Insiden
“Aarrrrghhhh!!!! “
Suara teriakan dari luar, mengusik tidur bayi di dalam ranjang mungilnya, bayi itu mulai merengek, membuat anak kecil berusia sepuluh tahun, terlonjak kaget dari kasurnya dan langsung berjalan cepat ke tepi ranjang adiknya yang berusia satu tahun.
“Cup... cup... cup... tidur ya dek, jangan nangis,” tangan kecil gadis itu mengusap-usap mulut adiknya , berharap adiknya tenang dan tidur lagi. Tapi yang terjadi malah adiknya semakin merengek, merasa tertipu bawah yang ada di dekat mulutnya merupakan jari mungil yang tidak akan mengeluarkan su*su.
Bayi itu haus.
Gadis kecil itu kebingungan lantaran ia sudah berkali-kali di larang untuk keluar sampai suara berisik itu menghilang. Tapi adiknya terus menangis dan butuh su*su. Tidak ada pilihan baginya, ia harus keluar.
Dengan langkah kecilnya, ia meraih gagang pintu yang terkunci dari dalam. Ia tidak ada pilihan, selain keluar untuk mengambil su*su untuk adik kecilnya lalu kembali ke kamar dan tidak akan keluar lagi sesuai perintah ibunya.
“Mama.....”
Terdengar suara dari balik pintu kamar adiknya yang keduanya. Langkah gadis kecil itu seketika berhenti, ia mengabaikan tekadnya untuk segera ke dapur dan langsung kembali ke kamar.
Gadis kecil itu lalu membuka pintu dan terlihat adiknya berusia delapan tahun sedang meringkuk di lantai dengan tangan dan kaki terikat. Hanya mulutnya yang dibiarkan bebas.
“Adek....” Kaki kecil gadis itu langsung memburu mendekati adiknya.
“Kakak... Mereka jahat.” Tangis gadis kecil itu. “Tangan dan kaki aku sakit, Kak...”
“Kakak bukain ya, kamu jangan nangis. Kakak takut kalo kamu nangis. Papa nanti nyalahin kakak. Stststatsta... berhenti nangisnya ya, Dek...di luar berisik banget, papa pasti banyak tamu. Papa nanti marah kalo kamu nangis terus,” bujuknya, tapi adiknya tidak peduli. Ia malah semakin kencang menangis, membuat gadis berusia sepuluh tahun itu, kesal, dan mengancam akan meninggalkan dia kalo terus menangis.
Dua menit berikutnya adiknya itu diam. Ia mulai terlelap meski di luar saking berisik. Entah apa yang terjadi di luar sana.
“Kamu tidur ya, kakak mau ke bawah dulu ambil su*su buat Tony.”
“Gak mau, Kak. Aku gak mau di tinggal di kamar sendiri. Aku takut. Aku mau ikut kakak aja.” Mata gadis kecil itu kembali menampakan bulir air mata, ia menahan lengan kakaknya yang hendak beranjak dari sana.
“Ihhhh ..gak usah nangis. Cengeng banget sih. Ya udah, kamu di belakang kakak aja, jangan bersuara, kita cuman mau ke dapur ambil su*su terus kembali ke kamar.”
Kedua anak itu lalu dengan hati-hati keluar kamar. Mereka menoleh kanan-kiri terlebih dahulu sebelum berani keluar dari pintu panjang kamarnya.
“Bruk! “
Kedua gadis itu terlonjak kaget, mendengar suara yang sangat dekat dengan mereka, tidak berasal dari lantai bahwa tapi dari lantai atas kamar. Yap, kamar di mana ada Tony di sana.
“Tony...” seketika gadis kecil berusia sepuluh tahun itu terperanjat, cemas. Adiknya yang kedua refleks langsung menangis merasa hal buruk baru saja terjadi.
“Tong.....” gadis kecil itu langsung membalik tubuhnya, berlari kembali ke kamarnya, meninggalkan adiknya yang menangis di belakangnya.
“Tolong jaga, Tony. Ayah mu bukan orang baik !”
“Tolong jaga adik-adik kamu. Kamu anak sulung di sini.”
“Mama mau ke mana? “
“Mama gak kemana-mana sayang. Kamu tunggu sini. Jaga Tony. Jangan keluar dari kamar ini sampai mama kembali, ingat ya....”
“Tapi Ma....”
“Kamu sudah besar, jangan cengeng!”
“Mama titip Tony. Kamu yang bertanggung jawab atas Tony. Mama akan segera kembali.”
Perkataan itu terus mengiringi langkah kecil gadis itu, dan gadis itu tertegun saat sudah sampai di depan pintu kamar miliknya.
Tidak ada suara tangis Tony, adiknya. Sesaat gadis kecil itu menghela nafas lega, ia masuk langsung ke kamar dan langkahnya seketika berhenti.
Tony telah tiada.
Adiknya telah berhenti menangis selamanya.