"Masih kesel?" tanya Gaston yang memperhatikan raut wajah Gea masih ditekuk masam.
Karena perempuan hamil di depannya itu tak menjawab, Gaston mengembuskan napas panjang. Beginilah jika menghadapi ngambeknya ibu hamil. Harus ekstra sabar. Bahkan semua yang terjadi juga diluar kendalinya. Mana Gaston tahu jika ada Gelia di tempat ini. Dan lagi mendadak mood Gea hancur hanya gara-gara melihat keberadaan Gelia dengan segala pemikiran random yang hanya Gea sendiri yang tahu.
"Gue hanya takut kalau Mas Gery ngelihat Gelia ... lalu ngebandingin mantan kekasihnya itu sama gue. Ke mana-mana Gelia lebih cantik dan lebih langsing dari gue, Gaston!" pekik Gea melampiaskan kekesalan dengan menusuk sendok pada es krim yang hampir mencair.
Iya. Gaston memang tadi membawa Gea menuju stand es krim, setelah sempat melihat sosok Gelia sedang ada fashion show di tempat ini.
"Elu lagi hamil, Gea! Jelaslah Gelia lebih langsing. Heran gue sama elu. Udah jelas-jelas Gery milih elu bahkan Gery udah nikahin elu. Masih juga cemburu sama ulet bulu."
"Ulet bulu itu bini elu, Gaston! Gimana, sih!"
Gaston meringis. Menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal. "Gue lupa. Tapi gue janji sama elu. Bakal ngejaga Gelia dengan baik dan benar. Tidak akan gue biarin Gelia gangguin Gery lagi. Udah jangan ngambek lagi. Bingung gue kalau elu ngambek gini. Apa-apa serba salah. Untung saja Gery berhasil gue chat tadi. Biar dia ke sini jemput elu."
Mata Gea membulat. "No! Ngapain elu nyuruh Mas Gery ke sini. Tidak ... tidak. Gue enggak mau Mas Gery ketemu Gelia. Gue insecure sama Gelia, Gaston! Elu jadi teman nggak pengertian banget sih!"
Lagi-lagi Gaston salah jalan. Dia yang tadinya menghubungi Gery agar datang ke sini dan menenangkan Gea ... eh, ujung-ujungnya salah lagi di mata Gea. Gaston mengusap kasar wajahnya. Lagi-lagi ujian menghadapi ibu hamil harus memperbanyak stok kesabaran.
"Terus gimana? Gery-nya udah jalan juga ke sini. Tadi pas gue chat, memang kebetulan dia sudah di jalan dan mau nyusulin elu."
Gea lantas beranjak dari duduknya. Es krim yang dibeli saja belum habis. Tapi wanita itu malah menarik lengan Gaston yang kokoh dan berotot untuk meninggalkan tempat ini. "Ayo buruan kita cegat Mas Gery di depan. Pokoknya jangan sampai masuk ke dalam mall ini. Bisa gawat jika sampai Mas Gery bertemu mantan kekasihnya itu."
"Astaga, Ge! Nggak usah panik gitu kenapa? Kalau pun Gery udah terlanjur ketemu Gelia ... gue yang bakal tanggung jawab. Elu sendiri yang tadi ngingetin gue kalau Gelia istri gue sekarang. Jadi ... serahkan urusan Gelia ke gue. Okay!"
Gea masih memberenggut. Gaston mengusap-usap kepala Gea. "Demi elu dan rumah tangga elu sama Gery ... gue bakal lakuin apapun, Gea. Termasuk membuat Gelia untuk tidak lagi bisa mengusik Gery apalagi sampai merusuh di kehidupan rumah tangga elu. Pelan-pelan gue akan kasih pengertian ke Gelia, jika jodoh dia bukan Gery. Tapi gue."
Tiba-tiba saja Gea tersenyum lebar. Ekspresi yang bisa berubah drastis hanya dalam hitungan menit. "Cie ... cie, yang sudah siap jadi suami beneran buat Gelia. Udah ngaku-ngaku jadi jodohnya Gelia juga."
Gaston berdecak. "Apa sih, lu! Random banget. Tadi bete, kesel. Sekarang malah cengar cengir."
Gea menepuk lengan Gaston. "Gue dukung jika elu beneran mau berubah. Karena bagaimana pun, berpasangan dengan lawan jenis itu jauh lebih seru daripada dengan sesama jenis. Kalau elu nggak percaya, coba saja. Elu dan Gelia udah kadung nikah juga. Dan lagi Om Gun sangat menggantungkan banyak harapan pada elu. Gue harap elu bisa menjalani rumah tangga yang baik dengan Gelia. Tidak perlu memaksakan diri, tapi dicoba pelan-pelan. Elu kenali dulu siapa pasangan elu. Jika elu mulai merasa nyaman ... gue yakin ke depannya elu bakal bisa menerima Gelia dengan segala macam karakter serta sifatnya."
Gaston menunduk. "Gue juga sadar kali, Ge, jika bukan orang yang baik. Bahkan banyak buruknya ketimbang baiknya. Jadi, gue juga enggak akan banyak menuntut hal yang baik-baik semua dari Gelia. Dan mungkin kami bisa sama-sama berjuang buat menjalani hidup yang lebih baik lagi nantinya."
"Gue jamin Gelia adalah pasangan yang tepat buat elu. Elu kan suka random orangnya. Absurd juga. Kadang baik, kadang nyebelin. Sementara Gelia ... you know lah dia seperti apa. Dan gue rasa ... karena kelebihan serta kekurangan masing-masing dari kalian lah yang kelak bisa membuat elu dan Gelia bersatu untuk mewujudkan visi dan misi yang sama dalam berumah tangga."
Gaston meraup wajah Gea. "Kenapa elu jadi sok bijak gini!"
Gea malah nyengir tidak jelas. Gaston kembali bertanya karena takut salah lagi. "Jadi nunggu Gery di depan nggak?"
"Ya jadi. Ayo!"
Terlambat. Karena baru saja Gaston dan Gea meninggalkan outlet es cream, mereka harus disuguhi dengan pemandangan Gery yang berjalan bersama Gelia.
Tubuh Gea menegang sempurna. Gaston dengan sigap melingkarkan tangan di pundak Gea. "Jangan kelihatan sedih gitu! Mana Gea yang biasanya bar-bar saat menghadapi bibit-bibit pelakor?"
***
“Gery tunggu!” Gelia terseok-seok menyamakan langkah kakinya dengan Gery. Pria itu melirik sinis pada Gelia yang justru masih mengikutinya. Andai tidak ingat tentang Gelia yang merupakan istri Gaston, mungkin Gery akan mengusir wanita itu.
Sementara Gelia yang fokus pada Gery, membiarkan saja saat tadi Galuh pamit untuk pulang sendiri.
"Gel, udah deh! Jangan resek. Stop di sini dan jangan ngikutin saya lagi. Saya nggak mau ya sampai Gea salah paham jika melihat kita berdua seperti ini."
Gery yang kesal malah ditanggapi dengan binar kebahagiaan oleh Gelia. "Justru bagus dong kalau Gea sadar diri. Dia itu nggak ada apa-apanya jika dibandingkan aku, Gery!"
Gery memutar bola matanya malas. Karena sejak tadi dia sudah berkali-kali menepis tangan Gelia yang melingkar di lengannya, tapi tidak berhasil. Kali ini Gery menyerah dan membiarkan wanita itu menggandeng lengannya. Dalam hati Gery berpikir, jika setelah bertemu Gaston nanti, maka dia akan memaksa Gaston agar membawa pergi wanita ini.
Dengan kepala celingak-celinguk mencari sosok sang istri, yang tadi dia mendapat informasi dari Gaston, seharusnya ada di sekitar sini.
Benar saja, Gery melebarkan senyumnya ketika melihat Gea yang melambai ke arahnya.
"Mas, sini!" teriak Gea yang kini memasang ekspresi kegirangan. Berusaha untuk menyembunyikan kekesalan lantaran melihat Gelia yang gelendotan di lengan suaminya.
Gery berjalan cepat menuju ke arah istrinya, melepas genggaman tangan Gelia di lengannya.
Sementara Gelia, perempuan itu berdiri di tempatnya dengan wajah penuh kekesalan. Memperhatikan interaksi Gaston, Gea, dan juga Gery.
Dapat Gelia lihat bagaimana Gaston yang merangkul mesra pundak Gea. Lalu saat Gery datang menghampiri keduanya, Gery juga bersikap biasa-biasa saja seolah tidak terpengaruh sedikit pun dengan kedekatan Gaston dengan Gea. Yang ada malah Gery mencium sebelah pipi Gea hingga Gaston melepas tangannya dan menggeser tubuhnya.
Sejauh ini, Gelia masih belum paham tentang hubungan mereka bertiga. Yang Gelia pikir Gaston adalah selingkuhan Gea, mengingat interaksi keduanya sangat harmonis layaknya pasangan kekasih. Tapi ... kenapa Gery tidak cemburu dan malah tampak akrab sekali dengan Gaston?
"Ehem!"
Gelia terjengit kaget karena tiba-tiba Gaston sudah berdiri di hadapannya, setelah sebelumnya berdehem cukup keras hingga menyadarkan dia akan dunia nyata.
"Halo, istri? Sudah selesai fashion show-nya? Ayo pulang!"
Dan keterkejutan Gelia tidak hanya sampai di sana, karena kini tangan besar Gaston malah meraih lalu menggenggam tangannya. Menariknya menjauh dari Gery dan Gea.
Gelia menoleh ke belakang. Matanya mendelik tajam melihat pada Gea yang tersenyum lebar sembari melambaikan tangan padanya.