Festival ulang tahun kampus akan diadakan beberapa hari lagi. Semua UKM mulai sibuk mempersiapkan acara yang akan mereka tampilkan di stand mereka. Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, UKM seni lukis akan menjual jasa mereka dengan menggambar karikatur bagi para pengunjung stand. Selain itu, ada tambahan ide lain dengan menjual pembatas buku dengan lukisan tangan mereka sendiri. Tentu saja hal itu membuat mereka butuh waktu untuk menyelesaikannya agar saat festival nanti mereka bisa punya banyak stok.
Gambar-gambarnya pun yang sederhana saja karena memang kebanyakan mahasiswa nggak terlalu suka dengan gambar yang ramai atau terlalu mencolok. Cukup lukisan dengan warna-warna pastel yang pasti akan sangat disukai, terutama bagi perempuan yang seringkali ingin buku catatan mereka terlihat rapih dengan pembatas-pembatas buku. Kalau cowok sih, bawa buku catatan aja udah syukur.
Elsya begitu penasaran ingin mengintip gambar yang Alga buat, tapi pria itu seolah menyadarinya dan terus terusan menutupi gambarnya agar tidak terlihat. Gadis itu pun mencebik kesal. “ Pelit banget.”
“ Nggak usah kepo sama kerjaan orang. Nanti lo nyontek lagi.”
Elsya membulatkan matanya. “ Kita... “ ucapannya menggantung begitu saja menyadari banyak tatapan yang mengarah padanya. Tak mungkin ia membahas seperti apa hubungannya dengan Alga dulu.
“ Elsya nih tau aja yang bening,” goda Katrina yang membuat Elsya kembali ingin mengelak. Tatapan seniornya itu jelas mengatakan jika ia sedang menggoda Alga. What the hell!
Lebih baik Elsya diam dibanding meladeni seniornya itu, nanti akan panjang urusannya.
“ Tapi pacar Elsya juga ganteng loh. Kayak oppa-oppa Korea,” ucap Tiara yang memang sering melihat pacar Elsya datang ke kampus. “ Tapi dia bukan anak sini ya kan, Els?”
“ Hah? Itu... “
“ Elsya udah punya pacar?” tanya Anya yang terlihat sangat penasaran.
Semua mata benar-benar tertuju pada Elsya, membuat gadis itu merasa ciut di tengah-tengah tatapan penuh rasa penasaran di sekitarnya. “ Pu—punya, kak.”
“ Kalah lo, Nya!” Johan melempari Anya dengan gulungan kertas kanvas.
“ s****n! Terus lo sendiri apa?” balas Anya yang kembali melempar gulungan kertas itu.
“ Ya udah ngapain pada berantem sih.” Katrina berusaha melerai. “ Mending kalian jadian, biar punya pacar juga kayak Elsya.”
Seketika Johan dan Anya saling bertatapan lalu memasang wajah ingin muntah. “ Mending gue jomblo seumur hidup.”
“ Mending gue pacaran sama Anya Geraldine.”
“ Emang dia mau sama lo?” balas Anya yang sudah sering mendengar dirinya dibandingkan dengan aktris yang cantik itu.
“ Nggak bakal mau lah,” balas Katrina sambil tertawa. “ Kalau Anya KW pasti mau kan.”
“ Ogah!”
Seketika ruang UKM Seni lukis yang tadinya sepi jadi mendadak ramai, semua orang saling meledek satu sama lain. Tentu saja hal ini membuat mereka cukup terhibur disela deadline menyelesaikan lukisan masing-masing. Elsya sampai tertawa melihat pertengkaran antara Anya dan Johan, seolah mengingatkannya dengan hubungannya bersama Alga dulu. Awalnya mereka pun tak akrab, tapi ia yang tidak tau diri ini seolah ingin menempel terus ke Alga.
Melihat tawa dan senyum Elsya, membuat Alga seketika ikut tersenyum. Sudah lama rasanya tidak membuat gadis itu tertawa lepas seperti ini. Yang ada ia hanya bisa membuatnya menangis terus. Memang sudah seharusnya kisah mereka berakhir, bahkan sebelum kisah mereka dimulai.
“ Pacar lo kuliah jurusan apa?” tanya Tiara penasaran. Seketika yang lain pun ikut memperhatikannya yang sedang mengajak ngobrol Elsya.
“ Oh, arsitektur. Baru semester tiga sih,” ucap Elsya yang merasa kikuk.
“ Wah! Keren dong arsitektur. Calon oppa mapan nanti tuh,” ucap Anya yang heboh sendiri.
Alga langsung saja berdehem. “ Gue juga calon arsitek kok.”
Semua orang mendadak mengalihkan pandangan ke arah Alga, tapi dengan tatapan meragukan.
“ Lo kan kuliah buat title doang, ujung-ujungnya juga nyemplung di dunia hiburan. Jadi artis. Ngapain susah-susah kuliah arsitek?”
Pertanyaan seperti itu seolah membuat Alga merasa dilempari batu yang begitu besar. Ia pun berusaha tersenyum. “ Pendidikan emang penting, tapi gue emang mau jadi arsitek kok.”
“ Bukannya gedean gaji jadi artis?” tanya Johan kali ini.
“ Wei! Arsitek kalau dapet proyekan gajinya bisa buat beli mobil cuy!” balas Katrina.
“ Tau darimana lo? Mantan lo?” balas Johan. “ Apa mantan gebetan yang malah nikahin bidan itu?”
“ b******k ya mulut j*****m lo!” Ingin sekali Katrina menyumpal mulut Johan dengan cat literan miliknya.
Johan malah nyengir tanpa rasa bersalah.
“ Tapi kerja sesuai impian jauh lebih menyenangkan kali,” balas Alga kali ini.
“ Iya sih.” Semua mulai membenarkan.
“ Tapi lo nggak ngejoki tugas kuliah, kan?” tanya Tiara yang rasanya bingung sendiri bagaimana Alga membagi antara pekerjaannya di dunia hiburan dengan kuliahnya. Pasti sangat berat.
“ Nggak lah. Gue nggak suka tugas gue dikerjain orang lain.”
***
Begitu kegiatan UKM selesai, Elsya langsung keluar dari ruangan dan bersiap untuk bertemu Windi. Kebetulan sore itu mereka janjian untuk jajan di street food daerah Jakarta Selatan.
Namun sialnya, ternyata hujan turun sangat deras. Entah sejak kapan karena ia memang tak keluar dari ruang UKM sama sekali dan kebetulan ruang UKM pun kedap suara. Karena ada banyak ruangan di gedung UKM, jadilah pengedap suara dipasang agar tak mengganggu ruang UKM lain dan saling menjaga privasi.
Gadis itu jadi berdiri di teras depan gedung, menatap langit yang menjadi begitu gelap. “ Gue benci hujan.” Ia tertunduk, menatap rintikan air yang membasahi flat shoesnya.
Melihat seseorang berdiri di teras depan sembari menunduk, Alga jadi terdiam sejenak di dekat pintu masuk. Pria itu enggan ke sana, tepatnya ia takut kembali rapuh dan merengkuh gadis itu kembali seperti dulu. Matanya kemudian menatap hujan yang turun sangat deras. Hujan ini mengingatkannya jika Elsya pernah membantunya dengan senang hati untuk menemukan kedua orang tua kandungnya. Satu-satunya hal yang justru membuat Alga menyesal, seharusnya ia tidak pernah tahu siapa kedua orang tua kandungnya. Dengan begitu ia tak perlu merasa terbebani ketika berada di samping Elsya.
Tanpa tahu asal usulnya, mungkin Alga bisa merasa pantas untuk Elsya. Tanpa tahu darimana darah yang mengalir di dalam tubuhnya ini, mungkin ia bisa bersama dengannya.
“ Gue benci banget sama hujan.” Kata-kata itu terdengar di telinga Alga meski sangat pelan.
Elsya kembali mengangkat wajahnya dan bersiap berjalan menembus hujan. Namun entah kenapa langkah Alga jauh lebih cepat dan tangan pria itu berhasil menahan lengan Elsya hingga gadis itu tetap pada tempatnya.
“ Lo ngapain?” Elsya menatap tangan Alga yang mencekal lengannya.
“ Lo yang ngapain? Udah tau ujan masih mau jalan aja.”
“ Gue mau pulang.”
“ Lo nggak bawa payung?” tanya Alga yang justru terdengar bodoh. Kalau Elsya bawa payung pasti sudah dia pakai dari tadi.
Elsya menggeleng pelan.
Tanpa berpikir lagi, Alga langsung melepas jaket yang dia kenakan lalu memberikannya ke tangan Elsya. “ Udah tau nggak kuat dingin. Ngapain pake acara mau ujan-ujanan segala. Kalau flu, lo yang repot.”
“ Ini... “ Elsya menatap jaket berwarna navy di tangannya seiring Alga melepaskan cekalan di lengannya.
“ Lo pake aja. Terserah mau balikin apa engga. Kalau engga dibalikin ya udah, anggep aja dapet jaket dari model ganteng.” Alga tersenyum kecil, kemudian pria itu justru berlari menembus hujan, tanpa menatap ke belakang lagi.
Tidak.
Alga tak mau lagi melihat ke belakang karena ia tahu dirinya tak akan sanggup untuk tidak kembali dan memeluknya.
“ Alga s****n! Jangan perduliin gue kalau lo memang mau permainkan perasaan gue aja.”
***
Elsya menatap jaket yang kini dijemur di depan balkon kamarnya. Sengaja ia belum mencuci jaket itu dan memang tak berniat mengembalikannya pada si pemilik. Aroma parfum Alga masih sama seperti jaman pria itu masih sekolah. Aroma yang kini melekat juga di tubuhnya. Rasanya benar-benar menenangkan, membuatnya merasa dipeluk.
“ Seharusnya kalau gue bisa melupakan lo, gue nggak akan segalau ini. Nyatanya gue masih aja galau karena kisah kita yang tragis. Lo meninggalkan gue tanpa alasan, perasaan gue seolah nggak terbalas. Tapi kenapa lo seolah peduli sama gue? Dan kenapa juga gue seneng dipeduliin sama lo?” Elsya seolah sedang berbicara pada jaket navy itu. “ Harusnya lo bersikap dingin seperti satu tahun terakhir di sekolah kita dulu. Tapi sekarang, meski sedikit... gue merasa kita bisa memulainya kembali. Walau gue harusnya sadar, gue nggak berhak memulai apapun lagi sama lo. Karena gue udah punya cowok. Kok gue kayak cewek b******k ya, Al?”