Gelia mencoba melepaskan genggaman tangan Gaston pada tangannya.
"Lepas nggak!" pekik Gelia kesal.
"Apa sih! Lagian kalau aku lepas ... bisa-bisa kamu akan merusuh Gery lagi."
Gelia mengerucutkan bibirnya tidak suka. Kesal dengan Gea yang bisa merebut perhatian serta kasih sayang Gery dan Gaston. Meski Gelia tidak mencintai Gaston, tapi pria itu adalah suaminya. Sudah sewajarnya suami membela istrinya, buka malah berpihak pada selingkuhannya.
"Jangan ikut campur dengan urusanku sama Gery!"
"Selama Gery masih jadi suami Gea ... aku akan terus ikut campur."
Mata Gelia menyipit dengan kepala mendongak agar dapat melihat ekspresi wajah Gaston. "Segitunya belain selingkuhan kamu?"
Gaston terkekeh. "Seharusnya kamu berterima kasih sama aku. Setidaknya dengan adanya aku ... akan mempermudah kamu untuk segera move-on dari Gery Ganesha."
"Gue masih cinta sama Gery. Nggak bisa seenaknya move-on."
"Ingat Gelia! Jangan merendahkan diri kamu di hadapan lelaki yang sudah tidak menginginkan kamu lagi. Dari pada kamu repot-repot mengemis cinta sama Gery ... kenapa enggak kamu coba saja menjalani pernikahan ini dengan baik bersamaku?"
"Ogah!"
Dan Gaston hanya mengedikkan bahunya, tanpa mau melepaskan genggaman tangannya. Takutnya Gelia malah kabur lalu merusuh lagi. Kasihan Gea jika sampai stres hanya karena ulah Gelia.
Sampai di area parkiran, Gelia kembali meronta ingin lepas dari genggaman Gaston.
"Gue bawa mobil sendiri tadi. Lepasin!"
"Mobil kamu di mana? Harus benar-benar aku pastikan bahwa kamu betulan pulang."
Gelia menyentak tangannya. "Dasar resek!"
Gelia melengos, mencari-cari keberadaan mobilnya yang dia parkir tidak jauh dari tempatnya sekarang. Heran. Dari sekian banyak lantai di mall ini, kenapa juga dia bisa memarkir kendaraan di lantai yang sama dengan Gaston. Apa ini definisi dari jodoh?
Gelia geleng-gelengkan kepalanya. Lalu gegas masuk ke dalam mobilnya. Dari lirikan matanya, Gelia bisa melihat jika Gaston masih memperhatikannya.
Sialan! umpat Gelia dalam hati hanya karena Gaston benar-benar mengawasi agar dia tidak sampai mengejar Gery lagi.
Menghidupkan mesin mobil, lalu memacu kendaraannya melewati tubuh Gaston yang berdiri di samping mobilnya. Bisa-bisanya Gaston dengan santai melambaikan tangan padanya membuat kata u*****n meluncur dengan lancar dari mulut Gelia.
•••
Setelah kepergian Gaston yang membawa Gelia, Gea dengan mudah mengubah kembali ekspresi wajahnya. Perempuan yang sedang hamil tua itu masih kesal dengan suaminya. Menyadari raut wajah sang istri yang tidak bersahabat, Gery salah tingkah sendiri.
“Sayang, mau pulang atau masih ingin jalan-jalan? Aku temani. Atau mau makan malam dulu sebelum pulang?”
Gea menatap tajam pada Gery sembari berkacak pinggang. Melihat aura sang istri, Gery menelan ludahnya kasar. Tahu jika sebab kemarahan Gea pasti karena Gelia.
Dengan gugup Gery cepat-cepat meminta maaf sebelum Gea murka dan mendiamkannya. “Sayang, itu tadi aku tidak tahu jika akan bertemu dengan Gelia.”
Gea tersenyum sinis. “Terus kenapa kamu malah diam saja saat Gelia gelendotan di lenganmu, Mas!”
“Aku sudah menepis tapi dianya saja yang bandel.”
“Seneng ya ditempeli cewek cantik.”
“Enggak. Aku malah risih.”
“Oh, ya? Mas ingat kan kalau Gelia istrinya Gaston.”
“Iya tahu.”
“Kalau tahu kenapa malah diam saja digandeng mesra sama dia. Harusnya mas menghindar kalau perlu lari sekalian.”
Gery tidak ingin mendebat sang istri. Yang dia lakukan hanya mengangguk pasrah. "Iya sayang. Lain kali kalau ketemu Gelia, aku pastikan akan lari darinya. Sudah ya ngambeknya. Ayo kita makan saja. Pasti kamu sudah lapar karena banyak buang energi ngomel-ngomel karena Gelia.”
“Mas!” Gea mendelik dan menghentakkan kakinya kesal. Berbalik badan meninggalkan Gery.
Gery senyum-senyum sendiri menghadapi ibu hamil labil yang tingkahnya harap dimaklumi. Ia pun menyusul sang istri dan mengikuti ke mana pun Gea pergi.
***
Gelia melirik pada kaca spion. Perempuan itu berdecak kesal. Kesal sekali. Gaston. Pria itu masih juga membuntutinya. Menjalankan mobil tepat di belakangnya. Jika seperti ini mana berani Gelia ke mana-mana. Bukan karena takut tapi dia enggan berurusan dengan Gaston. Pria seperti Gaston susah ditebak dan jujur Gelia sama sekali belum mengenal tentang seorang Gaston Tanuwijaya. Bahkan dalam benak Gelia masih juga bertanya-tanya akan hubungan yang sebenarnya terjalin di antara Gaston dengan Gea. Kenapa mereka berdua tampak sangat akrab. Malah bisa dikatakan mesra. Tapi herannya Gery sama sekali tidak marah apalagi cemburu. Apa iya dia tanyakan langsung saja pada Gaston? Ah tidak. Gelia akan gengsi sendiri jika dikira dia terlalu kepo dengan kehidupan pribadi pria yang merupakan suaminya itu.
Gea memasuki kawasan perumahan yang sekarang bukan lagi menjadi tempat ternyamannya untuk pulang, setelah dia mengetahui jika suaminya tinggal di sebelah rumahnya. Bisa Gelia tebak jika Gaston akan sering merusuh dan merecoki hidupnya.
Dan lihat saja apa yang baru saja Gelia pikirkan benar-benar terjadi.
Begitu Gelia memarkir kendaraannya di carport, Gaston menghentikan mobil di depan pagar rumah. Pria itu keluar dari dalam mobil bertepatan dengan Gelia yang juga keluar dari mobilnya. Gelia melirik sinis pada suaminya.
“Jangan ke mana-mana setelah ini. Satu jam dari sekarang aku akan bawa kamu makan malam di rumah papa. Buruan mandi dan jangan lupa. Dandan yang cantik!”
Ucapan Gaston belum sempat Gelia jawab, tapi pria itu sudah kembali masuk ke dalam mobil. Lalu menjalankan menuju rumah sebelah. Gelia tidak habis pikir, untuk apa dia harus ikut dengan Gaston. Oleh sebab itulah perempuan itu memilih mendekati pagar pembatas antara rumahnya dengan rumah Gaston. Begitu Gaston keluar dari dalam mobil, Gelia berkata, "Siapa juga yang mau ikut kamu! Pergi saja sendiri.”
“Ini bukan permintaan, Gelia! Tapi pemaksaan. Papa yang mengundang kita untuk makan malam di rumahnya. Satu jam dari sekarang kamu sudah harus siap.” Setelahnya pria itu melenggang pergi menuju pintu. Mengabaikan Gelia dengan wajah kesalnya.
“Argh! Gaston sialan! Dasar tukang paksa!”
Baru kali ini Gelia kalah dengan lelaki. Karena biasanya lelaki yang akan mengikuti dan mengalah padanya. Tapi tidak dengan Gaston yang selalu punya cara untuk memaksa.
Gelia melesat menuju rumahnya. Masuk ke dalam masih dengan dumelan serta kata u*****n untuk Gaston.
Perempuan itu menjatuhkan tubuhnya pada sofa malas yang ada di ruang keluarga. Membuka tas dan mengeluarkan ponselnya. Begitu benda tersebut menyala, matanya menyipit dengan adanya sebuah pesan yang dia dapatkan dari papa mertua. Membaca isinya dan ternyata betulan pria tua yang sempat Gelia kira akan menikahinya dulu, mengundangnya datang untuk makan malam. Gelia melihat jam dan makin frustrasi karena waktunya untuk bersiap-siap hanya tinggal empat puluh lima menit lagi.