Chapter 22

1630 Words
"Untung saja kamu jago Naufal, jadi bisa selamat," ujar seorang anak berusia tujuh tahun berwajah bule ke arah Naufal, sang sepupu. Glung glung Naufal mengangguk kuat. "Ya benar, beruntung aku jago beladiri! Aku juga pintar mengecoh mereka! Mereka semuanya ditipu olehku!" Naufal, anak yang juga berusia tujuh tahun itu membanggakan dirinya ketika dia menceritakan cerita yang dia alami di waktu perkemahan versinya sendiri. "Wah! Hebat!" Marc, sang sepupu dari Naufal itu memandang takjub ke arah Naufal. "Pria itu menamparku! Heum! Aku meludahi wajah jeleknya! Dia hanya iri dan cemburu ketika melihat wajah tampanku ini! Ini kau lihat Marc!" Naufal mendengus ketika membicarakan bahwa dia meludahi pria yang menamparnya. Dia bahkan menunjukan wajahnya yang mulus dan bersih, tak lupa juga dia menunjukan bekas luka yang telah mengering di sudut bibirnya. "Wajahku ini terlalu tampan, makanya pria itu iri! Apa kau tahu wajahnya?" Naufal bertanya antusias ke arah Marc. Marc menggelengkan kepalanya, tentu saja anak itu tidak tahu wajah dari pria yang menampar Naufal, sebab dia tidak ada di tempat kejadian, ada-ada saja Naufal ini. "Wajahnya jelek! Banyak bopeng jerawat! Banyak luka! Banyak komedi-komedo hitam yang mengelilingi seluruh wajahnya!" ujar Naufal bersemangat ketika mendeskripsikan bagaimana wajah pria yang menamparnya. "Hahahahahahaha!" Marc tertawa terbahak-bahak ketika mendengar diskripsi Naufal mengenai pria yang memukul sepupunya itu. Randra yang mendengar percakapan antara cucunya dengan cucu Busran itu hanya tersenyum geli. Naufal, sang cucunya membanggakan dirinya ketika lari dari kejaran para pemburu, Naufal bahkan tidak menceritakan dimana saat-saat dia mengalami perasaan putus asa ketika dia merasa lelah dan terpojok oleh para pemburu, bahkan Naufal membanggakan wajahnya yang bagus di depan pria yang menamparnya dan meludahi wajah pria itu. "Ya! Terus saja kalian berdua bermain tanpa Lia kecil!" tiba-tiba terdengar suara gadis berusia tiga tahun dari belakang Randra. Sret Randra melihat ke arah Lia kecil yang menongka pingganya dan melihat tajam ke arah Marc sang kakak dan Naufal. "Eh? Ariella kan?" ujar Naufal ketika melihat wajah Lia kecil yang pertama kali dia lihat. Lia kecil memandang serius ke arah Naufal. "Kakak Naufal, aku akan mengingatkanmu lagi, kali ini dengan lembut mengingat ini pertama kalinya kita bertemu dan Lia kecil mengetahui bahwa kamu adalah kakak sepupuku, aku adalah Lia Rahmawati Farikin, kau bisa memanggilku dengan sebutan Lia kecil saja," ujar Lia kecil lembut ke arah Naufal. "Em??" Naufal memandang bingung ke arah kakeknya, Randra. Melihat kebingungan Naufal, Randra tersenyum. "Ya, panggil saja Lia kecil," ujar Randra. Glung glung Naufal mengangguk mengerti. "Baik Lia kecil, ayo bermain bersama kakak Naufal dan kakak Marc," panggil Naufal ke arah Lia kecil. Glung glung Lia kecil mengangguk ke arah Naufal, lalu dia tersenyum imut ke arah Randra yang sedang melihatnya. "Permisi kakek Ran yang masih tampan meskipun diusiamu yang sudah tua, Lia kecil akan lewat," ujar Lia kecil meminta permisi ketika berjalan melewati Randra. "Hahahaha," Randra tertawa geli dengan tingkah dari cucu Busran. Dia mengangguk lalu mempersilakan Lia kecil berjalan melewatinya dengan isyarat tangan. "Silakan," ujar Randra. Tak Tak Tak Lia berjalan mendekat ke arah Naufal dan Marc, lalu dia duduk di samping Naufal. "Besok kalian akan kembali ke Paris kan? Aku akan menceritakan kisahku melawan para penjahat ketika berkemah minggu lalu," ujar Naufal bersemangat. "Melawan penjahat?" tanya Lia kecil takjub ke arah Naufal. Glung glung Naufal mengangguk kuat. "Ya, melawan para penjahat, mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan diriku! Mereka itu lemah, kau tahu Lia kecil, aku mengecoh mereka bagaikan anak ayam yang tidak tahu arah pulang!" Naufal mulai menceritakan dan membanggakan lagi ceritanya ketika di perkemahan. "Wah!! Benarkah?" rahang Lia kecil terjatuh takjub ke arah Naufal. Glung glung Naufal mengangguk kuat. Randra sekali lagi tertawa geli mendengar penuturan dari sang cucu, ketika dia berbalik, dia menemui sang istri dan Marwa. Terlihat Moti memegang dua buah kotak hadiah. "Halo kakek Ran," Marwa tersenyum ayu ke arah Randra. Randra mengangguk. "Baru datang?" Marwa mengangguk, "ya, Awa dan yang lainnya baru datang, Awa duluan masuk mau ketemu nenek Momok, ah! Awa dengar ada saudara Awa yang dari Paris datang ke sini, jadi Awa dan mas Mail ingin bertemu dengan saudara kita," ujar Marwa. Randra mengangguk. "Ya benar, ada bersama Naufal disana," Randra menunjuk ke arah Naufal dan dua bersaudara yang sedang mendengarkan Naufal menceritakan pengalamannya lagi. Marwa mengangguk. Dia mendorong kursi roda Moti dan mendekat ke arah Naufal dan kedua cucu Busran dan Gea. Ada juga seorang pelayan yang mengikuti di belakang Moti dan Marwa. Randra mengikuti karena ada sang istri, meskipun ada pelayan Basri yang siap 24 jam, namun dia lebih memilih merawat istrinya sendiri. Ketika Moti dan Marwa mendekat ke arah tiga orang anak kecil itu, dia menyapa ramah dan senyum. "Halo, apakah ini Lia kecil yang cantik dan manis itu?" Sret "Aku meludahi wajah jeleknya!" Naufal, Marc dan Lia kecil menoleh ke arah Moti. "Apakah nenek Momok menganggu cerita kalian?" tanya Moti dengan nada menyesal. Gleng gleng Naufal dan Marc menggelengkan kepala mereka. "Tentu saja tidak nenek Momok!" ujar Naufal. Moti tersenyum. "Apa yang sedang dibicarakan oleh anak-anak yang tampan dan manis ini? Seru sekali, apakah nenek Momok boleh gabung?" Glung glung Naufal dan Marc mengangguk. "Tentu saja boleh nenek Momok," ujar mereka berdua serentak. Moti tersenyum. Lia kecil memandang penasaran ke arah Moti. Moti yang melihat tatapan penasaran itu tersenyum. "Ada apa Lia kecil? Apakah nenek Momok menganggu?" Lia kecil menatap serius ke arah Moti dan berkata, "kasihan sekali nenek Momok ini, Lia kecil sangat terharu dengan kisah dari nenek Momok," "Ya?" "Eh?" Randra dan Moti memandang bingung ke arah Lia kecil yang sedang memandang serius ke arah Moti. "Tenang saja, masa-masa sulit dari nenek Momok telah berlalu, sekarang nenek Momok punya keluarga yang mencintai nenek Momok dengan apa adanya, tanpa memandang fisik dari nenek Momok," ujar Lia lagi. "..." Randra dan Moti memandang ke arah Lia, lalu mereka memandang ke arah kursi roda yang dipakai oleh Moti. Plok Bushra menepuk dahinya ketika mendengar ucapan dari sang anak. Sedangkan Frederic ingin sekali bersembunyi di kolong meja. Putrinya ini apakah dia tidak tahu bahwa orang yang sedang dia bicarakan itu punya suami yang luar biasa membuat orang menggigil ketakutan? Tentu saja putrinya ini tidak tahu, tapi Frederic tahu pasti, Frederic menelan susah air ludahnya. Dia memandang kikuk ke arah Popy dan Alamsyah yang bersama dengan mereka hendak menuju ruang keluarga tempat dimana tiga anak itu bercerita ria. Lalu pria 40 tahun itu memandang ke arah Randra dan Moti. "Maafkan Lia kecil, em...memang tanpa sebab putri saya itu suka berbicara ngaur...em...bahkan orang lain juga merasa agak tersinggung...tapi...dia adalah hanya anak tiga tahun...masih belum tahu apa-apa," ujar Frederic dengan nada menyesal, dia menunduk ke arah Randra dan Moti. Moti tersenyum geli ke arah Frederic. "Tidak apa-apa, tidak perlu diambil hati, memang apa yang dikatakan oleh Lia kecil ini adalah benar, sekarang tante Momok ini punya keluarga dan orang-orang yang menyayangi tante Momok dengan apa adanya, jadi nak Eric tidak perlu rasa bersalah dan menyesal dengan apa yang diucapkan oleh Lia kecil, tante Momok sangat suka dengan Lia kecil, dia sangat imut," Frederic tersenyum lega. Tante dari istrinya tidak tersinggung, berarti suaminya juga tidak tersinggung. "Hehehehe!" Moti tertawa geli. °°° "Ini hadiah untuk Lia kecil dan juga Marc, nenek Momok tidak tahu jika Lia kecil dan Marc mau datang kesini, jadi nenek Momok tidak memilih hadiah waktu di Athena dan Delhi," ujar Moti dengan nada menyesal. Marc dan Lia kecil menerima hadiah yang diberikan oleh Moti. Marc menggeleng. "Tidak apa-apa nenek Momok, nenek Momok paling baik, terima kasih atas hadiah ini," ujar Marc sambil tersenyum cerah ke arah saudari kandung dari neneknya, Gea. Glung glung Lia kecil mengangguk kuat membenarkan ucapan dari kakaknya. "Benar, nenek Momok adalah nenek yang paaaaaaaling baik, bolehkah Lia kecil mengecup pipi nenek Momok?" ujar Lia dengan wajah penuh harap. Glung glung "Tentu saja boleh, mengapa tidak? Lia kecil kan juga cucu dari nenek Momok, hahahaha!" Moti mengangguk dan tertawa geli. Hap Lia kecil memeluk Moti yang berada di kursi roda. "Mmcccuuuuaaaah!" ciuman panjang dia berikan di pipi kanan Moti. "Mmcccuuaaahh!" Moti membalas kecupan dari Lia kecil di pipi kiri gadis tiga tahun itu. Keluarga Moti yang ada disitu tertawa geli. "Hahahahaha!" Tingkah dari Lia kecil sungguh menghibur mereka. °°° "Dimana Ismail?" Popy bertanya ke arah Daimah. "Oh? Ismail?" Daimah baru sadar bahwa putranya itu tidak ada diruang keluarga Basri. "Mas, dimana Mail?" Daimah bertanya ke arah suaminya. "Tadi aku menyuruhnya untuk ke mobil, hadiah untuk Marc dan Lia kecil lupa aku ambil," jawab Alamsyah. "Oalah...lupa hadiah untuk Marc dan Lia toh," ujar Daimah sambil manggut-manggut. Alamsyah mengangguk. "Ya, lupa." Tak Tak Tak Tak Tak berapa lama kemudian Ismail, sang anak sulung dari Alamsyah berjalan mendekat ke arah ruang keluarga Basri sambil menenteng dua buah kado, satu untuk Marc dan yang lainnya untuk Lia kecil. "Ayah, ini kunci mobil," Ismail memberikan kunci mobil ke arah ayahnya. Alamsyah menerima kunci mobil itu. Ismail menyerahkan lagi kado hadiah di tangannya. "Ini juga hadiahnya," Alamsyah mengambil lagi dua kado itu. Setelah mengambil kado itu, Alamsyah tersenyum ke arah Marc dan Lia kecil. Sret Alamsyah memberikan kado pertama untuk Marc. "Ini hadiah untukmu, jangan marah jika tidak mahal, om baru ingat kalau kalian akan pulang besok," ujar Alamsyah. Hap Marc mengambil hadiah itu, dia menggeleng. "Tidak apa-apa, ini sudah lebih dari cukup, terima kasih om Alam," ujar Marc lancar dengan bahasa Indonesia, meskipun logatnya masih terbawa bahasa Prancis. Alamsyah mengangguk. Lalu dia memberikan kado terakhir untuk Lia kecil. "Lia kecil, ini hadiah untukmu, untuk keponakan om Alamsyah yang imut dan manis ini," Alamsyah tersenyum sambil menyodorkan kado itu ke arah Lia kecil. "..." Untuk setengah menit, ruangan itu sunyi, Lia kecil yang diberikan kado dari Alamsyah itu tidak mengambil atau meraihnya, rahangnya terbuka lebar dan memandang takjub ke arah Alamsyah. Bukan, bukan ke arah Alamsyah, tapi seseorang yang di sebelah Alamsyah, Ismail. "Lia...apakah hadih dari om Alam tidak bagus?" tanya Alamsyah ragu-ragu ke arah Lia kecil. Bushra dan yang lainnya memandang ke arah Lia kecil. Dia juga penasaran mengapa ekspresi wajah anak perempuannya seperti itu. Sangat terkejut dan takjub, err...wajah anak perempuannya seperti memerah, tersipu? "Lia..." panggil Bushra. "Hei...om Alamsyah memberikan hadiah untuk Lia...ayo diambil, jangan diabaikan," ujar Bushra. "..." "Ternyata seperti ini ketika jatuh cinta pada pandangan pertama kepada seseorang, apa yang dikatakan oleh kakek Agri itu benar, detak jantung Lia kecil akan berdebar-debar tak karuan dan...menggila." "..." Ruangan itu sunyi seketika. Bushra dan yang lainnya memperhatikan bahwa Lia kecil melihat takjub dan memerah tersipu malu-malu ke arah Ismail yang juga sedang memandang Lia kecil dengan tatapan bingung. "Uh?" °°° Saya menulis cerita ini di platform D.R.E.A.M.E dan I.N.N.O.V.E.L milik S.T.A.R.Y PTE. LDT Jika anda menemukan cerita ini di platform lain, mohon jangan dibaca, itu bajakan.  Mohon dukungannya. IG Jimmywall Terima kasih atas kerja samanya.  Salam Jimmywall.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD