Debater

1123 Words
Sepuluh tahun kemudian, seorang pria berusia dua puluh tahun melangkahkan kaki menuju kamar adiknya yang tidak pernah ia anggap sebagai adik melainkan sebuah hadiah yang harus dia miliki selamanya. Tok tok tok Justin mengetuk pintu kamar Tamara adiknya hingga beberapa kali, tapi tidak terdengar jawaban dari dalam. Justin membuka pintu kamar, ia sangat terkejut melihat Tamara yang baru keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk langsung menutup kembali pintu kamar itu dengan pelan agar tidak terdengar. Justin menyandarkan tubuh ke tembok dan berusaha mengatur deru napasnya. "Maaf, Tamara, aku tidak sengaja," gumam Justin dengan wajah memerahnya. Justin mengetuk kembali kamar Tamara. Tiidak lama terdengar suara Tamara yang menyuruhnya masuk ke dalam. "Kamu sudah siap ke sekolah?" tanya Justin sambil menatap Tamara yang sudah memakai seragam sekolah. "Sudah, Kak. Ayo jalan sekarang," jawab Tamara. Tamara mengambil tas ransel lalu memakai tas itu di punggungnya. Tamara dan Justin berjalan keluar dari kamar menuju mobil Justin yang terparkir di halaman rumahnya. "Ayo masuk, Tamara," kata Justin membukakan pintu untuk Tamara. Tamara masuk ke dalam mobil lalu Justin menutup pintu mobil berjalan memutar dan masuk ke dalam mobil. Perlahan Justin mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju Trinity School tempat Tamara bersekolah. "Tamara, nanti kalau ketemu Theo jangan terlalu dekat dengannya ya. Kakak tidak suka kamu dekat dengan dia," kata Justin tajam. "Terserah aku dong," balas Tamara sinis. "Kalau kamu membantah Kakak, aku enggak segan-segan memberikan hukuman pada temanmu itu, mengerti, Gadis pintar," kata Justin penuh penekanan. "iya iya. Mending kakak kuliah aja deh biar enggak urus aku terus," balas Tamara sinis. "Kakak hari ini tidak ada kelas, so nanti Kakak akan jemput kamu," kata Justin. Beberapa menit kemudian mobil yang dikendarai Justin berhenti di depan Trinity School. Tamara berpamitan kepada Justin lalu ia keluar dari mobil berjalan menuju kelas. Saat sudah di dalam kelas, ia melihat Theo dan Tina sudah ada di sana menghampiri mereka. "Morning, guys," kata Tamara sambil mendudukkan dirinya di kursi samping Tina. "Morning," balas Tina dan Theo berbarengan. "Eh dengar-dengar bakal ada guru matematika baru nih, katanya ganteng loh," kata Tina. "Kamu mah cowok ganteng mulu dipikirin, perasaan dulu kamu selalu suka barbie-barbiean," ejek Tamara. "Itu kan dulu, masih kecil. Sekarang aku kan udah besar," kata Tina. "Apanya yang besar tuh?" tanya Theo terkekeh. "Terserah deh," jawab Tina ketus. "Hati-hati loh, kalau sering berantem katanya bakal jodoh," kata Tamara. "Amit-amit deh," balas Tina. "Siapa juga mau sama kamu," kata Theo. Ting tong ting tong Suara bell berbunyi membuat kelas yang tadinya ribut menjadi tenang. Tidak lama seorang pria memakai kemeja kotak-kotak dan kacamata yang bertengger masuk ke dalam kelas sambil membawa buku pelajaran dan tas. "Selamat pagi, semua. Perkenalkan saya Pak Rama yang akan mengajarkan matematika ke kalian," kata Rama. "Pagi, Pak," balas semua murid berbarengan. Rama mendudukkan dirinya di kursinya lalu ia mengeluarkan lembaran soal dari tas. "Untuk kalian semua mohon perhatiannya. Saya akan memberikan tugas kelompok ke kalian dan sekarang cari kelompoknya, setelah itu kalian ambil soal di meja saya, semua soal berbeda-beda untuk setiap kelompok," kata Rama. Semua murid mulai mencari kelompoknya masing-masing. Setelah sudah mendapatkan kelompok, tiap perwakilan kelompok mengambil soal yang berada di meja guru. "Tamara, kamu ngerti enggak soal yang ini?" tanya Tina. Tamara melihat soal yang ada di depannya mengernyitkan dahinya. "Aduh, kok soal ini susah banget sih," kata Tamara. "Tamara, kamu kan juara kelas masa enggak ngerti sih," kata Theo. "Aku belum terlalu ngerti sama soal ini," balas Tamara. "Aku coba lihat," kata Tina. Tina melihat soal dari kertas tersebut menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan cengengesan. "Pasti enggak ngerti kamu," kata Theo. "Emang," balas Tina. "Aku coba pelajari dulu deh soalnya, siapa tahu nanti aku bisa ngerjain," kata Tamara. Tamara mengambil soal dari tangan Tina lalu mereka semua mencoba memahami rumus yang ada di buku pelajaran. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu dan waktu pelajaran matematika sudah habis. "Semuanya, karena kalian sepertinya belum selesai mengerjakannya, kalian bisa membawa pulang tugas kelompok ini. Bapak pamit undur diri," kata Rama. Rama keluar dari kelas lalu digantikan dengan guru yang akan mengajarkan pelajaran selanjutnya. Beberapa jam kemudian semua pelajaran hari ini sudah selesai dan waktunya pulang. Saat ini Tamara, Theo dan Tina sedang duduk di kursi taman sekolahnya. "Theo, Tina, gimana kalau hari ini kita selesaikan saja tugas kelompok kita biar cepat kelar dan tidak kepikiran?" tanya Tamara. "Iya juga sih. Gimana kalau ngerjainnya di rumah aku aja?" tanya Tina. "Boleh tuh. Kita naik mobil aku aja ya biar hemat waktu. Lagian supir aku dari tadi udah nunggu kok, jadi kita tinggal berangkat," kata Theo. "Hmm, aku telepon kakakku dulu. Aku mau bilang ke dia kalau aku mau pergi kerja kelompok di rumah teman supaya dia enggak jemput," kata Tamara. "Iya deh yang kakaknya posesif, selalu harus melapor," ejek Tina. "Nanti aku pikirin gimana caranya lari dari keluarga angkatku ini," balas Tamara. Semua terdiam mendengar kata-kata Tamara. Tamara menjauh dari teman-temannya lalu ia mengambil ponsel, kemudian ia menelepon nomor Justin. Tidak lama sambungan telepon tersebut diangkat oleh Justin. "Hallo, Tamara. Apa kamu sudah pulang?" tanya Justin. "Sudah, Kak. Tapi aku ada kerja kelompok bersama temanku, jadi aku ke rumah temanku dulu Kak," jawab Tamara. "Kamu tunggu Kakak ya di sekolah. Kakak yang akan antar kamu ke rumah teman kamu," kata Justin. "Enggak usah, Kak. Aku langsung pergi naik mobil temanku aja, Kak, biar hemat waktu," balas Tamara. "Baiklah, kamu boleh pergi bersama teman kamu tapi jangan pulang larut malam ya. Kalau pulang kemalaman, telepon kakak aja biar kakak yang jemput," kata Justin. "Iya, Kak," balas Tamara sambil memutar bola matanya Telepon terputus. Tamara menghampiri Theo dan Tina yang masih menunggu di kursi taman. "Ayo jalan sekarang. Kakakku izinin aku pergi bersama kalian," kata Tamara. "Tumben kakak kamu enggak maksa jemput buat anterin kamu ke rumah aku?" tanya Tina. "Baguslah, Tina. Lagian kalau nungguin kakak aku jemput, yang ada kelamaan kita nunggunya," jawab Tamara. "Iya juga sih. Nanti kalau kelamaan pulang kemalaman, lebih baik kalian nginep aja," balas Tina terkekeh. "boleh juga tuh. Nanti dipikirin deh kalau Tamara diizinkan nginep.Ayo kita jalan sekarang aja biar cepat kelar," ajak Theo. Mereka semua melangkahkan kakinya menuju mobil Theo yang sudah menunggu mereka di lobby sekolah. Tamara, Theo dan Tina langsung masuk ke dalam mobil saat sudah di depan mobil. "Kita mau ke mana, Tuan?" tanya Tino. "Kita ke rumah Tina aja, Pak. Saya mau kerja kelompok bareng Tina dan Tamara di rumah Tina," jawab Theo. "Baik, Tuan," balas Tino. Tino mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju rumah Tina. Selama di perjalanan, mereka semua mengobrol. "Nanti mau makan dulu atau langsung kerja kelompok?" tanya Tina. "Hmm, kayaknya makan dulu deh daripada nanti enggak bisa mikir pas ngerjain soal," jawab Theo. "Boleh tuh, aku juga udah lapar nih," kata Tamara. "Ya udah, nanti kita pesan makanan online aja," balas Tina.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD