Chapter 28

1554 Words
"Bibi Lia, Davin senang sekali bibi Lia datang berkunjung ke rumah lamamu," terdengar suara tua bersemangat ke arah Lia besar. Lia besar memandangi pria tua didepannya, lalu dia menoleh ke arah suaminya. "Suamiku ...." "Aku di sini Lia," sahut Agri. "Siapa dia ini? Apakah aku mengenalnya?" tanya Lia bingung. Agri tersenyum lembut. "Lia sayang, dia adalah Davin, putra dari Pasha, tentu saja kau mengenalnya sayang," jawab Agri lembut. Glung glung Davin mengangguk membenarkan. "Aku Davin, keponakan tersayang dari bibi Lia," ujar Davin bersemangat. "Ooh ... rupanya begitu ...." Lia manggut-manggut. Lalu dia memanggil suaminya lagi. "Suamiku ...." "Aku di sini Lia," "Pasha itu siapa?" tanya Lia dengan wajah bingung. Agri tersenyum lembut. Sedangkan Davin dan anggota keluarga Farikin memaklumi ingatan dari Lia besar. "Pasha itu adalah kakak pertamamu, Lia istriku," jawab Agri sabar. "Ooh ... rupanya aku punya kakak ...." Lia besar manggut-manggut. "Lalu ... dimanakah kakakku itu, wahai suamiku?" tanya Lia lagi. Agri tersenyum lembut. "Kakakmu Pasha telah pergi jauh dari sini, tidak lagi berada di dunia yang sama dengan kita, dia telah wafat, Lia sayang." Jawab Agri sabar. "Ooh ... rupanya seperti itu ...." "Suamiku ...." panggil Lia lagi. "Ya, Lia istriku?" sahut Agri sabar. "Aku punya berapa saudara?" tanya Lia bingung. "Lia sayang, kamu punya empat saudara, tiga orang laki-laki dan satu orang perempuan,"  jawab Agri sabar. Davin mengangguk membenarkan jawaban dari pamannya itu. "Lalu ... dimanakah mereka? Apakah mereka tidak ingin bertemu denganku?" tanya Lia sedih. Agri tersenyum lembut, dia memegang telapak tangan Lia. "Mereka semua telah pergi jauh dari sini, tidak lagi berada di alam yang sama dengan kita, sama seperti kakakmu Pasha, mereka juga telah wafat." Jawab Agri lembut. "Ooh ... rupanya mereka semua sudah pergi mati," bukan suara Lia besar. "Eh?" Semua mata memandang ke arah gadis kecil yang imut itu. Lia kecil tersenyum manis ke arah Davin. "Wahai Davin kecil, kau sekarang sudah sungguh tua dan renta, tidak lagi muda seperti dulu," ujar Lia kecil manis ke arah Davin. "Yeeh??" Davin membulatkan matanya, dia menjatuhkan rahang bawahnya tak sadar. Dian, sang istri dari Davin menatap cengo ke arah Lia kecil yang sedang tersenyum manis. Mereka baru sadar bahwa ada anak kecil juga yang datang bersama dengan Lia besar. "Hehehehe," Lia besar terkekeh geli. "Em ... ini ... adalah ...." Davin melirik ke arah Farel. "Ini adalah-" kalimat Davin terpotong. "Biar aku perkenalkan diriku dulu, aku adalah Lia Rahmawati Farikin, kau Davin dan kalian bisa memanggilku dengan sebutan Lia kecil." Ujar Lia kecil memperkenalkan dirinya dengan semangat ke arah Davin dan anggota keluarga Farikin. "Oh?" bola mata Davin hampir saja jatuh ke lantai saking kagetnya dia. "Lia Rahmawati Farikin?" Dian Putri ikut melototkan matanya. Dia melirik ke arah Lia besar yang tersenyum bahagia bersama dengan Lia kecil, bahkan mereka berdua saling bergandengan tangan. "Benar ... dia adalah Lia Rahmawati Farikin ... ini diriku yang kecil ...." ujar Lia dengan suara tuanya. "Ahm ... itu ... Lia ...." Davin memandang kikuk ke arah Agri dan keluarga Nabhan yang lain. "Ya ... ini adalah Lia Rahmawati Farikin, cicit perempuanku." Agri melanjutkan dan membenarkan ucapan Lia besar. "..." Ruang keluarga itu mendadak sunyi. °°° "Siapakah namamu?" suara imut dan lucu itu terdengar. "Lia kecil, panggil saja aku Ambar," jawab gadis bernama Ambar. Lia kecil manggut-manggut. Lalu dia melirik ke arah kanan gadis yang bernama Ambar. "Kalau dirimu?" Gadis remaja itu tersenyum manis. "Lia kecil, namaku Arawati, kau bisa memanggilku dengan Ara." Glung glung Lia kecil manggut-manggut mengerti. "Lalu hanya kalian berdua saja yang kecil disini?" tanya Lia. "Ekhem!" Ambar terbatuk. Wajahnya tersenyum geli. "Tidak, aku sudah berumur dua puluh dua tahun dan Ara berumur lima belas tahun, tapi ada adik laki-laki kami berumur sepuluh tahun, namanya Fauzan, tapi tidak dirumah, sedang ke sekolah ikut ekstrakulikuler." Jawab Ambar. Mendengar jawaban dari Ambar, Lia kecil memandang serius ke arah dua orang saudara perempuan itu. "Ambar, Ara, Lia kecil harus mengingatkan kalian lagi bahwa yang kecil di dalam rumah ini bukan hanya kalian berdua saja, tapi juga Davin itu, dia itu masih kecil, umurnya bahkan lebih muda enam belas tahun dariku," "..." Kedua saudara kandung itu terdiam kikuk. Davin, orang yang dibicarakan oleh Lia kecil menjatuhkan rahang bawahnya. Sret Dia melihat ke arah sepuluh jari-jarinya, lalu dia menghitung sesuatu. "Satu ... dua ... tiga ... empat ...." Davin menoleh ke arah Farel, sang sepupu yang hanya berbeda lima tahun darinya. "Dia cucu siapa?" tanya Davin. "Cucu Busran," jawab Farel. Davin melihat serius ke arah Farel. "Siapa yang memberi nama dia Lia Rahmawati Farikin? Apakah itu Busran?" Gleng gleng Farel menggeleng. "Dia sendiri yang memilih namanya, nama pertamanya adalah Ariella Achtiana Rousseau, ayahnya asli Prancis, anak perempuan dari Busran adalah ibunya," Farel menunjuk ke arah Lia kecil yang sedang berbicara dengan Ambar dan Ara. Davin terlihat berpikir. "Namun, tujuh bulan lalu pada tengah malam, dia bangun dan mengatakan pada semua orang bahwa dirinya adalah Lia Rahmawati Farikin, kami tidak bisa berkata apa-apa, Busran sudah membicarakan ini dengan ayahku, dan ayahku setuju kalau Lia kecil memakai nama gadis dari ibu." Lanjut Farel menjelaskan. Davin terlihat mencerna penjelasan dari Farel. "Seperti yang aku ketahui, bahwa sifat dari bibi Lia sangat lembut dan perhatian, tidak suka ribut dan tidak suka mencari masalah, namun ... cucu Busran ini agak ... agak berbanding terbalik dengan sifat dari bibiku Lia, tegas dan keras kepala." Ujar Davin menilai. Farel mengangguk membenarkan. "Namun jika kita lihat lagi, perkataan atau kebiasaan dari bibiku Lia sepertinya turun kepada Lia kecil," ujar Davin. Farel mengangguk lagi. "Hanya bibiku Lia yang memanggilku dengan sebutan keponakan kecil, Lia kecil memanggilku dengan sebutan Davin kecil, kata atau kalimat pergi mati adalah kebiasaan yang diucapkan oleh bibiku Lia ketika dia masih muda ketika melihat rumah sakit, tempat yang dimana bibiku Lia tahu bahwa itu adalah tempat orang pergi mati," Davin memandang serius ke arah Farel. "Jadi ... Lia kecil ini adalah versi bibiku Lia yang tegas," ujar Davin. Farel terlihat membulatkan matanya ke arah Davin. Dia baru saja tersadar. Ya, tersadar. Tersadar kalau Lia kecil ini adalah perwujudan dari tubuh kecil sang ibu dengan versi yang berlawanan. Jika ibunya memiliki karakter yang lembut, perhatian, tidak suka ribut dan tidak suka mencari masalah, maka lawan dari sifat itu adalah tegas, suka mencari perhatian, keras kepala dan suka mencari masalah dengan orang lain. Jadi Lia kecil adalah versi terbalik dari sang ibu. "Lia kecil adalah versi terbalik dari ibuku," ujar Farel. Davin mengangguk. Lalu dia melirik lagi ke arah Lia kecil. "Kepribadian yang terbentuk, harus ke psikiater atau psikolog untuk memeriksa ini." Ujar Davin. Farel melirik ke arah Nibras dan Atika. Nibras berkata, "om Busran juga harus diberitahu dahulu." Farel mengangguk mengerti. Selama ini, dia tidak menghubungkan kejadian atau peristiwa yang berhubungan dengan sang ibu. Ketika Farel muda, dia mempelajari sifat dan karakter dari sang ibu, mulai dari kecil hingga menikah dengan sang ayah, hasilnya yang dia ketahui sekarang, sifat dari sang ibu berbeda dari orang lainnya, sifat dan karakter itu juga yang membedakan ibunya dari yang lain, sifat itu juga yang membuat ibunya banyak dicintai oleh orang-orang. Barulah Farel mengerti bahwa ibunya itu begitu spesial di ingatan orang lain. Ketika melihat sifat dan karakter dari Lia kecil, Farel tidak menghubungkan atau menyamakan sifat dari cucu Busran itu dengan ibunya, sebab berbeda jauh sifat dan karakter mereka. Namun, jika dilihat lebih teliti lagi, sifat dan karakter Lia kecil memang berbeda dan bertentangan dengan ibunya tapi dengan kesamaan lain, pikiran, perkataan, kebiasaan dan jiwa yang terhubung. °°° "Apa kau pikir cucu perempuanku itu gila?" Busran berteriak marah dari seberang telepon. Sret "Aish...jangan teriak!" Farel dongkol, dia menjauhkan ponsel dari telinganya, takut kalau dia akan tuli karena teriakan sang adik. "Aku tidak mengatakan bahwa Lia kecil gila, sembarangan saja!" bantah Farel. "Lalu apa? Aku tahu, kamu tidak menyukai kehadiran cucuku kan?" ujar Busran berapi-api. "Bukan itu Busran-" "Jangan menyangkal Farel! Kau selalu saja jengkel atas apa yang dilakukan oleh cucu perempuanku! Berikan dia padaku! Biarkan dia tinggal denganku!" Busran terlihat berang di seberang. Sang istri dari Busran bahkan menjauh karena mendengar dan melihat kemarahan suaminya. "Busran! Dengarkan aku!" Farel berteriak di depan ponselnya. "Alasan apa aku harus mendengarmu? Hah? Kau mengatakan padaku bahwa harus membawa cucu perempuanku ke psikiater, kau tahu apa itu psikiater? Itu nama lain dari dokter jiwa! Kau pikir cucuku gila? Hah?! Coba aku bilang padamu bawa cucumu Aqlam ke rumah sakit jiwa! Apakah kamu mau mendengarkanku?" Busran membentak marah ke arah telepon, dia sangat marah ketika mendengar dari telepon kakak lelakinya bahwa mereka harus membawa Lia ke psikiater untuk memeriksa kepribadian dari cucu perempuannya itu, tentu saja Busran tidak terima baik, tiba-tiba Farel ingin membawa cucunya ke psikiater. "Busran Afdal Nabhan! Dengarkan aku! Aku tidak bilang bahwa cucumu itu gila! Dia juga cucuku! Jadi berhenti berteriak marah dari sana!" ujar Farel dongkol, dari tadi dia ingin menjelaskan situasi yang baru saja dia bahas dengan Davin, namun sang adik tidak mau diam dan mendengarkan sampai selesai apa maksudnya. Nibras terlihat menjauhkan badannya dari sang ayah yang marah. Ayah dan pamannya sedang beradu kekuatan vokal suara mereka, jadi dia sebagai anak yang berbakti, tidak boleh mengganggu. Davin yang berada di seberang sofa hanya menggelengkan kepalanya saja. Keras kepala sekali Busran itu, persis seperti suami dari bibi Lia. "Apa? Apa yang ingin kau katakan? Aku akan datang ke kediaman utama Nabhan sekarang dan mengambil Lia kecil untuk tinggal bersamaku!" ujar Busran. "Grrrrr!" Farel naik pintam. "Dasar adik keras kepala!" batin Farel menggerutu di dalam hati. "Apa? Katakan padaku sekarang! Gaishan! Kita ke rumah kakek sekarang! Ambil keponakanmu Lia kecil untuk tinggal disini!" terdengar suara teriakan Busran ke arah anak lelakinya, Gaishan. "Busran! Cucumu itu punya kepribadian versi terbalik dari ibu kita!" Farel berteriak dongkol ke arah telepon. "..." Untuk beberapa detik setelah pencernaan kalimat oleh pihak dari seberang Farel. "Kau bilang apa?" suara Busran terdengar. "Aku bilang, cucumu itu, Lia kecil itu adalah versi terbalik dari ibu kita." °°° Saya menulis cerita ini di platform D.R.E.A.M.E dan I.N.N.O.V.E.L milik S.T.A.R.Y PTE. LDT Jika anda menemukan cerita ini di platform lain, mohon jangan dibaca, itu bajakan.  Mohon dukungannya. IG Jimmywall Terima kasih atas kerja samanya.  Salam Jimmywall.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD