Chapter 37

1576 Words
"Kakak Aqlam, selamat ulang tahun dari Lia kecil," suara imut terdengar. Aqlam yang sedang menyuapkan makanan ke dalam mulutnya tersenyum. Dia kembali menurunkan sendok yang dia pegang dan melihat ke arah Lia kecil. "Terima kasih Lia kecil." Glung glung Lia kecil mengangguk kuat. "Semoga kak Aqlam diberikan kesehatan dan kebahagiaan selalu, Allah lindungi kak Aqlam dari segala mara bahaya," Lia kecil berdoa. "Amin." Lia kecil mengaminkan doanya. Atika tersenyum geli ke arah Lia kecil yang sedang menengadahkan tangannya seperti berdoa. Nibras juga tersenyum geli.  "Uuhh, manisnya Lia kecil ini, nenek Lala ingin cubit pipi Lia kecil, uuhh, gemes deh." Jihan Kamala terlihat gemas terhadap tingkah dari Lia kecil. Lia kecil tersenyum manis ke arah semua anggota keluarganya yang ada di meja makan. "Apakah kak Aqlam akan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk kakak ipar?" tanya Lia kecil. Aqlam mengangguk. "Ya, hari ini kak Aqlam akan pergi lagi," jawab Aqlam. "Kak Aqlam, bolehkah Lia kecil juga ikut ke rumah sakit untuk menjenguk kakak ipar?" tanya Lia kecil dengan tatapan berharap. Aqlam tersenyum geli. "Tentu saja boleh. Kenapa tidak?" Aqlam menjawab. "Yes." Lia kecil senang dengan jawaban Aqlam. Lia kecil melihat ke arah nenek buyutnya. "Nenek Lia, hari ini Lia kecil akan ke rumah sakit untuk menjenguk istri masa depan dari kak Aqlam, jadi nanti Lia kecil tidak bisa bermain bersama dengan nenek Lia hari ini, nenek Lia jangan sedih yah? Lia kecil akan pergi hanya sebentar saja," ujar Lia kecil dengan suara lembut ke arah Lia besar. "Um? Uh ...." Lia besar memandang bingung ke arah Lia kecil lalu dia menoleh ke arah suaminya. "Suamiku ...." "Aku di sini Lia." Sahut Agri lembut. "Apakah hari ini aku akan sendiri tanpa diriku yang kecil?" tanya Lia dengan suara tuanya. Agri tersenyum lembut. "Lia sayang, Lia kecil akan pergi hanya untuk sementara saja, dia pergi untuk menjenguk istri masa depan dari Aqlam, cicit laki-laki kita, nanti ada aku yang akan menemanimu kemana saja," jawab Agri lembut. "Oh ... baiklah ...." Lia manggut-manggut. Agri tersenyum lembut ke arah istrinya. °°° "Aku tidak menyangka, Aqlam sudah berusia tiga belas tahun, sudah empat belas tahun kita menikah," Atika tersenyum. Nibras yang sedang memakai jas kantornya mengangguk. "Ya, sudah tiga belas tahun Aqlam hari ini,"  Namun, wajah Atika tiba-tiba terlihat murung. "Chana belum juga bangun, aku khawatir mau sampai kapan Chana koma?" ujar Atika. Nibras menoleh ke arah istrinya, apa yang dikatakan oleh Atika benar. Chana belum juga sadar. Nibras juga khawatir. "Huuh! Aku harap situasi ini segera berlalu, aku berharap Chana segera bangun dari koma,"  "Kita tidak bisa merayakan seratus tahun kakek Agri dan ... ulang tahun Aqlam hari ini ...." Atika muram. "Wajah Aqlam juga tidak bahagia seperti biasanya sudah dua bulan ini," lanjut Atika. Nibras mengangguk. "Aku harap Chana segera bangun," Nibras melihat ke arah istrinya, perempuan yang telah dia nikahi 14 tahun yang lalu penuh dengan perjuangan hingga ia hampir mati. Hap Cup Nibras mengecup kening istrinya. "Terima kasih Atika," ujar Nibras. "Terima kasih karena kau telah memilih menjadi istriku dan ibu dari anak kita." Nibras memeluk istrinya. Wajah Atika tersipu malu-malu. Perjuangan untuk mereka menjadi sepasang suami istri sampai sekarang tidak mudah. Banyaknya cobaan dalam hidup mereka di masa lalu. Mereka hanya punya satu anak saja. Dia dan suami berniat memiliki anak lagi, namun sepertinya itu belum terwujud. °°° "Hari ini Aqlam ulang tahun, Ben." Ujar Popy. Dia sedang menerima roti bakar yang di berikan oleh suaminya. Ben mengangguk. "Oh ... aku kadang tidak tahu," ujar Ben. Popy tersenyum. Tentu saja suaminya itu tidak tahu, karena sang suami kurang menyukai Aqlam. "Habiskan sarapan, aku akan mengantarkanmu ke kantor." Ujar Ben. Glung glung Popy mengangguk. "Bunda mau ke rumah sakit, mau jenguk Chana lagi." Ujar Moti. "Oh, sekalian hari ini papa Iqbal dan mama Laras harus ke rumah sakit untuk kontrol kan?" Moti memandang ke arah mertuanya. Iqbal mengangguk. Dia dan istrinya selama satu bulan di rumah sakit karena stroke yang mereka terima ketika mendengar musibah yang dialami oleh Chana. Randra mengangguk. "Baik, nanti kita akan ke sana." Moti tersenyum. "Pasti hari ini Aqlam akan ke rumah sakit lagi, dia ini setiap hari selalu menyisihkan kesempatan untuk menjenguk Chana, anak yang manis." Ujar Moti. "Ya, dia anak yang manis." Randra mengikuti saja perkataan sang istri agar hati istrinya senang. Tadi malam mereka menghabiskan waktu berdua di tempat tidur sambil berpelukan mengingat masa lalu mereka ketika masih sekolah. Randra puas dengan hidupnya. Gadis yang dia sukai dari sekolah sampai sekarang masih menemaninya.  "Minum s**u," Randra memberikan segelas s**u ke arah Moti. Moti menerimanya. Randra membetulkan kerudung yang dipakai oleh Moti. "Kakek Ran dan nenek Momok ah ... sudahlah! Opal lihat saja Opal jadi cemburu." Naufal, bocah 7 tahun itu pura-pura menutup matanya malu. "Hahahaha!" Moti tertawa geli. Tak Tak Tak Tiba-tiba ada suara lari dari seorang pelayan. "Tuan, nyonya! Itu tuan! Nona Chana sudah bangun!" °°° "Kita ke rumah sakit dulu Atika, Chana menunjukan tanda-tanda sadar." Nibras masuk ke dalam mobilnya. Atika mengangguk. Dia melihat ke mobil depan, di mobil itu ada putranya dan juga Lia kecil yang menaiki mobil itu. Suaminya mendapat telepon dari rumah sakit Angta bahwa Chana menunjukan tanda-tanda sadar. Jemarinya bergerak.  "Semoga saja Chana benar-benar bangun, sudah dua bulan dia koma," ujar Atika. Nibras mengangguk. °°° "Kakak Aqlam, benarkah kakak ipar Chana sudah bangun?" Lia kecil bertanya ke arah Aqlam. "Benar, dari rumah sakit sudah menelepon." Jawab Aqlam. "Lia kecil senang jika kakak ipar sudah bangun dari tidur." Ujar Lia kecil senang. Aqlam tersenyum ke arah adik sepupunya.  Mereka berdua duduk di jok penumpang belakang. Aqlam mendapat kabar dari pengawal yang ditempatkan oleh Nabhan bahwa Chana telah sadar. Dokter sedang memeriksa kondisi Chana. °°° "Ran, ayo cepat! Momok mau ketemu Chana nih!" Moti tidak sabar lagi untuk pergi ke rumah sakit. Cucunya telah bangun dari koma. Randra yang sedang berjalan cepat ke arah istrinya sambil membawa jaket untuk sang istri mengangguk. "Baik, pakai dulu jaket,"  Sret Sret Randra memakaikan istrinya jaket. Ben dan Popy telah naik ke mobil, Naufal yang hari ini akan ke sekolah berubah pikiran, Popy menelepon pihak sekolah bahwa Naufal ijin untuk tidak masuk sekolah hari ini. Tentu saja pihak sekolah tidak berkomentar apapun, sebab sekolah itu milik Basri. Setelah memakaikan Moti jaket, Randra mendorong kursi roda istrinya dan menaiki mobil. Dia duduk di jok belakang bersama sang istri. Moti terlihat senang sekali. "Momok nggak sabar mau ketemu Chana, dia sudah sadar, udah lama banget Chana tidurnya," ujar Moti antusias. Randra tersenyum lembut.  "Tuan, apakah sudah siap?" tanya supir di depan. "Sudah, jalan dengan kecepatan sedang saja, istri saya tidak tahan banyak goncangan." Ujar Randra. "Baik tuan." Tanpa dibilang Randra pun, sang supir tahu bahwa majikan perempuannya itu dalam kondisi spesial. "Opal mana? Dia sudah naik di mobil sebelah?" Moti mencari cucu lelakinya. "Di mobil Ben dan Poko." Jawab Randra. "Papa dan mama sudah sampai di rumah sakit, sebentar lagi akan selesai kontrol," lanjut Randra. "Huuh! Ran." Moti memanggil suaminya. "Ya," "Momok pengen dipeluk sama Ran." Ujar Moti manja. Randra tersenyum geli. Hap Dari kemarin malam sampai sekarang, sang istri bertingkah manja. Randra memeluk sayang istrinya. "Huumm! Momok suka wangi Ran! Haruummm!" Moti yang berada di dalam pelukan Randra mencium panjang bau dari wangi suaminya. "Ah ... Momok seneng hari ini." Moti menggoyangkan pelan tubuhnya di dalam pelukan Randra. °°° "Nisa, aku akan ke Jakarta, Chana sudah bangun dari koma, baru saja om Febri meneleponku." Alan terlihat sudah siap untuk pergi ke Jakarta. "Aduh ... hari ini aku harus ke sekolah Dimas untuk rapat orang tua," Finisa terlihat cemberut. "Tidak apa, setelah dari sekolah, kau dan Dimas langsung ke Jakarta saja," ujar Alan. "Ok." Finisa mengangguk. "Dua bulan dia koma, Alhamdulillah sekarang sudah sadar." Ucap Finisa mengantar suaminya keluar pintu. "Sebelum ke sekolah Dimas untuk rapat, kau ke kantorku dulu, ini kunci kantor, serahkan berkas yang ada di map merah untuk sekretarisku, itu adalah kontrak yang sudah aku tandatangani."  "Aku sudah menelepon bu Ririn." Ujar Alan. "Baik."  "Aku pergi." Cup Alan mengecup kening istrinya dan menaiki mobil. Sudah ada supir, ada di mobil di belakang Alan, itu adalah mobil para bodyguard. °°° Sret Aqlam turun dari mobil, dia membantu sepupu kecilnya. "Hati-hati." Ujar Aqlam. Lia kecil mengangguk lalu turun. Lia kecil melihat di sekeliling rumah sakit, tempat ini sudah dia datangi beberapa kali. Termasuk pernah sakit dan dirawat disini beberapa minggu yang lalu. Ketika Aqlam memegang tangan Lia kecil dan berjalan cepat menyusuri koridor rumah sakit, dia melihat banyak bodyguard Nabhan dan Basri sudah berjejer rapi. Mereka memberi hormat kepada Aqlam. "Tuan muda." Salah seorang pengawal memberi hormat. "Sudah selesai diperiksa?" tanya Aqlam. "Em ... dokter di dalam, ada sesuatu yang terjadi," jawab pengawal itu. "Apa itu?" Aqlam memandang ke arah pengawal itu. Aqlam merasakan perasaan yang tidak enak. Sret Tak Tak Tak Dia melepaskan genggaman tangannya yang sedang memegang tangan Lia kecil. "Lia kecil, paman ini yang akan mengantar mu."  "Baik." Lia kecil mengangguk. Tak Tak Tak Aqlam berjalan cepat, dia memasuki ruang rawat Chana. °°° Sret Sret Sret Kursi roda Moti didorong suaminya di sepanjang koridor rumah sakit, mereka menuju ruang rawat Chana. Moti tersenyum ketika dia melihat beberapa orang yang dia kenali, ada Atika dan Nibras.  "Nak Ibas, Atika." Panggil Moti senang. Sret "Hik! Hik! Hik!" Atika yang sedang sesenggukan itu menoleh ke arah Moti. "Tante Moti,"  "Amph!" Atika membungkam mulutnya. Rasanya dia ingin pergi ke pelukan Moti lalu memeluk wanita itu. "Ada apa?" Moti yang tersenyum itu memudarkan senyumannya. Tes Shh Atika menghapus cepat air mata yang turun. Dug Dug Dug Perasaan Moti tidak enak, dia melihat ke pintu rawat cucu perempuannya. "Ayo Ran, masuk." Sret Sret Sret Randra mendorong kursi roda Moti memasuki ruang rawat Chana. Ketika sampai di dalam ruang rawat itu, suasana di dalam ruang rawat cucu perempuannya itu dingin. Semua orang memandang iba ke arah dia dan Moti. Sret Randra menoleh ke arah Aqlam. Remaja yang hari ini tepat berusia 13 tahun itu mengepalkan kuat kepalan tangannya. Wajahnya terlihat tidak bersahabat. Lalu Randra melihat ke arah staf medis, dokter dan perawat. Wajah dokter terlihat menyesal. Di atas bed rumah sakit itu, cucu perempuannya telah duduk dan melihat ke arah mereka.  Randra tersenyum lembut karena melihat bahwa Chana telah membuka matanya, kini telah duduk bersandar di kepala ranjang. Sret Kursi roda Moti berhenti tepat di pinggir ranjang rumah sakit.  Sret Chana memandangi wajah Moti, wajah remaja 15 tahun itu serius. "Chana, nenek Momok kangen Chana," Moti melihat antusias ke arah cucu perempuannya. "Siapa ini?" °°° Saya menulis cerita ini di platform D.R.E.A.M.E dan I.N.N.O.V.E.L milik S.T.A.R.Y PTE. LDT Jika anda menemukan cerita ini di platform lain, mohon jangan dibaca, itu bajakan.  Mohon dukungannya. IG Jimmywall Terima kasih atas kerja samanya.  Salam Jimmywall.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD