Semakin kamu berlari menjauh, semakin kamu tak bisa melupakannya. Karena kamu hanya berlari dari dia, tapi hatimu masih tetap untuknya. Kamu tidak akan pernah bisa benar-benar lari darinya, karena kamu tahu sejauh apapun kamu berlari, sedikitpun dia tidak pernah pergi dari hatimu.
***
“ Baru minggu pertama. Jangan ngeluh!” ucap Brian ketika melihat wajah kusut sepupunya.
Elsya mendelik tajam ke arah Brian yang terlihat santai memainkan game di ponselnya. “ Gue nggak ngomong apa-apa loh.”
“ Tapi wajah lo menggambarkan segalanya. Kusut abis!” ucap Brian yang langsung tertawa.
“ s****n! Lo nggak tahu aja seapes apa hidup gue,” ucap Elsya lagi.
“ Kan mulai ngeluh.”
“ Namanya juga manusia!” Elsya tak mau disalahkan. “ Tapi kenapa ya takdir seolah mempermainkan gue.”
Brian terkekeh mendengar ucapan sepupunya. “ Kenapa emangnya? Lo kayaknya selalu bermasalah ya.”
Elsya mendengus kesal. “ Padahal udah bagus gue nggak ketemu Alga, terus tiba-tiba gue malah satu kampus sama dia dan... satu UKM pula. Bisa gila gue!” Ia mengacak-acak rambutnya sendiri.
Brian menaikkan sebelah alisnya. Ia memang tahu jika Alga kuliah di kampus yang sama dengan mereka tapi ia berpikir mungkin Elsya dan Alga tidak akan sering bertemu karena berbeda jurusan. “ Ya terus kenapa? Lo kan udah ngelupain dia.”
Elsya berdecak sebal karena sepupunya ini sama sekali tak mengerti apa yang dia rasakan.
Menyadari kekesalan yang Elsya tunjukan, seketika itu membuat Brian curiga. “ Lo masih ada rasa sama dia? Tapi lo malah nerima Aksa?” Ia seketika heboh. “ Lo jadiin Aksa pelarian doang ya?”
“ Heh! Nggak lah!” Elsya tidak mau dikira sebagai cewek yang kejam apalagi menjadikan kekasihnya sebagai pelarian. “ Jangan menyimpulkan sendiri dong!”
“ Ya terus? Kalau emang lo udah ngga ada rasa sama Alga, ya udah. Mau ketemu sesering apapun ya anggap aja angin lewat.”
“ Semudah itu lo ngomongnya! Lo nggak tahu apa sekalut apa gue dulu gara-gara Alga!” Elsya melempari sepupunya itu dengan bantal di sofa yang ia pegang. “ Lo pikir gue juga nggak merasa bersalah sama Aksa? Gue juga pengen hanya fokus sama hubungan gue dan Aksa tapi gue ngerasa... semua seperti bukan yang gue inginkan.”
“ Karena lo menginginkan Alga?” tebak Brian langsung.
“ Ya enggak juga. Mana mungkin gue menginginkan orang yang nggak menginginkan gue.”
Brian berdecak-decak, kali ini ia menatap sepupunya dengan serius. “ Cinta yang bertepuk sebelah tangan emang berat ya.”
“ s****n lo!”
***
“ Si Malvin itu emang nggak ada bakat deh. Masa iya nggak ada perkembangan apa-apa, udah tiga tahun lebih tapi karirnya gitu-gitu aja. Kalah sama Alga yang masih baru tapi karirnya udah melejit.”
Tak sengaja Alga mendengar seseorang berbicara di ruang ganti, pria itu memilih untuk diam di sana karena mendengar nama Malvin dan dirinya disebut-sebut.
“ Ya lumayan ganteng si Malvin tuh tapi salah dia sendiri segala bikin skandal pas awal-awal karirnya.”
“ Skandal yang dikira ngobat itu? Tapi kan udah dibuktiin kalo dia bersih.”
“ Tapi kan temen-temen dia kebanyakan ngobat dan akhirnya berujung direhabilitasi. Ya walaupun hanya kesalahpahaman tapi saat itu dia kan ada di lokasi jadi pasti orang mengira dia sama kayak mereka.”
“ Iya juga sih. Ditambah lingkungan tempat tinggal dia kayak gitu. Keluarganya banyak jejak kriminalnya. Walaupun udah pada berubah tetap aja rekam digital nggak akan bisa dihapus.”
“ Mau sekeras apapun dia berusaha, kalau udah ketauan skandal kayak gini ya pasrah aja deh. Masih dapet job aja udah syukur.”
“ Bener juga. Tapi si Alga itu gimana? Kita kan belum kenal banget sama dia.”
Alga memilih untuk berbalik dan pergi dari sana. Ia pun melihat Matius yang sedang duduk tak jauh dari lokasi pemotretan. Ia kemudian duduk di dekat pria itu.
Melihat Alga datang, Matius meletakkan tablet yang sedang dipegangnya. “ Kok belum ganti baju? Bentar lagi giliran kamu loh,” ucapnya heran.
“ Ntar deh. Ada yang lagi ngegosip di ruang ganti, ntar aku diajak ngegosip gimana? Malah nggak jadi pemotretan.”
Matius tertawa. “ Ngegosipin kamu ya?”
Alga mengedikkan bahunya. Ia kemudian jadi penasaran soal Malvin, bahkan hari ini pria itu tidak kelihatan dimanapun. Padahal hampir semua talent mendapat job untuk pemotretan di sini. “ Boleh tanya nggak?”
“ Hmm? Soal apa?” Matius terlihat penasaran, tak biasanya Alga mengajaknya bicara seperti ini. Biasanya dia yang paling tertutup dibanding talentnya yang lain. Talentnya yang lain sibuk untuk dekat dengannya yang tentu saja demi job.
“ Malvin. Menurut bapak, dia seperti apa?”
“ Oh Malvin.” Matius seolah mengerti kemana arah pembicaraan Alga. Ia pun banyak mendengar kabar soal Malvin tapi tak banyak berkomentar. “ Ya, biasa sih. Ganteng, berbakat tapi sayang dia kurang bisa menjaga imej pas awal-awal karirnya.”
“ Jadi karena itu juga dia sepi job?” tanya Alga semakin penasaran.
“ Bisa dibilang begitu. Kalo saya kan hanya asisten manajer di agensi yang kalian naungi, meskipun kalian mendapat job pun semua akan tetap menjadi penilaian orang-orang di luar sana. Jadi saya tidak bisa membantu banyak. Kita kan nggak bisa mengatur penilaian orang pada kita.”
“ Jadi apa harus bebas banget dari skandal biar terkenal?” Alga jadi mencemaskan dirinya sendiri. Semua orang pasti tidak tahu seperti apa masa lalunya dan seperti apa asal usulnya. Jika mereka mengetahui siapa orang tuanya dan seperti apa masa lalunya dengan keluarga angkatnya, apa mereka akan tetap menerimanya di sini? Apakah orang-orang di luar sana akan tetap memujinya seperti hari ini?
“ Nggak juga. Toh nggak semua manusia bisa bebas dari masalah. Tapi semua tergantung bagaimana cara kamu menghadapi skandal itu. Setiap orang punya kesempatan untuk memperbaiki imej mereka, entah itu hanya pura-pura atau benar-benar tulus untuk berubah.”
Kali ini Alga terdiam.
“ Malvin itu... dia hanya membiarkan skandalnya terus berlanjut tanpa mencoba membela dirinya. Dia jadi semakin diremehkan. Ya mungkin karena itu juga kepercayaan dirinya berkurang.”
“ Sayang sekali.”
“ Memangnya kamu sendiri lagi ada masalah?” tanya Matius kali ini.
“ Hah? Enggak kok.”
Matius menatap Alga dengan menyelidik. “ Misalnya punya pacar gitu. Di umurmu seperti sekarang pasti lagi berbunga-bunga, kan?”
“ Apa pacaran termasuk skandal?”
“ Nggak juga sih tapi tergantung siapa pacar kamu.”
“ Harus seleb juga?” Entah kenapa Alga jadi semakin penasaran bertanya padahal ia sendiri tidak tahu untuk apa pertanyaannya ini. Lagipula siapa juga yang mau pacaran?
Kali ini wajah Matius terlihat lebih serius. “ Pacaran sama siapapun nggak masalah asalkan kamu bisa menghadapi fansmu dan apa pacarmu nanti kuat menghadapi fansmu yang bar-bar?”
Alga terkekeh. “ Kok kedengerannya mengerikan ya?”
“ Ya tapi beberapa fans akan ikut bahagia sih kalo idola mereka punya pacar, tapi nggak semua loh ya. Tergantung gimana nanti hubunganmu sama pacarmu. Eh, kamu punya pacar emangnya?”
Alga langsung menggelengkan kepalanya. “ Nggak kok. Cuma tanya aja.”
“ Beneran?” tanya Matius dengan kedua alis terangkat. “ Pacaran juga nggak apa-apa loh asal bisa jaga diri. Jangan sampai terlibat skandal yang lebih dalam lagi.”
Alga menggeleng dengan kuat. “ Emang nggak ada... untuk saat ini,” ucapnya terdengar ragu.
Matius berdecak-decak keheranan. “ Sayang sekali wajah tampanmu itu nggak dimanfaatkan untuk dapet pacar.”