Chapter 39

1905 Words
"Ingatan yang hilang karena amnesia akibat gegar otak tidak akan kembali lagi. Meski begitu, tidak berarti pasien akan mengalami kehilangan ingatan jangka panjang, risiko amnesia jangka panjang tergantung dari keparahan cedera kepala dan gegar otak yang dialami saat kecelakaan," dokter Risa menjelaskan kondisi dari Chana. (*1) Ben dan Randra yang berada di ruang dokter Risa itu terdiam untuk sesaat. Tidak akan kembali lagi, kalimat itu yang terulang kembali di benak mereka. "Maksud dokter, cucu perempuan saya tidak akan kembali lagi ingatannya karena geger otak serius yang di alaminya?" Randra buka suara. "Ya." Sahut dokter Risa. "Sssshh ... huh ... huh ... huh ...." Ben susah mengambil napas. Putrinya akan hilang ingatan seterusnya. "Jika geger otak ringan dan tidak ada pendarahan di dalam otak atau batang otak, maka pasien biasanya akan kembali pulih seperti semula, namun ini ditemukan pendarahan di otak nona Basri akibat ledakan granat yang menimpanya dua bulan yang lalu, beruntung bahwa hari itu kami segera melakukan operasi, namun itu yang hanya bisa kami lakukan," ujar dokter Risa. "Namun nona Basri masih beruntung, otaknya tidak mati, jadi dia masih bisa berjalan dan melakukan aktivitas yang lain nya setelah sembuh." Ujar dokter Risa. Randra dan Ben terdiam. "Kami akan tetap berusaha memantau perkembangan otak nona Basri, sering-sering datang dan mengajak nona Basri berbicara mengenai hal-hal yang dia suka, seperti buku apa yang dia sukai, barang apa yang dia sukai, buah apa dan sebagainya." Ujar dokter Risa. "Ah, orang yang biasa bermain atau dekat dengannya itu juga bagus, tidak akan pulih ingatannya dalam jangka pendek, namun setidaknya sedikit demi sedikit akan kembali." Lanjut dokter Risa. Ben dan Randra mengerti. Kemudian Randra melihat ke arah dokter spesialis tulang dan dokter spesialis bedah, Febrian. "Sarafnya tidak bisa berfungsi lagi, hancur karena ledakan, Randra." Ujar Febrian. Randra menutup matanya ketika mendengar kalimat dari Febrian, mantan saingan cinta dan sekarang adalah adik iparnya. "Namun menurut dokter Hedi, ruas tulang dari Chana akan sembuh beberapa bulan lagi, kita bisa melakukan terapi, kondisi sarafnya hampir mirip dengan Gilan, putus, namun kondisi cucumu lebih parah, hancur karena ledakan, beruntung nya bahwa tangannya masih utuh, itu yang bisa aku sambung kembali, meskipun operasinya rumit." Lanjut Febrian. "Hiks ...." Ben terlihat menahan suara tangis ketika mendengar ucapan dari Febrian. "Chana ... putriku ... cacat ...." suara serak Ben.  "Dia ... masa depannya ... putriku ... masa depan putriku ...." Ben tidak dapat mengatakan kalimatnya lagi. Dia sangat terpukul. Cobaan apa ini yang datang bertubi-tubi menimpa dia dan keluarganya. Hatinya sebagai ayah sangat sakit.  "Hiks ... shhh ...." Ben berusaha menahan tangisnya, dia melap air mata yang jatuh dari matanya. Sejahat-jahatnya dia di masa lalu, dia adalah seorang ayah sekarang. Betapa pedih dan sakitnya melihat putrinya yang dia cintai dan manjakan terlihat seperti sekarang. Febrian tahu apa yang dirasakan oleh Ben. Febrian melihat ke arah kakak iparnya yang tampak kuyu, istrinya juga sakit, Moti stroke, beruntung saja Febrian belum ke Singapura untuk menghadiri pertemuan dokter ahli bedah.  "Nona Basri harus di rawat di rumah sakit dulu selama satu minggu, setelah pantauan tim dokter, nanti saya dan dokter lainnya akan mengambil langkah lanjutan, apakah harus tetap di rawat di rumah sakit, ataukah rawat jalan." Ujar dokter Risa. °°° Randra sedang duduk memandangi Moti yang menutup mata di atas bed rumah sakit. "Moti ... aku akan memberitahumu kabar baik," ujar Randra, dia sedang menggenggam tangan istrinya. "Chana, cucu perempuan kita kemungkinan akan bisa menggerakkan tangannya lagi di masa depan,"  "Aku berjanji ... aku akan mencari dokter terbaik, dokter terbaik sebanyak banyaknya ...." suara Randra tercekat, dia seperti tidak mampu bersuara lagi. "Kau ... jangan seperti ini ... jangan tidur lagi ... jangan tidur lagi sayang ...."  Tes Setelah kalimat itu, air matanya jatuh. "Sudah cukup kamu menderita dari dulu ... jangan lagi sekarang ...." suara serak Randra terdengar pilu. "Ini dosaku ... ya ... ini dosaku, kenapa Allah tidak membalaskan dosaku padaku ... kenapa harus padamu ...." ujar Randra. Tes Randra menangis pilu. Bruk Sret Randra menoleh ke arah lantai ruang rawat istrinya.  "Poko ...." Poko sedang berlutut ada Ben dari belakangnya yang membulatkan matanya kaget dengan apa yang dilakukan oleh istrinya. "Ini dosa Poko," suara serak Popy terdengar. "Dosa Poko di masa lalu, ayah Ran ... ini dosa Poko, dosa Poko karena Poko anak pembangkang, dosa Poko karena Poko anak durhaka, Poko tidak mendengarkan perkataan orang tua! Hiks! Hiks! Hiks! Ini salah Poko! Poko adalah anak yang tidak tahu diri! Hiks hiks hiks! Poko-" Hap Randra memeluk putrinya, sedangkan Ben tersadar dengan ucapan istrinya. Ya, dosa. Itu bukan hanya istrinya, namun dirinya juga. "Ayah Ran! Poko!" "Tenang, jangan menangis, kita akan cari jalan keluar." Randra menenangkan putrinya, namun dia tidak sadar bahwa dia juga sedang meneteskan air mata. Alan terlihat stress dengan apa yang terjadi. Finisa dan Dimas berdiri di depan pintu rawat Moti. Sret Finisa memegang kedua bahu anaknya, "Dimas, pergi ke ruang kakak Chana dan ajak kakak Chana bicara yah? Nanti saja baru kamu jenguk nenek Momok,"  Glung glung Dimas mengangguk mengerti. "Baik, ma." Tak Tak Tak Dimas berjalan ke ruang sebelah, ruang dimana Chana dirawat. "Aku tidak tahu harus berkata apa pada Liham dan Bilal yang tidak di sini," Alan memijit pelipisnya yang sakit. Cobaan datang tak kenal waktu dan tempat. Dia belum memberitahu kabar ini kepada dua saudaranya yang lain.  °°° Lia kecil duduk di sofa ruang rawat Chana tanpa bersuara sedikitpun, mungkin saja gadis tiga tahun itu tahu bahwa situasi disekitarnya kurang bagus. Gadis itu terlihat agak kikuk, dia hanya duduk diam saja, sudah beberapa jam ini dia duduk diam seperti itu. Seakan lingkungan di sekitarnya terasa agak asing baginya. Sret Hap "Uh?" Lia kecil menoleh ke arah seseorang yang menggendongnya tiba-tiba. "Kakek Busran." Ujar Lia kecil pelan. Busran yang menggendong cucu perempuannya itu tersenyum. "Lia kecil, ada apa?" tanya Busran. Setelah kalimat Busran, Busran mengerutkan keningnya, seperti ada yang dia lupakan setelah dia mendengar kalimat dari cucu perempuannya. "Um ... Ariel ... lapar ...." aksen Prancis sangat kentara terdengar dari suaranya. Busran seketika tersadar, "kepribadian asli." Gumam Busran. Pantas saja sang cucu perempuannya ini duduk bagaikan orang kikuk yang tidak tahu berbuat apa-apa. Busran tersenyum lembut, "baik, ayo kakek Busran akan membawamu untuk makan, Ariel ingin makan apa?" tanya Busran lembut. "Um ... Beef Bourguignon dan mash potato ...." jawab Lia kecil pelan. "Baik, kita akan ke restoran Prancis sekarang." Ujar Busran. Sret Dia menoleh ke arah Gea yang matanya memerah karena baru saja menjenguk kakak perempuannya. Gleng gleng Gea menggelengkan kepalanya. "Aku tidak nafsu makan, aku disini saja, Chana juga baru sadar." Ujar Gea terdengar serak. "Baik, aku akan pergi dengan Gaishan saja." Balas Busran. Gea mengangguk. Cup Perempuan 62 tahun itu mengecup pipi cucu perempuannya. "Makan dengan kakek Busran dan om Shan yah?"  Glung glung Lia kecil mengangguk saja. °°° Busran dan Gaishan sedang melihat Lia kecil makan makanan yang dia minta. Yang sekarang mereka lihat ini bukan Lia kecil, melainkan Ariella. Lia kecil ingin makan makanan Prancis, jadi Busran dan Gaishan pergi ke restoran Farikin's Food. "Jam makan siang, pantas saja cucuku lapar." Ujar Busran. Gaishan mengangguk. Dia dan keluarganya pergi ke rumah sakit Angta untuk menjenguk Chana sekaligus mendengar sakitnya Moti. "Kakek Busran ...." suara Lia kecil memanggil sang kakek. "Ya?" sahut Busran lembut.  Lia sekarang yang ada di depan dia ini adalah cucu aslinya. Cucu yang sangat imut. Cucu perempuan satu-satunya. "Ariel ingin minum Citron Presse ... tidak ingin air putih ... hari ini panas ..." ujar Lia kecil. "Baik, kakek Busran akan pesankan untuk Ariel." Busran mengangguk ke arah cucunya, dia mengusap rambut cucu perempuannya. °°° Sebuah mobil mewah masuk ke gerbang rumah berlantai tiga, ada dua mobil dibelakangnya, namun tidak ikut masuk, mereka hanya berhenti menunggu mobil itu masuk. Sret Hap Gaishan menggendong tubuh keponakan perempuannya dari sang ayah. Lia kecil tertidur saat perjalanan keluar dari restoran, gadis tiga tahun itu tertidur di pelukan kakeknya. "Papa akan balik ke rumah sakit lagi untuk melihat mama, kamu setelah ini akan ke kantor, kan?" tanya Busran. "Tidak, aku akan di rumah saja, ada yang harus Gaishan urus, ini mengenai pelaku yang mengejar Naufal dua bulan yang lalu, Gaishan mendapatkan titik terangnya." Jawab Gaishan. "Baik." Busran mengangguk. Brak Pintu mobil ditutup dan Gaishan memasuki rumah nya. Mobil yang dinaiki oleh Busran perlahan keluar dari gerbang rumahnya. Tak Tak Tak Gaishan memasuki rumah yang dia tinggali. Ghifan punya kediamannya sendiri, sedangkan Gaishan tinggal bersama orang tuannya. Fathiyah baru saja turun dari tangga, dia bersiap-siap akan ke rumah sakit melihat kondisi dari keluarga suaminya. "Gaishan?" Fathiyah mengerutkan keningnya, dia memandangi suaminya dengan teliti. "Itu ... siapa?" Fathiyah menunjuk ke arah pelukan Gaishan. Sang suami sedang memeluk seorang anak perempuan, dia tidak melihat jelas wajah anak kecil itu, sebab anak kecil itu berada di dalam ceruk leher sang suami. "Lia kecil tertidur, aku dari rumah sakit tadi, namun dia lapar dan kita ke restoran, ayah yang mengantar, Lia kecilnya untuk sementara aku bawa kesini dulu, kamu jangan pergi ke rumah sakit dulu, ada Lia kecil disini, tidak ada siapa yang kecil kenal." Ujar Gaishan. Glung glung Fathiyah dengan cepat mengangguk. "Ok," Tak Tak Tak "Ke kamar kita saja." Ujar Fathiyah, dia berjalan ke kamar tidurnya dengan suami dan membuka pintu. Ceklek Tak Tak Tak Gaishan masuk ke kamar mereka dan meletakan tubuh keponakan perempuannya itu di atas kasur mereka. Drrt drrt Ponsel Gaishan berdering. Sret "Halo, Miki." Gaishan merogoh ponselnya dan mengangkat panggilan yang dari Miki. "Tuan Gaishan, saya tidak bisa menghubungi tuan Farel dan yang lainnya karena mereka sibuk," "Ya, ada masalah keluarga yang harus kami tangani." balas Gaishan. "Kami menemukan organisasi tempat dimana naungan para pelaku pemburu tuan Naufal," ujar Miki. "Baik, ke kantorku saja, kita bertemu disana." Ujar Gaishan cepat. "Baik, tuan." Klik Panggilan diakhiri. Sret "Aku akan ke kantor." Gaishan melihat istrinya. "Um." Fathiyah menyahut singkat dan memperbaiki letak selimut dari Lia kecil. "Bagaimana kondisi Chana dan Tante Momok?" Fathiyah menoleh ke arah suaminya setelah selesai memperbaiki selimut untuk Lia kecil. Mata Gaishan memerah. Gleng gleng Pria 38 tahun itu menggelengkan kepalanya tanda sedih. "Chana cacat, tante Momok stroke, masih dalam penanganan," jawab Gaishan. Wajah Fathiyah terlihat sedih. "Aku pergi."  "Hati-hati." Ujar Fathiyah. Tak Tak Tak Gaishan mengangguk sambil berjalan keluar dari kamar mereka. Fathiyah menoleh ke arah Lia kecil, dia tersenyum. "Kapan aku punya anak perempuan sendiri?" ujar Fathiyah. Gaishan dan Fathiyah hanya punya satu anak laki-laki, sedangkan Ghifan punya dua anak laki-laki, tidak ada anak perempuan di keluarga mereka. Nabhan memang dari dulu susah anak perempuan. Dari sang kakek buyut dari suaminya yang hanya punya satu saudara perempuan, itupun menikah dengan orang Jerman, anak-anak mereka warga negara Jerman, lalu saudara sepupu dari Agri yang bernama Nakeisha, beruntung Nakeisha punya satu anak perempuan, Mona. Sisa di generasi ayah mertuanya tidak ada anak perempuan. Anak perempuan muncul lagi di keluarga suaminya dan paman suaminya Daniah dan Diyanah, namun anak mereka juga laki-laki, lalu Bushra, dan ada anak perempuan Bushra, Ariella Achtiana Rousseau alias Lia kecil. °°° "Dari informasi yang kami temukan bahwa para pelaku yang mati itu merupakan mantan napi dari kasus narkoba jenis kokain, mereka ditangkap di tempat yang berbeda ada sepuluh orang pelaku, tiga ditangkap di Medan, dua di pulau Batam, tiga di perbatasan Papua dan Papua Nugini, dua di tangkap di ibukota Jakarta, mereka ditangkap dengan waktu yang berbeda, tidak ditahun yang sama, tiga tahun yang lalu mereka bebas dan menjalani kehidupan seperti biasa, tidak ada tanda-tanda akan mengulang perbuatan mereka lagi, namun tuan Rousseau, yaitu adik ipar anda memberikan informasi yang agak sensitif," Miki menjelaskan. "Apa itu?" tanya Gaishan. Sret Miki memperlihatkan sebuah dokumen dan pesan yang dia terima dari anak buah Frederic. "Mereka terlibat anggota jaringan narkoba internasional, menurut penyelidikan mereka, Kolumbia dan Peru menjadi negara yang mendukung ekspor tanaman kokain atau coke terbesar ke Indonesia secara diam-diam, dan ini cocok dengan data yang kami temukan, para pelaku itu mendapatkan pasokan tanaman kokain mentah dari dua negara itu," jawab Miki. Gaishan terlihat diam, dia sedang berpikir keras. "Namun menurut tuan Rousseau, ada negara lain lagi yang terlibat, namun belum bisa beliau informasikan secara jelas, pihaknya sedang menyelidiki." Ujar Miki. Gaishan mengangguk mengerti. Dia melihat serius ke arah Miki. "Aku ingin kamu memasukan beberapa perempuan ahli beladiri di perusahaan hiburanku, aku akan mengatur mereka untuk pergi berkunjung ke negara-negara yang kamu sebutkan, namun ingat, musuh di gelap, kami di terang," "Lakukan hati-hati." "Baik, saya mengerti." °°° (*1) https://www.google.com/amp/s/amp.suara.com/health/2019/03/21/072500/duh-cedera-kepala-dan-gegar-otak-bisa-sebabkan-amnesia Saya menulis cerita ini di platform D.R.E.A.M.E dan I.N.N.O.V.E.L milik S.T.A.R.Y PTE. LDT Jika anda menemukan cerita ini di platform lain, mohon jangan dibaca, itu bajakan.  Mohon dukungannya. IG Jimmywall Terima kasih atas kerja samanya.  Salam Jimmywall.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD