Part 7- Rencana Festival

1831 Words
Dalam sebuah universitas besar, biasanya di hari-hari tertentu akan mengadakan festival atau pesta perayaan yang nantinya diramaikan oleh mahasiswa-mahasiswinya sendiri. Seperti festival menjelang perayaan ulang tahun universitas yang akan dilaksanakan minggu depan, semua UKM mulai sibuk mempersiapkan apa saja yang akan mereka lakukan untuk meramaikannya. Beberapa UKM akan membuka stand-stand yang biasanya akan menjual makanan, pernak pernik atau hasil karya UKM mereka sendiri. Ada juga yang membuat penampilan dengan bayaran seikhlasnya dan biasanya hasil uang yang mereka dapatkan akan disumbangkan ke yayasan tertentu. UKM seni lukis jelas tak mau kalah, mereka mulai melakukan rapat untuk memikirkan ide apa yang bagus untuk stand mereka nanti. “ Yang punya ide langsung angkat tangan aja ya, yang nggak punya ide mending angkat kaki deh,” ucap Katrina yang membuat anggotanya justru tertawa. “ Makanya kasih ide biar nggak mikir sendirian nih gue.” “ Jual lukisan, kak?” usul salah satu anggota. “ Ya emang kita mau jual lukisan, masa jual diri.” “ Astaga senior kita ini mulutnya minta dikuncir!” “ Lagian ihhhh! Kita emang mau jual lukisan kok tapi temanya apaaaa.” Katrina seolah kehabisan kesabaran. “ Yang unik gitu, yang menarik. Dan oh ya... “ Ia langsung menunjuk ke arah Alga. “ Elo... “ “ Gue? Kenapa?” Alga menunjuk dirinya sendiri. “ Lo harus ikut di festival. Awas aja kalo sampe enggak. Gue mau jadiin lo brand ambassador UKM kita. Pasti banyak yang ngelirik,” ucap Katrina penuh percaya diri. “ Wajah ganteng lo harus dimanfaatkan untuk kepentingan banyak orang.” “ Ada bayarannya?” balas Alga tak kalah angkuh. “ Lo gue lemparin kanvas juga ya lama-lama!” ucap Anya yang sejak awal memang gregetan dengan juniornya itu. Alga hanya tersenyum tipis. “ Oke sebagai brand ambassador berarti gue bebas dong, nggak ada yang boleh nyuruh-nyuruh gue.” “ Iya iya. Lo tinggal duduk cantik sambil godain orang-orang yang lewat biar beli lukisan kita. Kalo nggak laku juga, gue ngeraguin kegantengan lo. Pasti pake susuk kan lo?” balas Katrina lagi. “ Enak aja.” Membicarakan ketampanan Alga, entah kenapa membuat Elsya kesal. Padahal dulu hanya ia yang sering memuji ketampanan pria itu. Tapi lihatlah sekarang, semua orang membicarakan ketampanan Alga. Sekarang ketampanan pria itu milik banyak orang. Sayang sekali. “ Gimana kalau kita jual jasa karikatur aja, kak? Jadi yang dateng ke stand kita bisa request dilukis karikatur wajahnya. Tentu bayarannya juga disesuaikan sama tingkat kesulitannya,” ucap Diva—salah satu anggota yang berasal dari jurusan Ekonomi. “ Boleh juga tuh.” Katrina langsung setuju. “ Bisa sekalian request lukisan couple kali ya. Kan banyak tuh yang pada bucin sama pacarnya.” “ Bisa bisa.” “ Ada ide lain?” “ Itu dulu aja kali. Udah bagus idenya sih,” ucap Anya setengah berbisik. “ Gue laper mau makan anjir.” “ Perut karung lo dasar!” sahut Johan—salah satu senior di UKM seni lukis. “ Ya udah mana duit konsumsinya biar gue beli makanan di kantin.” “ Nih! Giliran duit aja cepet lo!” balas Katrina sembari menyerahkan beberapa lembar uang. Setelah rapat memang biasanya para anggota dan senior akan makan bareng sebelum akhirnya membubarkan diri. Tak lama kemudian setelah makanan datang, mereka pun makan bersama dan saling mengobrolkan banyak hal. Malvin dan Alga terlihat dekat, mungkin karena hanya mereka pria di angkatan baru UKM seni lukis ini. Ya walau keduanya memang sama-sama tampan. Bedanya Malvin terlihat jauh lebih ramah dibanding Alga. “ Eh, iya. Mau nanya dong kak tapi di luar topik nih,” ucap Tiara—si cewek paling centil dari jurusan Teknik Kimia. Untuk kalian tahu ya, jurusan teknik Kimia yang paling banyak perempuannya dibanding jurusan teknik lain. “ Nanya apaan?” tanya Katrina yang kebetulan duduk paling dekat dengan Tiara. “ Inget nggak sama Kak Farel, waktu itu kalo nggak salah dia ikut ngasih kata sambutan pas OSPEK,” ucap Tiara yang tiba-tiba senyam senyum sendiri itu. “ Oh kak Farel... “ Katrina mengangguk-angguk sementara teman-temannya yang lain terlihat senyam senyum penuh arti saat nama Farel disebut. “ Kenapa emangnya? Ada masalah apa lo sama gebetan gue?” ucapnya seraya tersenyum tipis. Membuat teman-temannya langsung bersorak. “ Hah?” Tiara terlihat kaget sekaligus merasa tak enak karena sudah bertanya soal gebetan seniornya sendiri. “ Bercanda!” Katrina menepuk pundak Tiara cukup kencang. “ Dia tuh nggak hanya gebetan gue tapi gebetan banyak ciwi-ciwi di kampus ini. Gue kasih tahu aja, saingan lo banyak.” Ia memperingatkan. “ Masa sih? Ya nggak salah sih. Manis sih orangnya,” ucap Tiara yang kembali tersenyum. “ Berarti kalo banyak yang suka... dia jomblo dong?” Katrina mengedikkan bahunya. “ Iya begitu deh. Kebanyakan cowok ganteng kalo nggak jomblo ya homo.” Alga dan Malvin langsung terbatuk mendengar ucapan senior mereka. “ Kenapa kalian? Ngerasa ganteng?” balas Katrina dengan sengit. “ Sorry ya. Muka kayak kalian tuh banyak diobral.” “ Sialan.” Alga bergumam. “ Mampus lo,” ucap Elsya dengan sangat semangat. “ Yang pernah terpesona sama gue, diem aja deh,” ucap Alga yang tentu saja dengan suara pelan. Elsya mengedikkan bahunya sembari menyandarkan punggungnya di kursi. “ Bukan pernah, tapi masih,” ucapnya yang kemudian sibuk mengobrol dengan anggota lainnya. Tinggal Alga jadi terpaku sendiri dengan ucapan Elsya. Bisa-bisanya gadis ini masih sering menggodanya meski ia sudah bersikap buruk. “ Tapi serius. Kak Farel itu emang baik, ganteng, ramah sama semua orang, sopan sama dosen. Idaman banget deh. Gayanya juga nggak norak. Paling sedep liat dia tuh pas lagi latihan. Beuhhh!” Anya langsung mengacungkan jempolnya. “ Pas lagi panjat tebing. Terus dia keringetan... duh!” Semua perempuan di ruangan itu jadi heboh sendiri saat membicarakan soal Farel. “ Badannya kotak-kotak ya ampun. Padahal umurnya masih sepantaran kita lah ya tapi badannya pelukable abis!” Katrina menjerit histeris. Padahal biasanya dia yang paling dikenal galak sebagai senior, tapi lihatlah sekarang... tanpa malu dia menghebohkan tubuh pria lain di depan para juniornya. Hilang sudah reputasi senior galak itu. Alga jadi merinding sendiri berada di antara wanita bar-bar di sini. “ Cewek sebrar-bar ini ya kalo ngomongin tubuh cowok?” Ia menggeleng-gelengkan kepalanya keheranan. “ Daripada cowok, biasanya diem-diem aja sambil mojok nonton yang aneh-aneh. Kita mah para ciwik-ciwik apa adanya aja. Iya nggak gaess?” ucap Anya yang sama tak tahu malunya. “ Mending gue pergi deh sebelum diperkosa rame-rame,” ucap Alga yang kemudian keluar dari sana diikuti oleh Malvin, Johan, Mario dan Gerald. Elsya tertawa dengan puas melihat wajah Alga seolah kalah telak. Tapi ia jadi risih juga dengan pembicaraan anggota perempuan di sini. Pembicaraannya sangat jauh di atas ilmu pengetahuannya. Jadi lebih baik ia segera pergi juga sebelum otaknya terkontaminasi. “ Elsya!” sahut Windi yang ternyata baru selesai latihan bersama anggota UKM Pecinta alam lainnya. Tak sengaja Elsya melirik ke arah Farel yang baru saja turun dari area latihan panjat tebing. Pria itu kemudian mengusap keringatnya sendiri dengan kaosnya, sehingga jelas perut kotak-kotaknya bisa dilihat oleh siapapun. Pantas saja semua perempuan di dalam sana heboh membicarakan tubuh yang katanya pelukable itu. Ia langsung menggelengkan kepalanya berusaha untuk membuang segala pemikiran kotornya ini. “ Kenapa lo?” tanya Windi heran. “ Mumet ya di UKM lo. Cowoknya dikit sih jadi nggak bisa cuci mata. Eh tapi ada Alga, kan? Enak dong bisa liatin dia terus.” Elsya memutar bola matanya dengan malas. “ Lo tuh ya bawel banget. Mending lo mandi deh. Bau keringet!” Ia menutup hidungnya, pura-pura nggak kuat dengan aroma tubuh temannya itu. Padahal Windi nggak bau sama sekali. “ s****n lo! Ini tuh demi bisa deket sama pujaan hati, nggak apa-apa deh bau keringet juga. Asal keringetan bareng doi.” Windi melirik centil ke arah Farel. “ Idih! Kata-kata lo tinggi banget. Nggak ngerti gue.” Elsya mengibas-ngibaskan tangannya sambil berjalan meninggalkan temannya itu. “ Eh tunggu! Makan dulu kek yuk! Lo nggak lagi ada niat pacaran lagi, kan?” ucap Windi yang langsung menyusul Elsya. “ Nggak sih. Mau makan apa emangnya?” “ Hokben yuk! Pengen makan saladnya gue. Ntar jatah salad lo buat gue aja, rela deh gue.” “ Heh! Enak aja. Nggak ada yang boleh nyentuh salad hokben punya gue!” ancam Elsya yang langsung membuat Windi tertawa. “ Kapan ya gue punya sahabat yang nggak doyan salad hokben, kulit ayam krispy gitu.” “ Nggak ada kayaknya deh. Dalem mimpi lo kali!” “ s****n lo ah!” Melihat keakraban dari dua gadis yang dikenalnya itu, Farel jadi ikut tersenyum. Terlebih saat melihat Elsya yang terlihat manis dengan jepit rambut berbentuk hati. Pria itu jadi merasa malu pada dirinya sendiri yang bisa-bisanya menyukai junior yang bahkan belum ia kenal dengan baik itu. Tapi, cinta pada pandangan pertama bukankah tidak perlu waktu sama sekali? *** Sesampainya di restoran Hokben yang berada tak terlalu jauh dari kampus, Elsya dan Windi langsung memesan paket makanan yang mereka inginkan. Karena tak mendapat jatah salad dari Elsya, jadilah Windi memesan tambahan satu cup salad. Baginya makan salad hokben pake nasi sudah termasuk nikmat dunia, apalagi ditambah eggroll dan shrimp rollnya. Rasanya mau tambah nasi sepuasnya. “ Eh... “ Elsya menyadari sesuatu yang aneh. “ Kenapa lo? Cepirit?” tanya Windi yang seperti biasa asal bicara. “ Bukan. Dompet gue... mampus gue!” Tanpa bertanya lagi, Windi langsung memberikan kartu debitnya untuk membayar pesanan mereka lalu segera mengajak Elsya duduk. “ Dompet gue jatoh dimana ya? Lo tahu nggak?” tanya Elsya yang semakin panik. “ Kalo gue tau ya gue bilangin, El. Ya kali gue diem aja. Emang jatuh dimana sih?” tanya Windi balik. “ Kalo gue tau dompet gue jatuh dimana ya gue nggak akan nanya elo cantikkk!” Elsya jadi gregetan sendiri dengan temannya. Windi malah cengengesan. “ Mending lo makan dulu biar bisa mikir kita abis ini. Mikir dengan perut kosong tuh susah konsentrasi tau.” Ia memberi saran. Elsya akhirnya menurut saja dan mulai menyantap makanannya. Walaupun ia jadi tidak selera karena mencemaskan kemana dompetnya menghilang. “ Mana KTP, KTM, kartu debit, duit gue, foto gue... “ “ Nggak ada jimatnya, kan? Pegangan gitu pegangan... “ tanya Windi dengan wajah seriusnya. “ Lo pikir gue pake pelet apa!” balas Elsya dengan sengit. “ Gue serius ihh!” “ Ya udah kalo ilang pas masih di kampus, moga aja mahasiswa kampus kita masih ada yang jujur. Kalo enggak, wah parah sih! Semakin banyak orang yang nggak jujur di dunia ini.” Windi menggeleng-gelengkan kepalanya lalu melihat salad sayur milik Elsya masih utuh di dalam mangkuknya. “ Itu buat gue aja ya?” Ia sudah bersiap dengan sumpitnya tapi tangan Elsya jauh lebih cepat menepak tangan Windi agar menjauh dari makanan miliknya. “ Semakin gue mikir kemana jatuhnya dompet gue, gue jadi makin laper. Jangan sampe lo gue makan juga!” “ Anjirrr! Galak bener pacarnya oppa ini!” Di lain tempat, seseorang mengambil dompet berwarna biru muda yang ada di dekat gedung UKM. Ia mengambil dompet itu dan membukanya untuk mencari identitas pemilik dompet lalu ia tersenyum tipis. “ Ini kesempatan buat gue.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD