Ternyata papa sudah kasih kabar. Aku saja yang telat buka HP." ujar Nada setelah memeriksa ponselnya.
Adam tidak merespon. Laki-laki itu sibuk memainkan ponsel tanpa menoleh ke arah Nada.
"Jadi kita cuma berdua?"
"Iya." jawab Adam.
"Yang masak siapa dong?" tanya Nada.
Seumur-umur Nada tidak pernah menyentuh wajan. Mereka memang punya pembantu. Tapi pembantu cuma buat bersih-bersih, nyuci, dan nyetrika pakaian. Datangnya juga pagi hari. Urusan masak, biasanya Santi yang handle.
"Pesan atau beli di luar." jawab Adam.
"Besok mereka pulang kan?" tanya Nada lagi.
"Minggu baru pulang."
"Minggu? Kakak tidak punya jadwal kerja malam kan?"
Nada tampak khawatir. Adam tau Nada penakut. Kali ini Adam berencana menakut-nakuti adiknya itu.
"Malam ini aku tukar jadwal sama teman. Kau tidak apa-apa kan tinggal di rumah sendirian?" tanya Adam.
Wajah Nada pucat. Adam menikmati setiap kekhawatiran yang diperlihatkan Nada.
"Kakak kan tau aku tidak suka sendirian. Tega-teganya kakak tukar jadwal padahal sudah tau kita cuma berdua." umpat Nada.
"Kami sudah tukar jadwal sejak minggu lalu. Temanku mau ke luar kota. Makanya sudah direncanakan sejak awal. Jam 8 aku berangkat." bohong Adam.
"Ah sudahlah. Aku tinggal telpon Denias atau Panji." ujar Nada.
"Memangnya kau tidak punya teman perempuan?" tanya Adam.
Nada menggeleng. "Ada sih, tapi tidak dekat."
"Kau ini bebas sekali. Apa kau tidak tau kalau laki-laki dan perempuan tidak bisa berteman?"
"Bisa dong. Buktinya kami sudah berteman sejak awal kuliah." jawab Nada.
"Sejauh itu kalian tidak punya rasa? Biasanya akan ada yang mencintai tanpa disadari. Atau jangan-jangan kau menyukai salah satu diantaranya?" tebak Adam.
Wajah Nada memerah. "Memangnya menyukai sahabat sendiri ada larangannya?"
"Oh ternyata seperti itu. Tapi aku tidak memperbolehkan membawa laki-laki manapun selama aku tidak ada."
"Siapa suruh kakak pergi kerja padahal sudah tau aku sendirian di rumah." omel Nada.
"Apapun alasannya, tetap tidak boleh." tegas Adam.
Nada berdecak kesal sebelum akhirnya meninggalkan Adam ke lantai atas. Adam mengulum senyum. Ini kali pertama Adam dan Nada terlibat obrolan panjang. Biasanya Adam akan menghindar atau Nada sengaja menjauh jika mereka harus berada di satu ruangan yang sama. Hari ini Adam terpaksa tinggal setelah Johan memintanya menemani Nada. Johan tau Nada pasti menolak jika diajak ke Pekanbaru.
Dalam setiap acara dari keluarga Santi, baik hajatan atau acara duka, Nada memang tidak pernah diajak. Bukan tanpa alasan. Johan dan Santi sudah lelah meminta Nada mendekatkan diri dengan keluarga Santi di Pekanbaru. Hasilnya nihil. Nada selalu mengelak dengan berbagai alasan atau justru tidak keluar kamar jika terpaksa harus ikut. Melihat sikap Nada yang seperti itu, Johan akhirnya tidak lagi mengikutsertakan Nada.
"Agh!" teriak Nada.
Adam yang sedang membaca buku, cukup kaget mendengar teriakan Nada. Tanpa pikir panjang, Adam berlari menuju kamar gadis itu.
"Hei Nada ada apa?" tanya Adam dari luar kamar.
Nada segera membuka pintu dan langsung memeluk Adam. Adam terkejut bukan kepalang. Pasalnya Nada hanya menggunakan handuk untuk menutupi tubuhnya.
To be continue