"Kalau lo nggak mau terima tawaran gue, ya udah. Jangan sewot gitu kali, Ghi! Pasang muka kaku kek patung gitu, malah bikin sulit dapet jodoh lho," cibir Vivian sedikit berteriak dekat telinga Ghidan. Pasalnya, saat ini pria itu sedang mengendarai motor besarnya ke arah Denpasar, dan dengan tidak tahu malu (tentu saja), Vivian kembali menumpang karena tujuan mereka satu arah.
"Saya nggak sewot," jawab Ghidan suaranya bercampur kencangnya angin.
"Nggak sewot tapi dari tadi tuh muka jutek terus kalau ke gue. Udah kayak kanebo dijemur sebulan tau nggak," gumam Vivian lirih. Bibir tipisnya kembali manyun saat ingat ide briliannya ditolak mentah-mentah oleh pria itu.
Padahal di luar sana banyak pasangan tak saling cinta yang menikah atas dasar bisnis kan? nikah kontrak gitu maksudnya. Apalagi di dalam cerita n****+-n****+ romansa yang kerap ia baca. Jadi rasanya tak akan aneh kalau Vivian terapkan juga di dunia nyata. Toh nanti ujung-ujungnya akan menguntungkan kedua belah pihak. Ghidan bisa pamer istri ke keluarganya, dan Vivian ... tentu saja akan mendapat apa yang menjadi incarannya selama beberapa tahun ini. Rumah peninggalan mendiang sang ayah yang tengah ia perjuangkan agar tak jatuh ke tangan orang lain. Sayang, belum apa-apa Ghidan sudah menolak saran tersebut.
Masalah rumah peninggalan mendiang ayahnya itu … bukan karena Vivian gila harta atau tak berpikir logis untuk melepaskan hal yang tak mungkin ia raih dengan kondisinya yang kini bisa dibilang mendadak bangkrut habis-habisan. Vivian hanya berusaha untuk berjuang mempertahankan rumah terakhir keluarganya. Agar semua kenangan yang ada di dalamnya tetap terjaga. Memang benar, segala isi atau furniture yang ada di sana bisa saja diganti dengan yang baru. Akan tetapi kenangan indah masa kecil Vivian yang bahagia yang pernah terjadi di rumah itu, tak akan pernah bisa ditukar. Dengan apa pun dan sebanyak apa pun nilai yang ditawarkan.
Vivian bukannya tak punya pertimbangan sebelum melontarkan ide itu. Kalau dipikir-pikir, daripada ia mengambil kontrak agensi model yang dulu pernah menaunginya beberapa tahun tapi sangat menyiksa mental dan batin lantaran salah satu oknum petingginya sempat melecehkannya. Rasanya lebih baik kalau ia menjadi istri kontrak yang perjanjiannya jelas kan? tinggal berakting menjadi istri yang patuh dan penyayang keluarga lalu ia bisa melanjutkan hidup dengan tenang. Dan yang lebih menyenangkan lagi, jika hal itu terjadi Vivian tak perlu meninggalkan passion yang tengah ia geluti selama ini.
"Saya antar sampai sini saja ya." Ghidan menghentikan laju motornya di area parkir bandara.
Vivian menoleh ke kanan kiri. Ternyata benar, ia sudah sampai di tujuan. "It's okay, yang ada malah gue harus makasih banget karena elo mau repot nganterin gue," serunya lantas turun dan mengembalikan helm berwarna hitam metalik milik Ghidan yang menurutnya terlalu besar untuk ukuran kepalanya.
"Mumpung searah." Ghidan menerima helm tersebut lantas mengangguk singkat.
"Ini no HP gue." Tiba-tiba saja Vivian menyodorkan secarik kertas kecil yang bertuliskan nomor ponselnya.
Salah satu alis Ghidan menukik saat melihat kertas tersebut. "Buat apa?"
"Gue pantang pinjem barang orang lalu dikembalikan dalam keadaan nggak bersih. Jadi... " Vivian sedikit mengangkat paper bag di tangan kanannya. "Gue cuci dulu jaket lo ini, nanti gue kembalikan kalau udah bersih wangi. Lo bisa kirim alamat lo ke nomor itu, biar gue anter atau paketin," sambungnya langsung membuka telapak tangan Ghidan dan menyelipkan kertas kecil itu ke sana.
"Ambil aja nggak masal—”
"Bye, Ghi. Thank you." Tak mengindahkan kalimat Ghidan, Vivian langsung menyeberang jalan dan melambaikan tangannya ke udara.
Ghidan menggeleng tak habis pikir dengan tingkah Vivian yang kadang di luar prediksi. Memandangi kertas di tangan kirinya sejenak, Ghidan meremasnya lantas membuang asal ke tepi trotoar. Pria itu tak membutuhkannya. Bukan karena meremehkan gadis itu, tapi karena Ghidan sudah punya data diri lengkap milik gadis itu sejak semalam. Tentu saja termasuk nomor ponselnya yang aktif.
Daripada melamun karena dilanda insomnia, semalam Ghidan sengaja mencari tahu tentang semua hal yang berkaitan dengan Vivian. Menolak disebut penasaran, tapi ujung-ujungnya tetap saja Ghidan mencari tahu semua kelok kehidupan yang dilalui gadis itu.
Begitu bayangan Vivian menghilang dari pandangan, Ghidan segera memacu motornya lagi. Kali ini ia akan bertemu dengan Wisnu, salah satu kenalan Yudho yang bertugas menggerebek tempat tinggal Annette dan Freddi. Lantaran peran Ghidan yang menjadi informan dadakan sangat dibutuhkan, seharian ini akan mengikuti langkah Wisnu untuk membekuk komplotan Annette.
***
Vivian tengah menghias topping cupcake pesanan Bu Retta ketika suara nyaring Sasa menyentak kedua telinganya.
“Vi, Vian, berita heboh, Viii!!” pekik Sasa lantas melepas sarung tangan plastik yang tadinya membungkus jemarinya. Padahal sepertinya tadi Sasa ini sangat fokus menghias cup cake lain di dapur, tapi mendadak saja gadis itu kini mendekati Vivian yang tengah berkonsentrasi di meja makan.
Sasa ini salah satu sahabat yang Vivian miliki sejak SMA yang sampai sekarang tak pernah menjauh meskipun tahu cerita keluarga Vivian yang berantakan hingga mengalami bangkrut. Hanya Sasa, si tuan putri polos dan baik hati ini yang selalu ada saat Vivian jatuh terpuruk dan ditinggalkan teman-temannya yang lain.
Di saat temannya yang lain bertahan dengan topeng kepalsuan dan rasa kasihan, lain halnya dengan Sasa dan Yasmin yang tetap menguatkan Vivian dengan tulus tanpa penghakiman. Bahkan tanpa diminta, Sasa selalu menyempatkan diri untuk mampir ke kontrakan Vivian untuk membantu sahabatnya menyelesaikan pesanan kue-kue dengan tampilan lucu yang kini ditekuni dengan serius oleh Vivian.
“Duuuh, mulut lo ngagetin gue aja deh, kalau gue mati muda lo mau tanggung jawab apa?” Vivian mendelik lebar mencoba memberi peringatan pada sahabatnya yang satu ini.
“Tapi ini beneran berita besar, Vi. Lo kan dari tadi sibuk ngadon, jadi pasti belum lihat update terdari dari akun lambe murah.” Sasa menarik satu kursi lantas mendekatkan layar ponselnya ke depan wajah Vivian.
Melihat antusias Sasa, mau tak mau membuat Vivian menyerah dan tergelitik ikut penasaran juga. Setelah meletakkan potongan buah strawberry di tangannya, ia ikut melepas sarung tangan plastik dan mendekat ke arah Sasa.
"Lihat, baik-baik deh, gue nggak nyangka kalau Kak Anne terlibat sindikat narkoba jaringan internasional gitu. Ngeri nggak sih?"
Vivian menyipitkan mata untuk membaca headline berita di akun gossip ternama itu.
'Gempar! Model ternama berisinial AP beserta 2 WNA terlibat penggerebekan Narkoba di Canggu, Bali.'
"AP?" gumam Vivian lirih.
"Annette Priskila, siapa lagi?" timpal Sasa dengan mimik wajah serius. "Itu fotonya jelas banget kalau dia," sambungnya menunjuk salah satu terpidana wanita berambut panjang yang sedang menunduk dalam serta memakai baju berwaran orange khas tahanan.
"Astaga... jadi si Ghidan itu nggak bohongin gue dong? Apa yang dia bilang bukan hoax," gumam Vivian sampai menutup mulutnya hampir tak percaya dengan berita yang ia baca.
Sasa mengerutkan kening. "Hmmm? siapa yang bohongin elo?"
"Kenalan gue pas di Bali, gue ... hampir aja terseret kasus ini andai gue maksa nerima mobil pemberian Annette." Vivian meraih ponsel dari tangan Sasa dan menggulirnya hingga bawah sampai ia benar-benar tuntas membaca artikel juga komen-komen netizen yang mulai ramai.
"Maksudnya gimana? kok gue nggak paham?"
Vivian tak membalas tatapan Sasa karena ia masih sibuk mencari berita lain yang masih terkait dengan kasus Annette.
"Jadi gini, Sa. Waktu gue di Bali kemaren lusa tuh ya ...." Vivian mulai bercerita panjang lebar tentang kejadian di pesta Marco sampai pertemuannya dengan Ghidan.
"Kenapa elo baru cerita sih? seru kali, Vi." Sasa meletakkan ponselnya begitu saja di atas meja saat Vivian selesai menceritakan semua drama yang sempat ia alami di pulau Dewata.
"Seru pala lo peyang?!" gertak Vivian menghentakkan satu kakinya di bawah meja. "Gue hampir aja jadi tumbal kasusnya Annette, dan lo bilang hidup gue seru?"
"Tapi nggak jadi kan? maksud gue yang bikin seru itu kejadian saat si ajudan Irawan itu nabrak mobilnya. Coba aja kalau dia nggak pernah nabrak dan meriksa isi mobil itu? pasti lo udah ikutan berdiri di sana juga sambil nangis-nangis bombai." Jari telunjuk Sasa mengarah ke ponsel yang layarnya masih menampilkan sosok Annette dan komplotannya yang berdiri berjejer di belakang petugas. "Lo berhutang budi loh sama si Ghidan Ghidan itu. Udah bilang terima kasih belum?"
“Eh?” Vivian spontan menggeleng. "Gimana mau bilang makasih, nomornya aja gue nggak punya. Dia juga belum ada chat gue, padahal jaketnya udah gue cuci bersih sejak kemarin lusa."
"Ya elo tanya Irawan lah," saran Sasa mulai memakai sarung tangan plastiknya lagi. Hendak melanjutkan menghias cup cake yang tinggal beberapa biji.
"Ngawur banget, Irawan tuh dendam banget sama Annette dan gue karena udah bikin rumah tangganya goyah. Ya kali gue malah tanya-tanya ke dia, setor nyawa tuh namanya."
Sasa tergelak kencang lantas mengambil ponselnya untuk mengetukkan sesuatu. "Siapa nama ajudannya Irawan? punya sosial media nggak dia?"
"Ya mana gue tahu?" Vivian mengendikkan bahunya. "Orang kaku macam patung kepanasan gitu kayaknya nggak bakalan punya aku sosmed deh."
"Siapa namanya? gue jadi penasaran sama orangnya, siapa tau dia mutual sama akun Irawan kan?"
"Ghidan," jawab Vivian singkat seolah tak peduli. Padahal ia sempat melirik ke arah Sasa saat temannya itu mengetik nama Ghidan di kolom pencarian.
"Ghi... dan," eja Sasa pelan. "Yang ini bukan sih? akun ini doang yang namanya mirip?"
Dengan wajah datar, Vivian menggeser tubuhnya dekat Sasa. Ikut mengamati salah satu akun dengan nama ‘ghid__and’ yang berhasil ditemukan Sasa.
"Mana gue tau, postingannya cuma satu biji gitu. Mana kelihatan punggung doang lagi," seru Vivian mencebik kecil. "Bukan deh bukan, gue yakin itu bukan akunnya!" lanjut Vivian serius. Padahal dalam hati ia sempat meyakini kalau pemilik punggung lebar di foto itu adalah Ghidan yang ia temui beberapa hari lalu.
"Yaah, sayang banget. Padahal harusnya lo bisa hubungi dia lewat DM kan? say thank you gitu." Sasa melengos mulai tak tertarik dengan bahasan mereka.
"Biarin aja deh, nanti kalau waktunya juga ketemu sendiri. Tuh jaketnya udah melambai-lambai minta dikembalikan ke tuannya." Vivian mengendikkan dagu ke arah laundry room yang di salah satu sudutnya tengah tergantung jaket berbahan jeans tebal berwarna gelap.
"Lhooo ... kok malah ngerumpi sih Nona-nona cantik ini, satu jam lagi pesanannya harus sudah diantar lho," seru Linda. Salah satu pekerja harian yang membantu Vivian menyelesaikan pesanan custom korean cake jika sedang banjir orderan seperti hari ini.
"Santuy, Mbak, udah tinggal loyang terakhir kok ini," seru Vivian sambil tersenyum kali ini menggerakkan kantong whipped cream di tangannya. "Bagian Mbak Linda udah beres?"
"Sudah dong, Non," jawabnya bangga kemudian meletakkan cup cakes bagiannya di ujung meja.
"Ya udah kalau gitu Mbak Linda hitung ulang dan masukin ke box ya, ini tinggal dikit banget kok," ujarnya langsung diangguki Linda. "Bagian lo udah beres, Sa?" imbuhnya gantian menatap Sasa yang sudah kembali ke tempatnya semula.
"Sabar, Bu. Kurang 2 loyang nih," jawabnya meringis lebar.
"Gosip aja sih lo kerjaannya," cibir Vivian mengejek.
"Laah, kan elo yang jadi sumber gosipnya," balas Sasa memanyunkan bibir.
"Sialan!" dengkus Vivian kembali pada pekerjaannya. Menghias topping-topping lucu seperti ini adalah bagian yang menjadi favoritnya. Setelah semuanya sudah selesai dan rapi bersemayam dalam box mika, ia langsung mengantar sendiri kue-kue lucu itu pada si pemesan, yang untungnya tak terlalu jauh dari kontrakan Vivian.
Hingga menjelang malam hari, Vivian masih menyayangkan kenapa benaknya tak bisa fokus seratus persen setelah mengetahui tentang penangkapan Annette dan komplotannya siang tadi. Bukan karena memikirkan nasib Annette, melainkan karena saran dari Sasa agar ia berterimakasih ada Ghidan. Pria asing yang mendadak muncul begitu saja dan mencegahnya masuk dalam pusara hukum Annette.
Menimbang beberapa saat, akhirnya Vivian meraih ponsel yang sedari tadi ia biarkan di tengah tempat tidur. Mengetikkan nama akun yang sangat mirip dengan nama Ghidan dan … mengetikkan sesuatu. Iya, setidaknya ia harus berterimakasih pada pria itu kan?
***