Chapter 34

1749 Words
Naufal turun dari mobil, dia pergi ke rumah sakit untuk menjenguk sang kakak perempuan.  Di belakangnya, ada lima bodyguard, di depan ada dua bodyguard. Cucu kesayangan Randra dan Moti itu dilindungi bagaikan seorang pangeran. Salah satu bodyguard di belakang Naufal memegang helikopter yang kemarin dia jelaskan fungsinya kepada sang kakek. Ketika sampai di sebuah pintu ruang rawat yang banyak bodyguard berjaga, bodyguard di depan membuka pintu, ruang rawat Chana. Naufal masuk ke dalam, dia memberi salam kepada orang yang sedang menggunting kuku dari kakak perempuannya. "Assalamualaikum, kakak ipar. Opal datang ingin menjenguk kakak Chana," sapa Naufal. Aqlam berbalik ke arah Naufal yang berjalan mendekat ke arahnya. Remaja itu tersenyum manis. "Waalaikumsalam," balas Aqlam. Mata Aqlam melirik helikopter yang telah dia cipta dua minggu lalu. "Ada masalah dengan helikopter itu?" tanya Aqlam. Naufal mengangguk. "Ya, ada masalah, kakak ipar," jawab Naufal. "Apakah chip atau komponen lain tidak bekerja?" tanya Aqlam. "Chip dan komponen dari helikopter ini bekerja sangat baik," jawab Naufal. Dia berjalan duduk di kursi lain dekat dengan bed yang ditiduri oleh sang kakak perempuan. Aqlam mengerutkan keningnya, "Lalu masalahnya berada dimana?" Naufal menatap serius ke arah Aqlam, "Masalahnya berada pada kakek Busran yang selalu meneror Opal untuk meminjam helikopter milik Opal." "...." Beberapa detik kemudian. "Sudah dua mobil truk berisi helikopter yang kakek Busran beli untuk di tukarkan dengan milik Opal." "...." °°° "Gendhis," Ariansyah memanggil seorang gadis berusia tiga tahun. "Ya, ayah?" gadis tiga tahun itu menyahut. Ariansyah tersenyum lembut. "Apakah Gendhis belum tidur juga, apa yang Gendhis pikirkan, hm?" tanya Ariansyah lembut. Gadis tiga tahun itu tersenyum. "Ayah, apakah akhir pekan nanti Gendhis akan bertemu dengan saudara sepupu Gendhis yang lain?" tanya gadis tiga tahun itu. "Ya, tentu saja Gendhis akan bertemu dengan sepupu Gendhis, namanya adalah Lia, Gendhis bisa memanggil sepupu Gendhis dengan sebutan Lia kecil." Ariansyah mengangguk. °°° Lia kecil menatap serius ke arah depannya. Terlihat seorang gadis kecil berusia tiga tahun berdiri di depannya dengan tingkah takut bercampur malu-malu. Gadis kecil itu berdiri sambil mencengkram erat celana kain yang dipakai oleh seorang pria berusia 36 tahun. Ariansyah tersenyum geli dengan tingkah putrinya. Gendhis, sang putrinya itu melihat takut ke arah Lia kecil, namun dia juga terlihat penasaran dengan Lia kecil. Antara takut dan malu. Ini adalah pertama kalinya kedua gadis yang seumuran itu bertemu. "Ayo, bukankah Gendhis ingin bertemu dengan sepupu Lia kecil, hm?" Ariansyah bertanya lembut ke arah anaknya. Glung glung Gendhis mengangguk pelan nan malu-malu. "Lalu kenapa Gendhis tidak mau bertemu sekarang?" tanya Ariansyah lagi. "Em ... em ... ayah ...." ujar gadis tiga tahun itu pelan. "Ya?" Ariansyah menyahut. "Itu ... Gendhis ingin sekali bertemu dengan sepupu Lia kecil, tapi ...." ujar gadis kecil itu ragu-ragu. "Tapi apa hm? Bukankah Gendhis senang bertemu sepupu Lia kecil?" tanya Ariansyah. Glung glung Gendhis, gadis cilik yang rambutnya dikepang dua itu mengangguk pelan. "Tapi ... tapi Gendhis malu ...." jawab gadis itu. Ariansyah mengerutkan keningnya, "Gendhis malu kenapa?"  "Gendhis ingin sekali bertemu dengan sepupu Lia kecil ... tapi ... itu ... em ... em ...." gadis kecil itu menggigit bibir bawahnya gugup. Mentari dan Ariansyah saling melirik. Mentari menggelengkan kepalanya tanda dia tak tahu. Sret Gaishan yang berada tak jauh dari Ariansyah dan Gendhis itu berjalan mendekat dan jongkok di samping anak itu. "Tapi apa? Om Gaishan dengar dari ayah Ari kalau Gendhis sangat ingin bertemu dengan Lia kecil, kenapa sekarang Gendhis tidak mau? Ayo bilang ke om Gaishan, ada apa, hm?" Gaishan bertanya lembut. Gendhis melihat ke arah Lia kecil yang sedang memandanginya, lalu dia melihat ke arah Gaishan. "Om Shan ... Gendhis malu bertemu dengan sepupu Lia kecil, karena ... karena sepupu Lia kecil sangat cantik ... Gendhis ... Gendhis tidak cantik ...." jawab gadis cilik itu sedih. "Hahahahahahaha!" Gaishan terbahak-bahak. "Hahahahah!" tak hanya Gaishan, Ariansyah dan Mentari juga tertawa geli ke arah putri mereka. "Hahahahaha! Ari! Anak perempuanmu ini memang benar-benar mirip dengan tante Momok sifatnya ... mengakui kekurangannya tanpa takut ... hahahahahahaha!" Gaishan tertawa tak karuan. "Huh! Huuuh!" Gaishan mencoba berhenti tertawa. Tak Tak Tak Lia kecil mendekat ke arah Gendhis, lalu dia tersenyum manis ke arah Gendhis. "Kaukah Gendhis sepupuku itu?" tanya Lia kecil sambil tersenyum. "Un?" Gendhis melihat ke arah Lia kecil, lalu dia melirik ke arah Gaishan. Terlihat Gaishan menganggukkan kepalanya. "Katakan ya." Bisik Gaishan. Gendhis melihat ke arah Lia kecil dan tersenyum, lalu dia menganggukkan kepalanya pelan.  "Ya ... aku ... Gendhis ... em ... panggil Didi saja ... boleh ..." jawab Gendhis malu-malu. Ketika mendengar suara merdu nan malu-malu dari Gendhis, tatapan dari Lia kecil sedikit berubah. Sret Dia meraih tangan Gendhis dan merangkulnya. Mentari dan yang lainnya tersenyum senang, akhirnya Gendhis tidak malu-malu lagi. Mentari tersenyum melihat respon Lia kecil yang antusias kepada putrinya. Farel dan Jihan juga saling mengangguk puas. Ada tambahan seorang gadis lagi yang menjadi teman dari Lia kecil. Lia kecil merangkul tangan Gendhis, lalu dia berkata,"Bonjour Didi, Je m'appelle Ariella," (* Halo Didi, namaku Ariella. Terjemahan dari bahasa Perancis.) "..." Seketika ruangan itu sunyi. "Un?" Gendhis, gadis tiga tahun itu mengedip-ngedipkan matanya bingung ke arah Lia kecil. Sret Ariansyah dengan cepat melihat ke arah istrinya. Mentari terlihat terkejut, namun dengan cepat dia menguasai lagi dirinya. Farel dan yang lainnya mengerutkan keningnya bingung. Mentari melihat ke arah Ariansyah. "Kepribadian pertama, diri sejati."  °°° Busran tanpa aba-aba langsung ke rumah orang tuanya ketika dia mendengar bahwa, kepribadian pertama dari cucu perempuannya terbangun lagi. "Apa kau yakin itu benar-benar cucuku Ariela Achtiana Rousseau?" Busran tak melihat ke arah lain, hanya ke arah dua orang anak perempuan berumur tiga tahun yang sedang bermain di ruang keluarga Nabhan. Mentari mengangguk. "Ya, benar." "Lala ... kemana kepribadian Lia kecil yang biasanya?" tanya Busran. "Untuk sementara tertidur." Jawab Mentari. "Bisa kau jelaskan bagaimana sampai bisa tertidur?" kali ini mulut Gaishan yang gatal ingin bertanya. Mentari terlihat berpikir. Untuk satu menit, perempuan 32 tahun itu sedang mengolah otaknya. "Lia kecil belum bisa mengontrol emosi dan kepribadiannya, kepribadian yang lain akan muncul tiba-tiba atau seketika bisa disertai dengan rangsangan disekitarnya." Jawab Mentari. Bola mata Farel tidak pernah lepas dari tingkah Lia kecil yang sedang bermain sambil tersenyum cerah. Dia sangat antusias dengan Lia kecil yang sekarang. Sret Tak mampu menahan rasa penasarannya, Farel berdiri dan berjalan menghampiri kedua gadis kecil yang sedang bermain itu. Tak Tak Tak "Mas, mau ngapain?" Jihan bertanya. Namun Farel hanya memberikan isyarat menggelengkan lima jarinya. Tak Tak Tak Sret Farel berhenti di depan Lia kecil yang sedang bermain. Street "Uh?" Lia kecil mendongak ke atas, dia terlihat bingung dengan maksud dari kakak dari kakeknya itu. "Kakek Farel ... mau ... main bersama ... Ari dan Didi?" tanya Lia kecil dengan suara imut bercampur lembut. Terdengar logat bahasa Prancis yang kentara dari Lia kecil. "..." Farel memandangi wajah Lia kecil seperti baru pertama kalinya dia melihat gadis kecil di bawah lututnya ini. "Kau ... memanggilku apa?" tanya Farel memastikan. "Kakek Farel ...." jawab Lia kecil. Busran menggaruk dagunya, apa sebenarnya yang ingin dilakukan oleh kakaknya ini.  "Kakek Farel?" Farel menaikan sebelah alisnya. Glung glung Lia kecil mengangguk pelan. Sret Farel menunjuk ke arah Busran. "Siapa yang duduk di sana?" Lia kecil menoleh ke arah ditunjuknya Farel, lalu dia menjawab. "Kakek Busran." Jawab Lia kecil. Sret "Yang itu?" Farel menunjuk ke arah Gea. "Nenek Gea," jawab Lia kecil. Sret "Yang disana?" "Nenek Lala," Sret "Yang itu?" "Om Shan." Sret "Yang itu? "Tante Fathi." Sret "Yang ini?" Farel menunjuk ke arah dirinya sendiri. "Kakek Farel," jawab Lia kecil. Busran menatap bingung ke arah kakak lelakinya. "Sedang apa dia menunjuk kita? Memangnya kau pikir cucuku itu tidak tahu anggota keluarganya?" ujar Busran. "Ck! Diam kau!" Farel menatap ke arah adiknya. "Aku sedang berbicara dengan cucumu." Sambung Farel. Lalu dia melihat ke arah Lia kecil. Sret Farel jongkok. "Ini apa?" tanya Farel ke arah boneka kelinci di tangan Lia kecil. "Boneka kelinci ...." jawab Lia pelan. Busran memutar bola matanya, "ada apa denganmu kak? Kau pikir cucuku bodoh tidak tahu boneka kelinci?" Farel tidak menghiraukan adiknya. "Ini apa? Manusia atau boneka kelinci?"  Plok Jihan menepuk kesal dahinya ketika melihat tingkah kekanakan suaminya. Ariansyah dan Mentari terlihat cengo. Gaishan dan Fathiyah saling melirik. "Kurasa om kamu itu sudah mulai lupa ingatan." Fathiyah berbisik ke telinga suaminya. Glung glung Gaishan mengangguk membenarkan. Lia kecil memandang ke arah samping kirinya, dia menjawab, "ini Didi, dia manusia bukan boneka kelinci ...." jawab Lia kecil dengan suara kecilnya. "Aku siapa?" tanya Farel lagi. "Kakek Farel." Jawab Lia kecil. "Apa aku anakmu?" tanya Farel lagi. Gleng gleng Lia kecil menggelengkan kepalanya. "Lalu aku siapamu?" tanya Farel lagi. "Kakek Farel ...." jawab Lia kecil pelan.  Matanya memerah ketika dia melirik ke arah Busran, meminta pertolongan. Kakak dari kakeknya ini terlihat galak dan menakutkan. Farel tersenyum lebar. "Rupanya kepribadian yang lain tertidur, ini saatnya aku membalaskan dendam, hahahahaha!" Farel tertawa setan. Srer "Um ...." Lia kecil mundur sedikit ke belakang, dia melihat ke arah Busran dan Gea dengan mata berkaca-kaca. "Kakek Busran. ..." panggil Lia kecil dengan suara serak akan menangis. "Kakak, jangan konyol, dia anak kecil, jangan mengganggu anak-anak, kau sudah tua dan bau tanah," ujar Busran. Sret Lalu dia hendak berdiri ke arah sang cucu untuk menjauhkan cucu perempuannya dari rencana jahat sang kakak. "Hehehehe, tenang kakek Farel tidak menggigitmu, hanya ingin ...." Sret "Ah ... boneka kelinci ...." suara Lia kecil terdengar akan menangis. Farel terlihat senang ketika menindas cucu adiknya. "Ayo main dengan kakek Farel," ujar Farel sambil tersenyum lebar. Gleng gleng Lia kecil menggelengkan kepalanya. "Oh Tuhan, om Farel ini kekanakan, apa masa kecilnya tidak bahagia?" Fathiyah mencibir. Gaishan terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ya, tidak bahagia di masa tuanya karena tidak ada cucu perempuan yang mengajaknya main boneka kelinci." Gaishan membalas ucapan istrinya dengan lain pendapat. Jihan tidak habis pikir dengan suaminya. "Ayo ambil!" Sret Lia kecil mendongak ke arah boneka kelinci yang di pegang oleh Farel di atas kepalanya. Sret Sshh "Eits! Meleset!" ujar Farel sambil tersenyum setan. Sret Pria 69 tahun itu dekatkan lagi boneka kelinci ke arah Lia kecil. Sret Shhh "Ouhhh! Hampir saja!" Farel membuka lebar giginya ke arah Lia kecil. "Hentikan kak, kau konyol, kembalikan boneka Lia kecil." Ujar Busran dengan wajah dongkol. Farel sedang mempermainkan cucu perempuannya. "Ayo ambil! Ayo ambil!" Lia kecil ingin menggapai boneka kelinci putih itu, namun tangannya yang pendek tidak bisa, dia tahu, jika dia mencoba meraihnya lagi, pasti kakek Farel akan menjauhkan boneka kelinci itu lagi darinya. Hatinya sedih, dia ingin menangis sekarang juga. Tak Tak Tak "Oh astaga ... apa yang laki-laki itu lakukan kepada diriku yang kecil? Diri kecilku yang malang ...." terdengar suara tua renta seorang wanita. Agri sedang merangkul Lia berjalan, sedangkan ada tiga orang pelayan yang membantu menopang tubuh mereka agar tidak oleng dan jatuh. "Oh tubuhku yang kecil ...."  Sret Ketika mendengar suara tua yang renta itu, tatapan Lia kecil sedikit berubah. Farel tersenyum lebar, gigi-giginya kelihatan jelas sekali, bahkan gigi taring yang ompong juga terlihat jelas. "Ayo ambil! Ayo ambil! Aha! Ambil! Ambil!" seru Farel tersenyum setan, dia mendekatkan boneka kelinci itu ke arah Lia kecil lalu dia menjauhkan lagi boneka kelinci itu, Farel melakukannya berulang-ulang. Tangan Lia kecil terangkat, Farel sangat senang, dia akan mengerjai cucu Busran ini ketika nanti jemarinya menyentuh bulu boneka kelinci itu, dia akan menjauhkannya secepat mungkin agar cucu Busran itu tak dapat meraih boneka kelinci. "Ayoo!" seru Farel. Sret Tangan Lia kecil terangkat dan... PLAK! "..." Ruangan itu sunyi seketika. Mentari melototkan matanya. Bola mata Gaishan hampir lompat dari sarangnya. Wajah Farel kaku, seruan 'ayoo' tadi berhenti di tengah jalan. Mulutnya terbuka lebar. Fathiyah melihat ke arah wajah Farel, terlihat... Tanda lima jari dari tangan mungil yang menempel di pipi sebelah kiri Farel. "Berani sekali kau Farel, bocah busuk! Berani mempermainkan ibumu." °°° Saya menulis cerita ini di platform D.R.E.A.M.E dan I.N.N.O.V.E.L milik S.T.A.R.Y PTE. LDT Jika anda menemukan cerita ini di platform lain, mohon jangan dibaca, itu bajakan.  Mohon dukungannya. IG Jimmywall Terima kasih atas kerja samanya.  Salam Jimmywall.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD