Chapter 31

1421 Words
Mobil yang dinaiki oleh Aqlam menjauh dari sekolah. Remaja itu baru saja pulang dari sekolahnya, jadwal ujian nasional tinggal tiga minggu, dia datang ke sekolah seperti jadwal belajarnya, lalu setelah pulang dari sekolah dia langsung ke rumah sakit, pergi menjenguk Chana. Hal yang telah dia lakukan selama Chana masuk rumah sakit. Ketika melewati jalan dimana tempat restoran dua bulan lalu, matanya melirik.  Restoran Jepang itu baru saja direnovasi akibat dari ledakan granat dua bulan lalu.  Aqlam ingat tempat itu, tempat dimana Chana dan dia terakhir makan dan menghabiskan waktu bersama.  Kepalan tangannya terkepal kuat. Remaja itu merasa tidak nyaman ketika mobilnya melewati jalan itu.  Supir di depan yang merupakan bodyguard merasa bahwa wajah tuan mudanya terlihat kurang bagus. Pria itu melirik ke arah sisi-sisi jalan, sekilas dia tahu apa yang terjadi. Rupanya itu adalah restoran, tempat kejadian ledakan itu. Pasti karena nona Basri. "Tuan Aqlam, apakah anda ingin makan siang dulu lalu ke rumah sakit?" tanya bodyguard itu. "Tidak, langsung ke tempat Chana, nanti bawakan makan siangku di sana saja," jawab Aqlam. "Baik, " sahut bodyguard itu mengerti. Aqlam membuka resletingnya tas ranselnya, dia mengambil ponsel pintar lalu terlihat mengetik sesuatu. Lama anak jenius itu berkutat dengan ponselnya, hingga mobil berhenti pun, dia diingatkan oleh bodyguard. "Tuan Aqlam, kita telah sampai di rumah sakit," ujar bodyguard itu. Aqlam melirik ke kiri dan kanan, ternyata benar, mereka telah sampai. "Baik," balas Aqlam.  Remaja itu mengunci tombol latar, lalu memasukan ponsel pintarnya ke dalam tas ransel. Bodyguard dari mobil belakang membuka pintu lalu Aqlam turun. Remaja itu berjalan menyusuri lobi mengambil arah ke tempat dimana Chana di rawat. Dia sudah hafal betul seluk beluk rumah sakit Angta ini. Ketika dia hendak memasuki kamar rawat Chana, Ben keluar dari dalam. "Om Ben, selamat siang," sapa Aqlam tersenyum. Ben mengangguk, dia melihat celana seragam yang masih digunakan oleh bocah itu di depannya, baju seragam itu dibaluti dengan jaket. "Dari sekolah?" tanya Ben. "Ya, Aqlam dari sekolah," jawab Aqlam. Ben melirik arlojinya, jam menunjukan pukul dua siang hari. "Ada Tante Popy di dalam," ujar Ben sambil melirik sekilas ke dalam ruang rawat Chana. "Baik, Aqlam masuk," balas Aqlam. Ben mengangguk. Pria 45 tahun itu berjalan menjauh dari ruang rawat anaknya. Sedangkan Aqlam masuk ke dalam ruang rawat Chana. "Selamat siang Tante Poko," sapa Aqlam, "Aqlam baru pulang sekolah, ingin menjenguk Chana." Popy yang sedang menyeka keringat dari sang putri itu menoleh ke arah datangnya Aqlam. "Aqlam, ayo kemari," panggil Popy, dia membalas senyum bocah yang telah dia kenal dari bayi merah itu. "Tante Poko, biar Aqlam saja yang menyeka keringat Chana, Tante duduk saja," ujar Aqlam sopan, dia tangannya terulur untuk meminta kain di tangan Popy. "Baik," balas Popy, wanita itu memberikan kain ke arah Aqlam, "kamu sudah makan siang?"  "Belum, Tante Poko. Tapi, jangan khawatir, beberapa menit lagi makanan Aqlam akan di bawa oleh pengawal," jawab Aqlam. "Ah, seperti itu. Tante Poko kira jika Aqlam belum makan, maka Tante Poko ingin membeli makan siang untuk Aqlam," balas Popy. Aqlam tersenyum lalu berkata, "Terima kasih Tante Poko." Popy mengangguk mengerti, "Aqlam, Tante Poko akan balik ke kantor, Aqlam akan di sini sampai malam atau ingin pulang setelah melihat Chana?" "Aqlam akan di sini sampai malam, Tante Poko," jawab Aqlam. "Ah, begitu. Tante pergi," pamit Popy. "Baik, hati-hati di jalan, Tante Poko," ujar Aqlam. "Ya," balas Popy sambil menaikan jempolnya. Wanita itu ingin kembali ke kantor untuk mengerjakan pekerjaannya. Aqlam memfokuskan pandangannya ke arah wajah Chana. "Chana, aku datang lagi untuk menjengukmu. Hum, wajahmu terlihat cerah hari ini," Aqlam berbicara pada Chana yang menutup mata.  Gadis itu tidak menyahut atau membalas ucapan Aqlam. Namun, tidak masalah, Aqlam akan selalu memulai pembicaraan dengan Chana. "Hari ini, ibu Delani merekap semua peserta yang akan ujian nasional, tiga hari lagi akan ada try out terakhir. Aku akan mengikuti try out, tidak masalah jika kamu tidak mengikuti try out, jika jamu bangun, kamu bisa mengikuti try out, aku akan menemanimu ujian," ujar Aqlam. Dia mengusap pipi kiri Chana dengan ibu jari kanannya. "Teman-teman selalu menanyakan kabarmu padaku, mereka bertanya, 'Kapan Chana akan ke sekolah lagi?', aku menjawab pada mereka bahwa Secepatnya." Aqlam tersenyum. "Bu guru dan pak guru juga menaikan kabarmu. Ah, bahkan kang Darin yang tukang sapu, hahahaha!" Aqlam tertawa geli. "Kang Darin bahkan setiap hari menanyakan kabarmu, kapan kau bisa masuk sekolah, supaya kamu bawa makan siang dan bagi dengan kang Darin, hahahaha!" "Chana, banyak yang mendoakan agar kami cepat bangun. Dari itu ... aku mohon, cepatlah bangun ...." Suara ceria Aqlam itu berubah menelan ketika dia memohon agar Chana bangun dari tidurnya. "Kita akan ke puncak, ke vila, ke kebun. Ah, kota juga akan memanen sayur dan ubi jalar yang kita tanam," ujar Aqlam. "Kita bisa ke pantai juga, kamu sudah tahu berenang karena aku mengajarimu, kita bisa berenang bersama, memancing bersama ...." Wajah Popy menunduk dari celah pintu ruang rawat putrinya.  Selalu seperti ini aktivitas Aqlam. Bocah itu akan menceritakan apa yang dia lalui di sekolah mereka. Dia juga menceritakan niatnya jika sang putri bangun, mereka bisa melakukan apa saja yang sang putri inginkan.  Hati Popy terasa hangat. Anak lelaki itu memang anak yang baik.  Popy menoleh ke arah bodyguard yang membawakan bungkusan makan siang untuk Aqlam, "Bawa makanan Aqlam, jangan sampai dia terlambat makan." "Baik," sahut bodyguard. °°° "Chana, ini sudah jam tujuh malam, aku akan pulang untuk istirahat, besok adalah akhir pekan. Aku berjanji akan datang menemanimu seharian, ok?" ujar Aqlam sambil tersenyum. "Kau ingin aku bawakan bunga mawar hitam untuk ditaruh di dalam vas bunga di ruanganmu?" tanya Aqlam pada dirinya sendiri. Beberapa detik kemudian Aqlam mengangguk setuju. "Ah, baiklah. Besok sebelum aku datang ke sini, aku akan memetik beberapa tangkai mawar hitam untukmu," ujar Aqlam. Bocah itu mengecup dahi Chana, lalu berjalan keluar dari pintu rawat Chana. "Oh, kakak ipar!" suara bocah tujuh tahun menarik perhatiannya. Aqlam berbalik, dia tersenyum ke arah bocah yang sudah biasa memanggilnya dengan sebutan 'kakak ipar', siapa lagi kalau bukan Naufal. "Naufal, kau datang dengan siapa?" tanya Aqlam. Naufal tersenyum lebar, "Kakak ipar, Opal datang dengan nenek Momok dan juga kakek Ran. Kita datang untuk menjenguk kakak Chana, hanya sebentar." Aqlam mengangguk. "Ah, begitu rupanya. Chana sedang istirahat." "Um? Apakah Opal menganggu istirahat kakak Chana?" wajah Naufal terlihat khawatir. Aqlam melihat ke arah Randra yang mendorong kursi roda Moti. "Tidak," jawab Aqlam geli. "Aqlam, kamu di sini," sapa Moti dengan senyuman. "Nenek Momok, kakek Ran," balas Aqlam, bocah itu berjalan dekat ke Moti lalu menyakini tangan perempuan 64 tahun itu. Tak lupa juga suami dari Moti. "Ah, manisnya," gemas Moti, dia bahkan mencubit gemas pipi Aqlam. "Terima kasih atas pujiannya, nenek Momok. Nenek Momok bahkan lebih manis," balas Aqlam dengan kata-kata manis. "Hahahahahahaha!" Moti tertawa geli. "Ran," panggil Moti gemas ke arah suaminya. "Ya?" sahut Randra. "Bukankah Aqlam memang anak yang manis?" tanya Moti gemas. "Tentu saja dia adalah anak yang manis," jawab Randra.  Dia mengiyakan saja apa yang dikatakan oleh sang istri agar istrinya itu senang. "Terima kasih, kakek Ran. Kakek juga sangat tampan," balas Aqlam. "Hahahahaha!" Moti tertawa geli, tangannya memegang tangan kanan Aqlam. Randra ikut tertawa. Bocah ini benar-benar sudah mengait hati dari sang istri. Terbukti dengan betapa sukanya sang istri pada dia. Selalu membuat suasana hati dari sang istri berubah cerah. Dalam hati, Randra sangat berterima kasih pada usaha Aqlam. Dia masih mengingat janji Aqlam untuk berusaha agar kinerjanya di masa depan dapat diakui oleh dia dan yang lainnya, tujuannya untuk meminang cucu perempuannya. "Hum, kakak ipar. Apakah Opal bukan anak yang manis?" Naufal, bocah tujuh tahun itu terlihat merajuk. Moti menaikan sebelah alisnya ke arah Naufal. "Nenek Momok dan kakek Ran memuji kakak ipar manis, kakak ipar memuji nenek Momok dan kakek Ran manis, lalu siapa yang akan memuji Opal?" wajah bocah itu serius. "Hahahahaha!" Moti terbahak, dia tidak kuat dengan ekspresi konyol yang diperlihatkan oleh cucu kesayangannya. Randra menggelengkan kepalanya. Cucu laki-lakinya ini memang lain dari pada yang lain. Hal sederhana itu saja dapat dia permasalahkan. "Adik ipar, kamu juga manis, lebih manis dari siapapun," ujar Aqlam memuji adik iparnya. "Lebih manis dari papa Ben!" ujar Naufal bersemangat. Moti tertawa geli, sang cucu laki-laki mulai membandingkan dirinya dengan anak menantu yang merupakan ayah dari cucunya sendiri. "Ya, Naufal lebih manis dari om Ben," Aqlam menyahut. "Opal juga lebih manis dari kak Dimas!" ujar Naufal lagi. "Ya, Naufal lebih manis dari Dimas," balas Aqlam Naufal tersenyum lebar. "Lebih manis dari kak Chana!" "Ya, lebih ... manis dari siapapun," ujar Aqlam, dia terlihat tersenyum geli ketika menjawab Naufal. Wajah Naufal melihat serius ke arah Aqlam. "Kakak Ipar, semanis apapun Aqlam, pasti tidak pernah bisa melewati kemanisan dari istri masa depanmu. Opal tahu, pasti di dalam hati kakak ipar, menyangkal kemanisan Opal." "Pffft!" wajah Aqlam terlihat lucu ketika mendengar ucapan serius dari Naufal. "Hahahahaha! Cucu nenek Momok yang paling manis adalah Opal!" Moti berseru agar wajah serius menahan sakit sang cucu lelakinya itu pudar. Naufal melihat ke arah neneknya, dia mengangguk kuat. "Ya, Opal adalah cucu paling manis dari kakek Ran dan nenek Momok!" Buk Buk Buk Naufal menepuk dadanya. "Hahahahaha!" °°° Saya menulis cerita ini di platform D.R.E.A.M.E dan I.N.N.O.V.E.L milik S.T.A.R.Y PTE. LDT Jika anda menemukan cerita ini di platform lain, mohon jangan dibaca, itu bajakan.  Mohon dukungannya. IG Jimmywall Terima kasih atas kerja samanya.  Salam Jimmywall.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD