"Siapa sih ini dari tadi nge-chat ...." Delshad bergumam sebal. Sendari tadi ponselnya seperti diteror, terus berdering, entah panggilan masuk atau pesan beruntun semacam, di mana? lagi sendirian, kan? Jadi, gak? Aku tungguin ya ... kenapa gak balas pesan aku? kenapa tiba-tiba panggilnya di matiin? Delshad sama sekali tidak mengerti apa yang dia katakan.
Satu hal yang Delshad tidak mengerti, kenapa dia tahu namanya?
"Delshad ...." panggil Giffari yang baru saja tiba di kampus. Suara khasnya, langsung dikenali Delshad meski tanpa menoleh. Pria bertubuh tinggi itu melambai pelan, membantu Delshad menangkap keberadaannya di antara banyak orang yang lalu lalang.
"Assalamualaikum," sapa Giffari setelah berada di sebelah Delshad. Delshad menjawab pelan, setengah perhatiannya sebenarnya masih terusik akan dering ponselnya yang terus berbunyi. Panggilan masuk, dari nomor yang sama.
"Antum kenapa? Kok kelihatannya bingung gitu? Lagi ada masalah? Atau tegang mau persentasi ?" tanya Giffari. Keduanya berjalan beriringan menuju kelas. Hari ini mereka memiliki kelas yang sama, mata kuliah, Jurnalistik.
"Ini dari tadi ada nomor yang nelepon aku terus," keluh Delshad, menatap malas layar ponselnya. "Terus pas aku angkat, malah ada suara cewek aneh banget. Dia kirim pesan banyak banget, nih liat deh ...."
Tanpa diminta dua kali, Giffari yang mudah penasaran, langsung mengambil alih ponsel Delshad.
'Hey! Kenapa panggilan saya di matiin!?'
'Kamu di mana? Saya sudah siap nih.'
'Ayo buruan ke sini.'
'Hey, jadi cowok jangan sok jual mahal ya!'
Kening Giffari terangkat, bingung.
'b******n! '
'Sialan, lo buang-buang waktu gue!'
'Lo pikir lo siapa? Lo mau maini gue, ha?!'
'Angkat telepon gue! '
Giffari meringgis pelan, sangat tidak terbiasa dengan kata-k********r. "Kayaknya orang salah sambung deh. Antum gak punya kan teman, kayak gini?"
Delshad menggeleng pelan, tidak mungkinm
"Atau mungkin teman satu organisasi antum, anggota AFM?" tanya Giffari lagi.
Kali ini, Delshad menggeleng, tegas. Mustahil berasal dari anggota AFM. Delshad tidak pernah memberi nomor ponselnya pada siapa pun, kecuali pada beberapa orang yang lumayan dekat dengannya.
"Atau mungkin teman satu angkatan kita?" tanya Delshad.
Giffari menimbang-nimbang sejenak, lima detik setelahnya, cowok keturunan Timur Tengah itu, menggeleng pelan. Membantah pendapat Delshad.
"Gak mungkin. Mana berani anak seangkatan kita ngirim pesan ke antum, apalagi sampai telepon dan ngomong kasar gini. Mereka aja gak mau lewat di di depan antum .... antum terlalu ganteng katanya, takut khilaf, pengen jadiin suami," goda Giffari, tertawa. Sebenarnya fakta itu sudah menjadi rahasia umum, Giffari pernah sekali tidak sengaja mendengar, beberapa mahasiswi berbisik saat Delshad lewat di depan mereka. Pembicaraan mereka kurang lebih seperti yang Giffari katakan.
Bisa dikatakan, Delshad memang memiliki semua syarat seseorang pria tampan, hidung mancung, alis hitam, mata bulat, rahang tegas, kulit putih sedang dan tubuh tinggi, selayaknya pria tampan lainnya. Namun, ada satu hal yang membuat Delshad terlihat berbeda dari peia tampan lainnya, biasa di sebut dengan kharisma. Kharisma yang Delshad miliki cukup sulit dijelaskan, Delshad terlihat terbuka tapi juga tertutup. Sikapnya tidak dingin, tapi juga tidak hangat, yang jelas semua orang akan terpaku saat melihat Delshad untuk pertama kalinya.
"Bukannya antum ya, yang lebih suami-able ...." balas Delshad, seketika membuat mulut Giffari mengerucut. "Ganteng, sholeh, pintar, terkenal lagi, apa kurangnya coba?" tambah Delshad berhasil membuat Giffari kalah telak.
"Udah berapa banyak CV yang antum terima?"
"Ye antum, mah .... ana mau fokus kuliah dulu," sahut Giffari cepat.
"Emang kalo nikah, jadi gak fokus kuliah?Banyak loh orang yang udah nikah dan kuliahnya lancar aja." Sekarang giliran Delshad tertawa puas.
"Nikah kan ibadah, ustadz," tambah Delshad, makin membuat Giffari keki.
Semenjak Giffari mulai membuka diri, tidak lagi malu mengupload vidio dakwahnya di sosial media, Giffari memiliki banyak pengikut. Giffari sekarang sudah menjelma menjadi ustadz seleb.
"Ya gak gitu juga sih." Giffari mendengus pelan, teringat akan pembicarannya dengan orang tuanya, yang selalu bertanya, kapan dirinya bawa mantu, abi dan umi udah pengen banget punya cucu. Teman pondok kamu yang dulu udah pada nyebar undangan, udah ada yang punya anak. Kamu kapan mau nikah? umi, abi udah tua ... jangan kelamaan jomblo.
"Tapi, ana belum bisa. Yang ada entar istri ana protes terus karena sering di tinggal ... apalagi, sekarang ana banyak banget isi tausyiah ke luar kota," jelas Giffari, panik sendiri.
"Eh, ada pesan masuk lagi nih, dari nomor yang tadi," seru Giffari, di sela obrolan mereka mengenai tugas kuliah. Delshad memutar matanya, malas. Meminta Giffari saja yang membaca pesannya. Dia tidak berminat.
"Astagfirullah! " Giffari tiba-tiba berdecak keras, refleks memejamkan mata, menjauhkan ponsel Delshad dari wajahnya.
"Vidio gak bermoral," tambah Giffari sebelum Delshad bertanya. "Blok aja nomor itu! " seru Giffari, cepat-cepat menghapus vidio yang dia lihat. Tanpa ba-bi-bu Delshad langsung menuruti perintah Giffari dan menghapus riwayat pesan dari nomor itu.
"Cewek jaman sekarang, gak ada malunya sama sekali. Ngapain coba ngirim vidio nari-nari gak jelas! Astagfirullah ... " Giffari menggeleng-geleng, tidak habis pikir.
Delshad tidak banyak bertanya lagi, merasa bersalah pada Giffari, entah vidio macam apa yang Giffari lihat, pria itu nampak terus beristigfar, takut hafalan Al-Qur'annya melemah lantaran vidio iseng yang dikirim.
"Ternyata kamu di sini !" pekik seorang gadis berambut panjang, pirang, berdiri lima meter di hadapan mereka. Delshad mengerjap, menoleh ke kanan-kiri, belakang, berpikir kalo gadis itu bukan memanggilnya, tapi tatapan tajamnya, tepat mengarah padanya, membuat Delshad ragu.
"Teman antum? " Delshad menyikut pelan lengan Giffari yang langsung dijawab gelengan yakin, Giffari.
Satu-satunya teman cewek Giffari hanyalah Azzura, dan sisanya teman-teman Azzura yang kemudian menjadi temannya juga. Itu pun hanya sebatas kenal, sesekali mengobrol jika ada keperluan, rata-rata mereka menggunakan kerudung, mungkin hanya tinggal Dila yang belum menggunakan kerudung. Itu pun, Dila mulai belajar menggunakan kerudung, dalam beberapa kesempatan gadis yang juga merupakan teman akrab Azzura mulai menggenakan kerudung. Tidak seperti gadis berambut pirang dengan celana jeans ketat, kaos putih polos yang tidak kalah ketatnya dengan aturan polisi membuat SIM. Perpakaian tapi telanjang. Miris.
Gadis itu berjalan cepat ke arah keduanya dan tiba-tiba, plak! Tamparan keras mendarat di pipi kanan Delshad, semua aktivitas, orang lalu-lalang, seolah berhenti, menatap ke arah Delshad, sama kagetnya dengan Delshad, yang mencoba mencerna cerpat.
"Sial lo ya! Lo mainin gue!" teriak gadis itu setelahnya. Delshad mematung, bingung. Giffari tidak bersuara, masih mencerna apa yang terjadi.
"Kalian lihat pria ini ....." Gadis itu berseru nyaring. Menarik semua perhatian semua orang yang semula, mencuri lirik, menatap sembunyi -sembunyi dari jauh atau pura-pura lewat, sekedar ingin tahu apa yang terjadi. Menoleh pada Delshad, menjadinya seolah pusat magnet.
"Dia cowok berngsek, yang sukanya maini perasaan cewek! Dia udah mainin hati saya, terus dengan seenak jidatnya, dia block nomor saya! " seru gadis itu penuh kemarahan.
Delshad makin melonggo, tidak mengerti, jangankan mainin perasaan, nama gadis itu saja Delshad tidak tahu. Tapi semua orang tidak peduli itu. Semua orang sudah termakan air mata buaya gadis itu, dia menangis, seolah hatinya benar hancur berkeping. Padahal diam-diam, dia tersenyum miring, mengejek Delshad.
Semua orang, cewek-cowok, menatap gadis itu iba, berbanding terbalik dengan mereka menatap Delshad, tatapan sinis penuh kebencian. Seolah berkata, dasar cowok jahat! Delshad tidak tahu harus bereaksi seperti apa, pipinya sakit dan kepalanya mulai terasa tidak nyaman.
Sikap diam Delshad itu malah diartikan orang beberapa cewek sebagai sikap angkuh, yang tidak berniat meminta maaf pada gadis itu.
"Dasar cowok sok ganteng ...." cibiran-cibiran itu mulai terdengar.
"Ih amit-amit cabnag kebo, punya cowok macam dia. Ganteng doang, akhlak nol! "
"Bukannya minta maaf, malah diam aja. Benar-benar gak punya hati."
"Kelihatannya aja cowok baik-baik, tapi aslinya gak kalah jahat dari buaya darat !"
Delshad pikir, semua keributan ini akan berakhir dengan kepergian gadis berambut pirang itu. Namun, dugaanya salah ... tiba-tiba datang lagi seorang gadis, yang entah dari mana, melakukan drama yang sama, menampar Delshad, membuat heboh semua orang. Giffari mencoba menyelamatkan Delshad, tapi gadis berikutnya lebih mengerikan. Giffari nyaris tersungkur, jatuh. Pipi Delshad kembali mendapatkan tamparan keras. Tiga kali dalam lima menit.
Beberapa orang mulai menatap iba Delshad, sebagian nampak puas seolah memang itulah yang pantas didapatkan Delshad. Beberapa lagi sibuk saling berbisik, menjelaskan pada orang yang baru saja melintas mengenai apa yang terjadi.
Sialnya lagi, Delshad tiba-tiba mendapati Affifah di antara kerumunan itu, baru melintas, menatap bingung sekeliling. Begitu matanya terangkat, pandangnya terkunci pada Delshad yang menjadi pusat perhatian semua orang, makin bingung. Seorang gadis yang sepertinya mengenali Affifah, menyapanya, tanpa dimintai langsung menjelaskan keributan kecil apa yang terjadi.
"Iya, Delshad. Dia itu buaya darat! Dia dilabrak banyak cewek ...."
Delshad tidak tahu apa lagi yang gadis itu katakan pada Affifah setelahnya, gadis itu berbisik, pelan, sesekali melirik ke arah Delshad dengan tatapan sinis. Delshad tidak tahu apa yang terjadi, tapi keributan ini membuatnya mungkin buruk dimata Affifah.
Beginikah, kisah cintanya akan di mulai?
**