Chapter 27

1390 Words
"Apakah nenek Lia sudah siap?" suara imut gadis tiga tahun itu terdengar bersemangat. Glung glung "Sudah siap wahai tubuhku yang kecil ...." Lia besar menganggukkan kepalanya. Lia kecil tersenyum riang. "Ok, apakah kakek Agri sudah siap?" Lia kecil bertanya ke arah kakek buyutnya. "Kakek Agri juga sudah siap Lia kecil," jawab Agri. Glung glung Lia kecil tersenyum puas dengan jawaban dari kakek buyutnya. "Kakek Farel juga sudah siap Lia kecil," ujar Farel tersenyum ke arah Lia kecil. "Oh, aku tidak menanyakan apapun kepada kakek Farel, " ujar Lia kecil santai. Piw! Wajah Farel berubah masam. "Hehehehe," Jihan terkekeh geli ke arah suaminya. Dia merasa lucu dengan percakapan antara Lia kecil dan suaminya. "Ayo, Lia kecil bantu nenek Lia naik ke mobil," Lia kecil membantu Lia besar naik ke mobil, meskipun ada beberapa pelayan juga yang membantu. "Oh ... tubuhku yang kecil ... terima kasih ...." Lia besar tersenyum lembut ke arah Lia kecil. Glung glung Lia kecil mengangguk. "Sama-sama nenek Lia," Setelah Lia besar masuk ke mobil, Agri menyusul istrinya. Tak Tak Tak Lia kecil berjalan memutari mobil dan hendak masuk ke jok depan dengan mobil yang sama dengan Agri dan Lia. "Eh?" Lia kecil mengerutkan keningnya ketika melihat bahwa sudah ada penghuni di kursi mobil itu. "Kakek Farel kenapa duduk disini?" tanya Lia kecil. Farel tersenyum lebar. "Ya, kakek Farel yang akan duduk disini, nanti Lia kecil duduk bersama nenek Lala saja atau bisa duduk di belakang bersama kakek Agri dan nenek Lia di belakang." Ujar Farel, dia bahkan sudah memasang sabuk pengaman. Tiww! Vena di dahi Lia kecil terlihat, kentara sekali bahwa gadis tiga tahun itu sedang dongkol dengan kakak lelaki dari kakeknya ini. "Ssshhh ... huuhh ...." Lia kecil menarik dan menghembuskan napasnya. Lalu dia melirik ke arah jok belakang yang sudah ada Agri dan Lia. Glung glung Lia kecil terlihat mengangguk. "Baiklah." Ujar Lia. Farel tersenyum lebar penuh kemenangan. "Kakek Agri, maaf. Lia kecil tidak bisa menyelamatkan hubunganmu dari ancaman kakek Farel yang akan merebut masa-masa keharmonisan antara kakek Agri dan nenek Lia di dalam mobil ini," ujar Lia kecil dengan nada menyesal. "..." Untuk beberapa detik suasana di dalam mobil sunyi. Bahkan sang supir yang sudah siap untuk mengemudi itu tak mampu bernapas karena melirik ke arah kaca spion di depannya. Street Farel menoleh perlahan ke belakang, terlihat wajah dingin Agri sedang menatapnya. Glek "Cucu Busran ini benar-benar," batin Farel menggerutu. "Keluar dari mobil ini." Suara tua Agri terdengar, perintah mutlak dari Agri. Sret Klik Sabuk pengaman yang sudah Farel pakai tadi dia lepaskan kembali. Lalu Farel memaksakan senyumannya kepada sang ayah. "Ah ... tiba-tiba aku ingin duduk bersama Jihan saja ...." Sret Tak Tak Tak Ceklek Brak Farel keluar dari mobil dan cepat-cepat berlari masuk ke dalam mobil dibelakang Agri. Plok plok plok Lia kecil tersenyum ke arah sang supir sambil menepuk-nepuk kedua telapak tangannya seperti telah selesai menyelesaikan sesuatu. "Akhirnya Lia kecil bisa duduk juga," ujar Lia kecil riang. Sret Lia kecil naik ke dalam mobil, dia melirik ke arah seorang bodyguard yang hendak membantunya duduk tadi. "Paman kekar, bolehkah Lia kecil meminta bantuanmu untuk memakaikan Lia kecil sabuk pengaman ini?" "Tentu saja boleh nona kecil." Sahut pria berbadan kekar itu. Sret Klik "Sudah selesai nona kecil." Ujar bodyguard itu. Lia kecil mengangguk. "Terima kasih paman kekar, Lia kecil ingin sekali berkenalan denganmu, namun ini bukan situasi yang tepat." Lia kecil tersenyum. Bodyguard itu mengangguk mengerti. Sepasang mata melihat dongkol ke arah mobil didepannya. "Cucu Busran ini benar-benar ...." Glik Glik Farel menggertakkan giginya kesal. "Hahahahahahaha!" Jihan Kamala, sang istri dari Farel tertawa terbahak-bahak. "Sudah aku bilang, jangan berani mencoba melawan gadis kecil itu," ujar Jihan. "Heum." Farel mendengus. "Aku kalah dari Busran hanya karena dia punya cucu perempuan, awas saja yah, tunggu saja pembalasanku, jika nanti Atika melahirkan cucu perempuan yang lebih manis dan imut, akan aku pamerkan kepadanya," ujar Farel dongkol. "Akhem ..." Atika Fitrhiya terbatuk tidak jelas setelah mendengarkan ucapan ayah mertuanya. "Hehehehe," sedangkan Nibras terkekeh pelan. Broom broom Empat mobil keluar dari kediaman utama Nabhan. Dua mobil berisi tuan rumah, dan yang lainnya berisi pengawal dan perawat yang bertugas hari ini. °°° Ciiit Bip! Bip! Terdengar suara klakson mobil di depan sebuah gerbang rumah mewah tiga lantai. "Heh?" satpam yang berjaga melihat bingung ke arah datangnya empat mobil hitam ke rumah majikannya. "Siapa yang datang? Itu bukan mobil dari tuan Badran atau tuan Hadi ...." ujar satpam itu bingung. Maklum saja karena satpam itu adalah satpam yang baru saja bekerja belum lama menggantikan satpam lama. Bip! Bip! Bunyi klakson lagi. Sang supir yang membunyikan klakson itu mengerutkan keningnya bingung. Tidak biasanya gerbang itu lambat membuka kunci. Biasanya tanpa diklakson pun satpam atau penjaga di rumah itu akan membukakan gerbang pintu. Meskipun dia juga jarang datang ke rumah ini, namun orang-orang yang bekerja di rumah ini tahu bahwa dia adalah supir dari keluarga Nabhan. Biasanya jika dia datang untuk memberikan undangan atau kabar yang lainnya, respon satpam disini baik sekali. "Suamiku ...." suara Lia terdengar. "Aku di sini Lia," sahut Agri. "Apakah ini rumah lamaku?" tanya Lia. "Benar sayang, ini rumah lamamu," jawab Agri. Wajah Lia terlihat sedih. "Apakah aku tidak diterima di sini?" Wajah Agri berubah agak jelek ketika mendengar suara sedih istrinya. "Tentu saja kau diterima, satpam akan membukakan pintu gerbang sebentar lagi," ujar Agri. Lia kecil yang berada di jok depan pun mengerutkan keningnya bingung. Sudah dua menit mereka menunggu untuk bisa masuk ke gerbang rumah itu. Sret Agri merogoh ponselnya, beberapa detik kemudian tersambung. "Ayah--" "Turun dan bukakan gerbangnya!" satu kalimat dari Agri dan.... Klik Panggilan telepon diakhiri olehnya. Saat itu juga terlihat Farel turun dari mobil dan berjalan bersama dua pengawal mendekat ke arah gerbang pintu. "Kenapa tidak dibuka gerbangnya?" tanya Farel ke arah sang satpam. "Oh, maaf, bapak ini sedang mencari majikan saya?" tanya satpam itu. "Ya, benar, saya mencari majikan kamu," jawab Farel. "Oh begitu, bapak harus lapor dulu di sini, dan harus diperiksa dulu baru bapak bisa masuk," ujar satpam itu. Wajah Farel berubah dongkol. "Oh! Jadi saya ke rumah ibu saya sendiri harus lapor dulu dan diperiksa dulu begitu baru bisa masuk?" ujar Farel dongkol. "Eh? Rumah ibu?" satpam itu terlihat bingung. "Ya Allah! Tuan Farel! Ayo masuk! Masuk!" salah seorang pekerja taman yang sedang membawa peralatan gunting rumput berseru kaget ke arah Farel. Dia melihat kesal ke arah satpam itu. "Lono! Sampeyan iki kenapa? Itu keponakannya tuan tua, piye toh kamu suruh lapor dulu baru masuk? Wong ini rumahnya juga," ujar pekerja taman itu. "Ehmm ... maaf! Maaf! Saya satpam baru disini!" Lono, satpam baru itu cepat-cepat minta maaf. "Ck ck ck! Ada-ada saja kamu, Lono," pekerja taman itu menggelengkan kepalanya. "Mari masuk tuan Farel, maaf, dia ini satpam baru, baru kerja satu bulan di sini, satpam yang lama sudah pensiun, sedangkan dua satpam yang lainnya sedang ijin," ujar pekerja taman itu. Farel mengangguk mengerti. "Tuan Farel datang sendiri saja?" tanya pekerja taman itu dengan logat Jawa yang khas. Dia melihat kebelakang, satpam yang baru bekerja itu telah membuka lebar pintu gerbangnya, lalu ada sekitar dua mobil masuk, namun bukan dua, tapi tiga ... empat mobil. "Saya datang bersama ibu dan ayah, ibu ingin berkunjung ke rumah lamanya," jawab Farel. "Walah!" pekerja taman itu melototkan matanya kaget. "Nona tua datang toh?!" Sret Brak Tak Tak Tak Pekerja taman itu membuang gunting rumput ke samping pohon palem dan berlari masuk seperti dikejar setan ke dalam rumah sambil berteriak-teriak heboh. "Tuan tua! Tuan Adnan! Nona tua datang ke rumah!" "Tuan tua! Tuan Adnan! Nona tua datang ke rumah!" Pekerja itu berteriak heboh ke dalam rumah. Farel tersenyum geli ke arah pekerja taman tadi. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Suryo, ada apa teriak-teriak begini?" terdengar suara gadis. "Non Ambar! Itu! Nona tua! Datang!" jawab Suryo, pekerja taman tadi. Gadis itu mengerutkan keningnya. "Nona tua siapa?" Gadis itu bingung, siapa nona tua yang sebutkan oleh Suryo ini, pasalnya gelar nona tua itu tidak digunakan lagi untuk panggilan di keluarga Farikin. Jika itu nona besar, dia bisa mengerti. Putri pertama tuan Farikin. "Ada apa, Yo? Kamu teriak-teriak begitu ...." seorang wanita berusia 72 tahun keluar dari dalam kamar. "Nyonya tua, itu nona tua datang dengan suami beliau ada tuan Farel juga," jawab Suryo. "Apa?!" wanita tua itu melotot kaget. Sret Tak Tak Tak Dia berjalan cepat ke luar sambil berbicara ke arah gadis yang merupakan cucunya. "Ambar, cepat beritahu kakekmu, nenekmu Lia datang bersama keluarganya disini." Tak Tak Tak Wanita itu berjalan keluar menyambut. Lia dan keluarganya. "Apa? Nenek besar?" gadis yang bernama Ambar itu meleset ke arah kamar kakeknya. Ceklek "Kakek! Kakek! Nenek Lia datang ke rumah! Nenek Lia datang!" "Apa? Yang benar?" lelaki 74 tahun itu bertanya ke arah cucunya. Glung glung "Iya benar kek, itu kata mang Suryo ada kakek Farel juga!" "Waduh! Bibi Lia datang!" pria 74 tahun itu dengan cepat berdiri dari tempat tidurnya. "Ambar! Bilang kepada semua pelayan dan pengawal, bersihkan seluruh tempat sampah yang ada di dalam atau di sekitar rumah ini!" Davin, pria 74 tahun itu berteriak memerintahkan cucu perempuannya. "Siap, laksanakan!" Ambar, gadis 22 tahun itu berlari dan menghubungi seluruh pelayan dan pengawal dari Farikin. °°° Saya menulis cerita ini di platform D.R.E.A.M.E dan I.N.N.O.V.E.L milik S.T.A.R.Y PTE. LDT Jika anda menemukan cerita ini di platform lain, mohon jangan dibaca, itu bajakan.  Mohon dukungannya. IG Jimmywall Terima kasih atas kerja samanya.  Salam Jimmywall.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD