Chapter 35

1580 Words
"Hahahahahahaha!"  Puk Puk Puk Busran tertawa tak karuan. Bukan cuma Busran saja, Gaishan dan Fathiyah tak sanggup menahan tawa mereka. Bahkan Gaishan sampai memukul-mukul meja karena terlalu terbawa suasana tawa. "Ssshhh ... huuuh ...." Jihan menarik dan mengeluarkan napas dongkol. Suaminya yang sudah tua itu terlalu konyol. "Hahahahaha!" Busran tak bisa menahan air mata karena meluap, banyak tawa. Jihan terlihat mengompres pipi kiri suaminya dengan kompres es batu. "Shhh! Pelan-pelan Jihan, sakit." Farel menggertakkan giginya kesal. Ciiit "Auwh! Sakit! Jangan ditekan!" Farel dongkol ke arah istrinya karena Jihan menekan kuat bekas tamparan dari lima jemari mungil di pipi kiri suaminya. "Kalau tahu sakit, kenapa konyol sekali menganggu Lia kecil? Dimana otakmu mas? Sudah tua jadi kau sudah mulai hilang akal." Balas Jihan dongkol ke arah suaminya. "Hahahahahaha!" Busran tertawa tak karuan.  "Rasakan itu! Itulah akibatnya jika melawan cucu perempuanku! Heum!" Busran mencibir kakaknya lalu pria 66 tahun itu mendengus. "Huuuuuh! Sial hari ini." Farel membuang napas kasar, dia menyesal mengerjai cucu dari adik lelakinya, Lia kecil. Setelah tangan Lia kecil terangkat, Farel mengambil ancang-ancang untuk menjauhkan boneka kelinci putih itu dari jangkauan tangan pendek dari Lia kecil, namun naas, tangan kanan Lia kecil dengan ayunan dan tekanan kuat berubah arah ke arah pipi kirinya. Dan hasilnya .... Cap lima jari mungil terlihat jelas di pipi kiri Farel. Lia kecil menamparnya kuat. Ya, menampar wajah Farel. "Lagian mas itu sudah tua begini, masih saja jahil ke Lia kecil, tahu rasa kan mas Farel," ujar Gea sambil menahan tawa. Farel melirik ke arah Lia kecil yang sedang berkumpul dengan sang ibu dan Gendhis. Dua kecil dan satu besar sedang main boneka kelinci di pinggir tempat sampah di ruang keluarga itu, ada sang ayah yang duduk dekat mengawasi ibunya, dan beberapa pelayan yang berjaga-jaga. Di luar dugaan Farel, pria tua itu tidak tahu bahwa kepribadian versi terbalik dari ibunya akan tiba-tiba muncul disaat dia sangat senang mengerjai cucu Busran itu. Sayang sekali, kesenangan itu tak bertahan lama. Kesenangan yang dia dapatkan hanya beberapa menit saja di balas dengan tamparan kuat dari cucu Busran ke pipi kirinya. "Didi, Lia kecil senang sekali bertemu denganmu," ujar Lia kecil tersenyum manis. Gendhis mengangguk malu-malu. "Gendhis juga ... senang bertemu ... dengan Lia kecil ...." ujar Gendhis dengan suara anak-anaknya. Lia kecil tersenyum, "nenek Lia, apakah nenek Lia senang bertemu dengan Gendhis?" tanya Lia kecil ke arah Lia kecil. Glung glung Lia besar mengangguk pelan. "Tentu saja senang wahai diriku yang kecil ...." jawab Lia besar dengar suara renta. Lia kecil tersenyum riang. Ketika Farel melihat senyum riang dari cucu Busran itu, dia mendengus. "Heum!"  "Ppffttt!" Gaishan menahan tawa. Pasti pamannya sedang menahan kesal lagi atau mengingat lagi dimana Lia kecil menampar pipi pamannya dengan kuat. °°° "Sedang aku pelajari apa yang sedang terjadi," ujar Mentari ke arah Busran. Busran dan Gea mengangguk mengerti. "Sebelum dia bertemu dengan Gendhis, kepribadian keduanya yang sedang menguasai dirinya, namun seketika berubah menjadi kepribadian pertama, menjadi anak berusia tiga tahun lagi. Lalu selanjutnya berubah lagi menjadi kepribadian yang kedua, ini masih dugaan sementara, pengendalian kepribadian dari Lia kecil belum terkontrol kemungkinan karena umurnya yang masih muda," ujar Mentari. Busran dan Gea mengangguk lagi. "Lalu apakah Lia kecil membutuhkan perawatan mental atau yang semacamnya? Aku takut jika ada kepribadian yang lain yang akan muncul tiba-tiba, seperti yang sudah kita ketahui bahwa ada dua kepribadian yang ada di tubuh Lia kecil," tanya Gea. "Perawatan mental aku pikir perlu, namun untuk penggunaan obat-obatan aku pikir tidak perlu karena tubuh Lia kecil masih muda," jawab Mentari. Gea mengangguk mengerti. "Sebenarnya perawatan dapat membantu, namun penyakit ini tidak dapat disembuhkan. Untuk metode pengobatan pada kepribadian ganda ini adalah psikoterapi dalam jangka panjang. Nah, tujuan psikoterapi adalah untuk menyatukan kembali seluruh kepribadian yang terpecah, ada tiga kepribadian dalam tubuh Lia kecil, jadi kita harus melakukan metode psikoterapis, namun usianya terlalu muda, hal yang perlu dijaga adalah jangan melakukan pelecehan seksual, kekerasan atau penganiayaan dan penelantaran, dalam kasus Lia kecil, tidak ada semua faktor yang Mentari sebutkan, namun bagi om Farel mohon menahan diri agar tidak jahil lagi terhadap Lia kecil, ini bisa merangsang emosi dari Lia kecil, seperti merangsang bahwa adanya bahaya dan akan muncul tiba-tiba kepribadian yang lainnya," (*1) ujar Mentari ke arah Farel yang sedang menyentuh pipi kirinya. Sret Semua mata memandang ke arah Farel. Farel yang ditatap seperti itu oleh keluarganya hanya mengangguk patuh. Glung glung "Baik, ini terakhir kali aku menjahili Lia kecil, kedepannya tidak lagi," ujar Farel. Mentari tersenyum geli.  °°° "Didi, nanti datang lagi ke sini yah? Lia kecil ingin bermain dengan Didi lagi," ujar Lia kecil ke arah Gendhis. Glung glung "U'um, nanti ... Didi em ...." Gendhis ragu dalam ucapannya, dia melihat ke arah ayah dan ibunya, berharap bahwa ayah atau ibunya akan mengijinkan dia datang lagi bermain bersama dengan sepupunya di masa depan. Ariansyah tersenyum geli. Dia menganggukkan kepalanya. "Nanti dimasa depan, Gendhis boleh datang ke sini lagi main bersama Lia kecil, sekarang kita harus pulang ke Yogjya, ayah dan ibu harus bekerja." Ujar Ariansyah lembut ke arah anak perempuannya. Glung glung Gendhis mengangguk mengerti. Lia kecil memandang ke arah Ariansyah. "Om Ari, tidak bisakah Didi tinggal bersama dengan Lia kecil dan nenek Lia saja disini?" tanya Lia kecil dengan penuh harap. Piww Wajah Busran tersenyum kikuk. Permintaan dari Lia kecil ini sungguh mustahil. Mana mungkin Ariansyah dan istrinya meninggalkan putri mereka satu-satunya untuk tinggal disini? Bisa saja, kecuali pasangan suami istri itu sudah gila. "Hehehehe," Mentari tersenyum geli. Sret Wanita yang telah menjadi istri Ariansyah selama lima tahun itu berjongkok di depan tubuh mungil Lia kecil. "Lia kecil, Didi akan pulang ke Yogya, Didi tinggal dengan tante Tari dan om Ari, Didi tidak bisa tinggal disini karena tante Tari dan om Ari kerja di Yogjya," ujar Mentari lembut. Wajah Lia kecil cemberut. "Tidak bisakah tante Tari dan om Ari pindah kerja saja di sini?" tanya Lia kecil penuh harap. Mentari tersenyum lembut. "Lia kecil, tante Tari dan om Ari ditugaskan di Yogyakarta, jika nanti ada hari libur, Gendhis akan datang ke sini dan bermain lagi bersama Lia kecil dan juga nenek Lia, bagaimana?"  Wajah Lia kecil muram. Dia melihat ke arah Mentari. "Tante Tari, bolehkah nanti malam Lia kecil menelepon Gendhis?" tanya Lia kecil dengan penuh harap. "Tentu saja boleh sayang, kenapa tidak?" jawab Mentari sambil tersenyum geli. Glung glung Lia kecil mengangguk puas. "Baiklah, Didi, hati-hati di jalan," "Um." Gendhis menganggukkan kepalanya. Sret Sebelum Gendhis digendong oleh Ariansyah, Lia kecil menggenggam tangan Gendhis. "Didi, nanti Lia kecil akan ceritakan mengenai kisah percintaan Lia kecil di telepon nanti malam, dadah!" Piw! "Uh?" tanda tanya menguasai wajah Gendhis, gadis tiga tahun itu tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh temannya. Plok Busran menepuk dahinya ketika mendengar ucapan absurd cucu perempuannya. Ariansyah melirik kikuk ke arah istrinya. "Hehehe," Mentari tertawa kikuk. Lia kecil memang ada-ada saja. Kisah percintaan apa yang akan dia ceritakan pada anaknya yang baru berusia tiga tahun? Mentari menggelengkan kepalanya, memang beginilah jika tubuh seseorang memiliki beberapa kepribadian. Tubuh mereka tidak mencerminkan umur mereka. Bisa saja tiba-tiba kepribadian dengan umur tiga tahun muncul, atau seperti yang sekarang ini, dewasa bisa jadi. °°° "Aku tidak pernah berpikir bahwa putri kita memiliki kepribadian ganda." Suara Frederic terdengar. Bushra sedang memijit pelipisnya, dia sedang memikirkan anak perempuan mereka. Busran baru saja memberitahu mereka mengenai perihal Lia kecil yang memiliki kepribadian ganda. Psikolog dan psikiater sudah menyimpulkan bahwa Lia kecil memiliki kepribadian ganda. Hati Bushra sungguh susah.  "Aku takut jika Lia ... kau tahu Eric, orang yang punya kepribadian ganda itu cenderung untuk melakukan bunuh diri, bagaimana jika ...." suara Bushra bergetar. Hap Frederic memeluk istrinya. "Jangan khawatir, papa bilang bahwa kemungkinan untuk itu kecil, karena di dalam tubuh putri kita ada kepribadian versi terbalik nenek dan kakekmu," ujar Frederic. "Uhm," Ssshhh Bushra mengusap wajahnya, dia sangat khawatir. "Bagaimana perawatannya? Apa harus ke bawa di rumah sakit jiwa?"  "Tentu saja tidak sayang, ada istri dari sepupumu, Mentari. Dia yang akan menangani putri kita, jangan khawatir." Ujar Frederic menenangkan istrinya. Sret Bushra melepaskan pelukan suaminya dan berbalik ke arah Frederic. "Eric, setiap satu bulan, kita harus ke Indonesia untuk melihat Lia," ujar Bushra serius ke arah suaminya. Glung glung "Baik." Tanpa pikir panjang, Frederic mengangguk setuju. Mereka telah pindah dan tinggal di Denmark selama satu bulan. Frederic ditunjuk menjadi duta besar Prancis untuk Denmark. Marc akan pindah sekolah dari Prancis ke Denmark, anak laki-laki tujuh tahun itu masuk ke sekolah internasional.  °°° Aqlam sedang serius mengutak-atik keyboard di notebook-nya. Di samping kiri, ada bed rumah sakit yang ditiduri oleh Chana. Setiap hari inilah rutinitas dari Aqlam, anak jenius itu. Pulang sekolah singgah sampai malam di rumah sakit untuk menemani Chana, lalu malamnya dia akan pulang. Rutinitas ini sudah dihafal oleh semua orang. Ketika dia sibuk dengan pekerjaannya sendiri, pintu ruang rawat Chana terbuka. Ben memasuki ruang rawat sang putri. Pria 45 tahun itu melihat remaja yang selalu menemani sang putri sudah beberapa lama ini. Ben sudah mulai terbiasa dengan sifat  Aqlam. Dia tidak lagi marah-marah pada remaja itu ketika mendekati sang putri.  Ben melihat jam arloji, "Sudah jam enam sore," ujar Ben. "Apakah kamu tidak pulang?" Aqlam mengetik sambil melirik ke arah Ben, dia tersenyum, "Om Ben, selamat sore," sapa Aqlam. Ben mengangguk. "Aqlam sedang menemani Chana duduk sore, seperti hari-hari biasa kami," jawab Aqlam, lalu dia melanjutkan melihat ke arah desktop dan mengetik. Ben berjalan masuk ke dalam ruang rawat anaknya, dia menyeret kursi lalu duduk di sisi yang bersebrangan dengan Aqlam. "Kamu pasti sudah tahu mengenai kondisi putriku," ujar Ben. Aqlam menghentikan ketikannya di atas keyboard, ini adalah percakapan serius. Tanpa melirik ke arah Ben, Aqlam berkata, "Ya, dokter Risa, dan kakek Febri sudah menjelaskan kondisi sebenarnya dari Chana." "Apa pendapatmu mengenai kondisi putriku?" tanya Ben. "Ledakan granat itu besar, namun aku bersyukur Chana masih bisa bertahan," jawab Aqlam, dia memberi jeda dalam jawabannya. Aqlam melihat ke arah Chana, dan berkata, "Perasaanku tidak akan pernah berubah arah dari Chana." Ben memandang lurus ke arah Aqlam. Sungguh jawaban diluar tebakanku, batin Ben. Dia tidak kaget lagi, karena memang putra Nabhan itu terlalu mencintai satu perempuan saja. °°° Saya menulis cerita ini di platform D.R.E.A.M.E dan I.N.N.O.V.E.L milik S.T.A.R.Y PTE. LDT Jika anda menemukan cerita ini di platform lain, mohon jangan dibaca, itu bajakan.  Mohon dukungannya. IG Jimmywall Terima kasih atas kerja samanya.  Salam Jimmywall.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD