Lampir

1214 Words
Pagi-pagi sekali di sebuah rumah, semua orang sudah terlihat bangun dan sudah bersiap-siap untuk menghadiri acara pesta ulang tahun yang mereka rencanakan untuk Tamara dan sekaligus memperkenalkan Tamara sebagai anak mereka di hadapan para kolega dan semua keluarga besar. "Ma, ini baru jam 9 loh, masa kita udah turun ke bawah?" tanya Justin. "Justin, kita kan yang mengadakan acara, masa tamu yang menunggu kita datang," jawab Renata. "Baiklah," balas Justin. Justin melihat adiknya sudah rapi dengan gaun berwarna biru yang memiliki ekor yang panjang serta mahkota indah yang berada di atas kepala Tamara membuat Tamara semakin cantik. "Kamu cantik, Tamara. Kakak enggak akan membiarkanmu dekat sama yang lain," gumam Justin dengan smirknya. "Kakak," panggil Tamara. "Kamu cantik, Tamara sayang, adikku," balas Justin. Tamara yang dipuji terdiam tapi ada rona merah menghiasi pipinya. "Ayo, Nak, kita ke bawah," ajak Roman. Mereka semua akhirnya berjalan keluar dari kamar Justin menuju ruang tamu. Sesampainya di ruang tamu, Tamara menatap takjub saat melihat ruang tamu sudah berubah dan dihias dengan balon berwarna pink yang menempel di setiap dinding dan terdapat kue tingkat tiga susun memiliki warna biru dan berbagai karakter princess favorit Tamara yang ada di atas kue tersebut serta ada berbagai macam jenis makanan yang sudah tertata rapi di kiri dan kanan ruangan. "Ma, Tamara suka banget pestanya," kata Tamara dengan senyum lebarnya. "Iya dong, kan khusus putri Mama yang cantik," kata Tamara. Saat Renata melihat ruangan tersebut masih kosong, ia memutuskan untuk mengajak kedua anaknya dan suaminya untuk duduk terlebih dahulu di kursi yang sudah disediakan untuk para tamu undangan dan juga keluarga besar mereka. Beberapa saat kemudian, satu per satu tamu sudah mulai datang dan memenuhi ruang tamu. Mereka semua berdiri lalu menyambut salaman dari para tamu. "Wah, cucu Nenek cantik sekali,"kata Clara mamanya Renata. "Iya dong, Ma. Kenalin ini namanya Tamara, Ma," kata Renata. Clara menarik tubuh Tamara dan memeluk tubuh kecil Tamara. "Kamu ini jangan harap diakui olehku dan juga grandpa, kamu cuma anak pungut," bisik Clara tajam di telinga Tamara lalu ia melepaskan pelukannya pada Tamara. "Mama berbisik apa sih ke Tamara?" tanya Renata sambil membelai rambut Tamara. "Bukan apa-apa, Nak. Mama hanya menyuruhnya memanggil grandma. Kamu panggil grandma ya," kata Clara. "Iya, Grandma lampir," balas Tamara. "Tamara, kok kamu bilang gitu ke grandma? Enggak boleh loh," kata Renata. "Bodoh amat. Aku enggak suka sama gramdma lampir," balas Tamara. "Anak ini kamu harus ajarkan sopan santun, Renata," kata Ken. "sudah, Pa, Ma. Lebih baik nikmati pestanya," bujuk Romeo. Setelah semua tamu sudah hadir semua, Renata, Romeo, Justin dan Tamara naik ke atas panggung. "Selamat pagi semuanya. Hari ini adalah hari yang sangat bahagia untuk putri kami yang tepat tiga hari yang lalu berulang tahun. Ya memang saya tahu bahwa ini adalah hal yang sangat mengejutkan bagi kalian bahwa kami memiliki putri, tapi hari ini kami juga ingin mengumumkan ke kalian semua bahwa Tamara sudah resmi menjadi keluarga Viano," kata Romeo. Setelah selesai memberikan pengumuman ke semua tamu, Romeo menyuruh Tamara untuk meniup lilinnya. Tamara berdiri di depan kue lalu ia menangkupkan kedua tangannya dan mengatakan harapannya dalam hati. "Aku berharap aku bisa segera mencapai cita-citaku dan pergi dari keluarga ini," kata Tamara dalam hati. Huft Tamara meniup lilin yang berada di atas kue hingga mati. Romeo mengambil lilin dari atas kue dan membuangnya. Renata memberikan pisau kue ke tangan Tamara lalu ia meminta Tamara memotong kuenya. "Potong kuenya ya," kata Renata. Tamara mengarahkan pisaunya ke kue ulang tahunnya lalu ia mulai memotong kue tersebut. Satu potongan pertama ia berikan ke Justin membuat Justin menerima kue tersebut dengan tersenyum dan setelah itu potongan kedua diberikan ke Romeo dan ketiga ke Renata. Setelah kue tersebut sudah terpotong semua Renata menyuruh para pelayan baru yang ia sewa hanya sehari untuk meletakkannya ke tempat makanan disajikan. "Ma, Pa, terima kasih ya. Ini adalah hari yang sangat spesial bagi Tamara," kata Tamara. "Iya, Tamara sayang. Apa pun yang kamu mau selama kami bisa pasti kami turuti," balas Renata. Theo dan Lisa melihat Tamara berserta keluarganya sudah turun dari atas panggung menghampiri mereka. "Tamara, lihat nih aku bawain kado yang besar seperti yang aku janjikan," kata Tina sambil memberikannya ke Tamara. "Terima kasih, Tina. Padahal kamu tidak perlu repot loh kasih aku hadiah," kata Tamara sambil menerima hadiah dari Tina. "Enggak repot kok, kan aku sudah berjanji kalau janji harus ditepati," balas Tina. "Ini hadiah untuk kamu dari aku," kata Theo sambil memberikannya ke Tamara. Baru saja hadiah tersebut mau diambil oleh Tamara tapi tiba-tiba hadiah yang masih di tangan Theo direbut oleh Justin. "Kak! Aku kan kasihnya ke Tamara, kok direbut sih?" kata Theo. "Kamu kasih aku atau ke Tamara itu sama aja, kan kita berdua kakak beradik," balas Justin ketus. "Sudah, anak-anak, jangan ribut. Ada acara selanjutnya nih yang pastinya seru," kata Romeo berusaha melerai kedua anak laki-laki di hadapannya. Tidak lama alunan musik mulai berbunyi. Renata meminta semua orang mencari pasangan berdansanya masing-masing karena acara dansa akan segera dimulai. "Tamara, kamu mau kan berdansa bersamaku?" tanya Theo. "Tidak boleh. Tamara akan berdansa bersama aku," kata Justin. "Sudah, Theo. Kamu berdansa sama aku aja, aku juga bisa loh berdansa," kata Tina. Theo yang tidak mau membuat keributan lagi seperti di sekolah akhirnya menerima tawaran Tina. Ia menggenggam tangan Tina lalu ia mulai berdansa bersama Tina, sedangkan Tamara yang tadi sudah senang mau diajak berdansa sama Theo mendengus kesal karena ulah kakaknya. "Kamu kenapa monyong begitu? Kamu tidak suka berdansa sama Kakak?" tanya Justin. "Enggak kok, aku suka," jawab Tamara karena takut Justin berbuat ulah lagi. Justin menggenggam tangan Tamara lalu ia mulai berdansa mengikuti alunan musik. Sesekali Tamara yang belum bisa berdansa menginjak kaki Justin tapi Justin tidak peduli yang terpenting adiknya berdansa bersama dirinya. "Tamara kamu injak kaki Kakak aja, nanti Kakak yang gerak," kata Justin melihat adiknya yang terus-terusan salah gerakan. "Iya, Kak," balas Tamara. Tamara meletakkan kakinya di atas kaki Justin. Perlahan Justin mulai menggerakkan kakinya dan tangannya memegang pinggang Tamara agar tidak terjungkal ke belakang. Justin terus menggerakkan tubuhnya mengikuti irama musik. Setelah musik berhenti semuanya diminta untuk menikmati makanan yang tersaji di pesta tersebut. "Tamara, Justin, kalian mau makan apa? Biar mama yang ambilkan," tanya Renata. "Apa aja, Ma, yang penting enak," jawab Tamara. "Aku terserah aja," kata Justin. Renata pergi mengambil makanan untuk kedua anaknya. Tidak lama Renata kembali sambil membawa dua piring berisi makanan di tangannya sedangkan piring miliknya dipegang oleh Romeo. "Ayo dimakan," kata Renata sambil menyerahkan piring di tangannya ke Justin dan Tamara. "Ini piring kamu, Sayang," kata Romeo sambil memberikan piring milik Renata. Mereka semua mulai memakan makannya dengan lahap. Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat dan para tamu satu per satu mulai berpamitan untuk pulang. "Renata, Romeo, kami pamit pulang ya, udah malam," kata Ken. "Papa dan Mama enggak nginap aja? Masih ada kamar kosong kok," tanya Renata. "Tidak perlu, Renata. Kami mau pulang. Papa malas melihat anak pungut mu itu," balas Ken. "Hati-hati, Pa, Ma," kata Renata. "Justin sayang, Nenek dan Kakek pamit ya," kata Clara sambil mengusap pipi Justin. "Grandma kenapa tidak bicara dengan adikku?" tanya Justin Kesal. "Hahaha. Iya, Sayang, Grandma lupa punya cucu pungut," ejek Clara. "sudah ya, lebih baik Kami pamit," kata Ken. Kedua orang tua Renata berjalan keluar dari rumah anaknya dan menantunya. Setelah para tamu sudah pulang semua, mereka semua memutuskan untuk kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD