Chapter 30.

1505 Words
"Bibi Lia, ayo makan, ini adalah bubur ayam kesukaanmu, Davin membeli bahan-bahan segar untuk membuat bubur ayam ini," ujar Davin antusias ke arah Lia. "Benarkah? Wah ... sungguh baik sekali dirimu ... em ...." Lia mengerutkan keningnya, dia menoleh ke arah suaminya. "Suamiku ...." "Aku di sini Lia," sahut Agri di samping kanan Lia. "Siapakah dia?" tanya Lia bingung. Agri tersenyum. "Dia adalah Davin keponakanmu," jawab Agri. Lia manggut-manggut. "Oh ya ampun ... aku melupakan dia lagi ...bagaimana ini?" ujar Lia sedih. Sret Agri menggenggam telapak tangan istrinya. "Tidak apa-apa Lia, asal jangan melupakanku," ujar Agri lembut. "Ya ... jangan melupakanmu ...." ujar Lia. "Suamiku ...." panggil Lia. "Aku di sini Lia," sahut Agri. "Beruntungnya aku memilikimu," ujar Lia. "Aku yang beruntung memilikimu sayang," balas Agri. Hap Pasangan tua itu lagi-lagi menunjukan adegan cinta mereka di meja makan Farikin. Davin tersenyum senang ketika melihat bahwa suami dari bibinya itu mencintai bibinya hingga usia mereka tua. "Uuh ... manisnya ... Lia kecil juga ingin segera menikah," suara imut terdengar. "Uhuk! Uhuk! Uhuk!" para anggota keluarga Farikin terbatuk makanan mereka. "Em ...." Adnan, sang anak tertua dari Davin memandangi Lia dengan tatapan kaget. Sret "Kenapa kau melihatku?" Lia kecil menatap ke arah Adnan. Gleng-gleng Adnan menggelengkan kepalanya. "Tidak ada apa-" "Apa yang salah dengan wajah Lia kecil? Apakah kau menaksir wajah imutku ini? Maaf, kau adalah cucuku, kita terhalangi oleh darah." Ujar Lia kecil imut. "Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Adnan terbatuk-batuk tak karuan. "Hehehe," keluarga Farikin yang lainnya terkekeh geli. Mereka telah biasa dengan perilaku dari Lia kecil sejak dia datang ke rumah dari pagi tadi, hanya Adnan saja yang baru tiba di meja makan. Jadi, pria 48 tahun itu belum terbiasa dengan tingkah laku dari Lia kecil. Tak Tak Tak Bunyi kaki datang dari arah depan ruang makan keluarga Farikin. "Oh Fauzan, kau sudah pulang? Bagaimana latihanmu hari ini? Pasti melelahkan, ayo makan bersama, ada keluarga dari nenek tua yang datang, nenek Lia," ujar Dian Putri ke arah cucu lelakinya. Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun berjalan mendekat ke arah ruang makan. Dia masih menggunakan pakaian olahraga. "Pasti latihan untuk ikut turnamen kan?" Farel melihat ke arah Fauzan. Bocah itu mengangguk. "Iya kakek Farel, akan ada turnamen untuk taekwondo bulan depan, Fauzan masuk seleksi," jawab bocah 10 tahun itu. Farel manggut-manggut. "Ayo makan, ada saudara sepupu kamu yang datang, namanya Lia kecil, ini dia," ujar Dian, sang nenek. Fauzan mengangguk, lalu dia melihat ke arah dimana Lia kecil yang sedang memandanginya dengan serius. Sret Setelah memandangi wajah Lia kecil, Fauzan duduk di kursi makan. Dia mengambil bagiannya. Setelah Fauzan mengambil nasi dan lauk pauk, bocah itu menyendokkan makanan ke dalam mulutnya. Apa yang dilakukan oleh bocah sepuluh tahun itu tidak luput dari perhatian Lia kecil. Sret Fauzan melirik dengar ekor matanya ke arah gadis tiga tahun itu. Bocah 10 tahun itu mengerutkan keningnya bingung dengan tingkah dari Lia kecil, yang adalah sepupu jauhnya itu. "Lia kecil, ada apa? Ini adalah Fauzan, dia adalah cucuku," ujar Davin. Pria 74 tahun itu melihat ke arah Lia kecil. "..." Tidak ada jawaban dari Lia kecil. "Lia kecil, apakah makanannya tidak enak?" tanya Dian. "..." Tidak ada respon. Davin dan Dian saling melirik bingung. Mereka tidak tahu apa yang terjadi dengan Lia kecil ini. Fauzan yang baru saja menyendokkan nasi ke dalam mulutnya itu melihat bingung ke arah Lia kecil. Adnan yang baru saja minum air putih bertanya, niatnya agar dia semakin akrab dengan gadis tiga tahun ini. "Lia kecil, om Adnan akan mengambilkan--" "Jangan bicara, Lia kecil sedang mengalami proses jatuh cinta sekarang." "Bssuuuuk! Uhuk! Uhuk!" "Uhuk! Uhuk! Uhuk!" °°° "Ada-ada saja cucu si Busran itu." Farel tak habis pikir dengan tingkah absurd Lia kecil yang kambuh lagi. "Kenapa memangnya dengan cucuku? Kau iri karena tidak punya cucu perempuan kan?" balas Busran ke arah kakaknya. "Heum! Siapa yang iri? Aku tidak!" bantah Farel. "Ck! Halah! Kebenaran sudah didepan mata, jangan menyangkal." Ujar Busran. Farel melotot ke arah adiknya. "Kebenaran apa? Atika akan melahirkan cucu perempuan untukku!"  "Uhuk! Papa, Ibas dan Atika pulang dulu, karena kakek, nenek, papa dan mama akan tidur disini malam ini, Ibas pulang, karena ada Aqlam di rumah nanti." Ujar Nibras. Glung glung Farel mengangguk kuat. "Lebih bagus kamu pulang, malam ini sepertinya Aqlam tidur di tempat Chana, waktu yang bagus untuk kamu dan Atika, tidak ada yang akan mengganggu kalian membuatkan cucu perempuan imut untuk papa, cepatlah pulang!" Farel mengusir putra dan menantunya. Piw! "Pfftt!" Busran menahan tawa, dia menoleh ke arah keponakannya. "Jangan lupa, harus yang lebih imut dan lucu dari pada cucuku, selamat bekerja keras."  Piw! Wajah Atika memerah. "Hahahahaha! Kalian ini ada-ada saja! Saling iri kok dengan adu cucu perempuan." Davin tertawa terbahak-bahak. Nibras dan istrinya berjalan keluar dari kediaman Farikin dengan wajah memerah. "Heum! Salahkan Busran, dia yang duluan pamer dan sombong dengan cucu perempuannya." Farel mendengus. Busran tersenyum lebar. "Itu kelebihanku, kau mana?" "Heum! Tunggu saja." Farel mencibir. "Hehehehe," Davin tertawa geli. "Kalian ini kan saudara, cucu Busran adalah cucumu juga Farel." Ujar Davin. "Ya, bisa dibilang seperti itu, namun posisinya sebagai kakek akan turun sepuluh derajat jika bertanding denganku," timpat Busran santai. "Ck!" Farel berdecak. Dia melirik adiknya dengan ekor mata. "Awas saja kau,"  "Hahahaha!" Davin tertawa lagi. °°° "Bagaimana tentang yang aku jelaskan tadi?" Davin melihat serius ke arah Busran. Busran terlihat berpikir. "Asalkan jangan kalian bilang bahwa cucuku itu gila."  "Tentu saja tidak, siapa yang bilang bahwa cucumu gila?" Davin membantah. "Aku hanya mengusulkan, kau adalah kakeknya, Lia kecil itu keputusanmu," ujar Davin. Busran melihat ke arah Davin. "Aku harus bicarakan ini pada ayah, tidak mungkin aku mengiyakan untuk membawa psikolog atau psikiater pada Lia kecil, kalau tanpa ayah tahu, nanti ayah akan marah." Ujar Busran. Davin dan Farel mengangguk. "Nanti aku akan bicarakan ini dengan ayah." Ujar Farel. Busran mengangguk. "Asal jangan sampai Lia kecil tersinggung dan melapor ke ayah atau ibuku, posisi kita tidak akan menguntungkan," ujar Busran masam. Farel mengangguk sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. °°° "Kamar yang dibawah untuk bibi Lia dan om Agri tidur, nanti Adnan dan Puspa akan tidur di lantai dua," ujar Davin. Agri mengangguk. "Baik." Sret Pria yang sudah satu abad itu merangkul istrinya, dia dan dua orang pelayan membantu sepasang suami-istri yang sudah renta itu masuk ke kamar tidur mereka. Davin tersenyum, bibinya sungguh beruntung, hidup hingga usianya tua dengan ditemani oleh pasangannya. Meskipun sudah lima puluh tahun pikun dan lupa-lupa ingat, tapi suaminya tidak pernah meninggalkannya. "Davin, jangan melupakan Lia kecil," ujar Lia kecil ke arah Davin. Sret Davin melihat ke arah lututnya, ada gadis tiga tahun melihat ke arahnya. "Tentu saja aku tidak akan melupakanmu Lia kecil. Hehehe," Davin terkekeh geli. "Lia kecil tidur dengan Ambar atau Arawati? Pilih saja," Davin memberikan Lia kecil pilihan. "Em ...." Lia kecil terlihat berpikir. Farel dan Jihan yang ingin naik ke lantai dua untuk tidur menjadi tertahan, mereka belum bisa masuk ke kamar mereka sebelum Lia kecil masuk ke kamar di kediaman Farikin untuk tidur. "Dengan Ambar dan Ara saja," Lia kecil memutuskan pilihannya. "Baik, Ara, tidur di kamar kakakmu Ambar dengan Lia kecil yah?" Davin menoleh ke arah Arawati, gadis remaja yang baru berusia 15 tahun itu. "Baik kek." Arawati mengangguk. "Tidak, aku tidak ingin tidur dikamar Ambar." Ujar Lia kecil dengan nada tidak suka. "Eh? Lalu dikamar Ara saja?" Davin bertanya. "Tidak juga." Jawab Lia kecil. "Lalu Lia kecil ingin tidur dimana?" tanya Davin bingung. Lia kecil memandang serius ke arah Davin. "Lia kecil ingin tidur dikamar lama Lia kecil saja." "Hah?!" Davin menatap cengo ke arah Lia kecil, dimana kamar lama dari Lia kecil? Lia kecil tidak pernah datang ke rumah Farikin, hari ini adalah pertama kali Lia kecil datang dan tidur di sini. Davin menggaruk-garuk tengkuknya. "Itu...tapi kan Lia kecil baru pertama datang kesini ...." ujar Davin bingung. "Ck!"  Sret Lia kecil mendecak lalu menongka pinggangnya. "Kau berikan pada siapa yang pakai kamar lamaku di lantai dua?" "..." °°° "Nah ... begini kan enak ... Ambar, Ara, ayo tidur!" ajak Lia kecil ke arah dua orang bersaudara itu. "Iya." Sahut Arawati tersenyum kikuk. Ambar melirik ke arah sudut dinding, terlihat sang adik bungsunya menatap penuh dongkol ke arah mereka. Sret Tak Tak Ceklek Klik Dua besar dan satu kecil masuk ke kamar dan tidur. Sedangkan di pinggir sudut dinding tak jauh dari pintu kamar tadi, Davin memijit pelipisnya. "Fauzan, nanti kakek akan belikan apapun untukmu, kamu malam ini tidur di kamar tamu dulu yah?" ujar Davin ke arah sang cucu. "..." Adnan dan Puspa memandang iba ke arah anak laki-laki mereka. "Kakek janji, hanya malam ini saja, ya, malam ini saja." Ujar Davin. Sret "Dasar menyebalkan," gumaman kecil dari bocah itu. Tak Tak Tak Ceklek Klik Pintu kamar itu tertutup dan terkunci rapat. Bocah 10 tahun itu berjalan masuk tanpa ekspresi. "Haisshh, mau bagaimana lagi kalau sudah begini?" ujar Davin sakit kepala. "Seharusnya kamar bibi Lia tidak pernah ada yang pakai. Keputusanku salah." Ujar Davin menyesali keputusannya. Adnan dan Puspa geleng-geleng kepala. Mereka juga tidak tahu bahwa ada bibi Lia yang akan tidur di rumah gadisnya. Tidak masalah, karena Lia dan suaminya tidur di lantai satu dikarenakan kondisi tubuh dua pasangan itu yang sudah tua tidak bisa terlalu turun-naik tangga. Masalahnya ada pada Lia kecil. Lia kecil mengamuk ke Davin dan seluruh keluarga Farikin bahwa kamar lamanya di gusur dan diberikan kepada orang lain.  Davin sakit kepala. Di satu sisi adalah cucunya, di sisi lain adalah bibi kecilnya. Mengalah saja untuk kali ini, daripada satu rumah tidak bisa tidur karena ocehan dan nasehat dari Lia kecil. "Susah sekali jadi diriku ini ...." ujar Davin dengan suara tuanya. Farel dan Jihan mengintip di balik pintu. Farel terkekeh puas. "Sekarang kau baru rasa kan betapa susahnya mengendalikan anak kecil itu? Hehehehe." "Suutt, tidur, jangan seperti orang gila deh mas, itu kan anak kecil. Nggak usah bicara tentang Lia kecil." Ujar Jihan. "Heum." Tak Tak Tak Sret Farel mendengus dan berjalan ke ranjang lalu tidur. °°° Saya menulis cerita ini di platform D.R.E.A.M.E dan I.N.N.O.V.E.L milik S.T.A.R.Y PTE. LDT Jika anda menemukan cerita ini di platform lain, mohon jangan dibaca, itu bajakan.  Mohon dukungannya. IG Jimmywall Terima kasih atas kerja samanya.  Salam Jimmywall.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD