Bab 8

1103 Words
Karina berpikir jika Inseminasi yang akan dilakukannya akan menakutkan atau bahkan menyakitkan. Tapi dugaannya salah, apa yang telah dia alami tidak seperti itu. Hanya sedikit sakit dan selebihnya tidak ada masalah. Semenjak kejadian itu, Alanis semakin perhatian pada Karina tidak membiarkan wanita berumur 25 tahun itu mengerjakan pekerjaan rumah. Karena Alanis sudah memperkerjakan asisten rumah tangga yang selalu membersihkan apartementnya setiap hari, meskipun hanya sampai sore. Karina jelas merasa jenuh, dirinya hanya berdiam diri di apartement tidak mengerjakan apapun. Petra jelas pergi bekerja, sedangkan Alanis sibuk dengan kafe nya juga. Karina yang tengah menonton tv seketika membenarkan letak duduknya, dia takut jika yang masuk tamu atau keluarga dari Alanis ataupun Petra. Sampai kemudian dia bisa bernapas dengan lega, jika itu adalah Petra. Pria yang tidak pernah bertanya kepadanya, sekedar basa-basi menanyakan keadaannya saja tidak. Petra memandang Karina datar, dia berjalan melewati Karina yang kini berdiri. Karina yang takut Petra membutuhkan sesuatu pun mulai berjalan mengikuti Petra dengan jantung yang berdetak tidak karuan. "A-apakah Anda perlu sesuatu?" Tanya Karina dengan gugup setelah dirinya menyusul langkah Petra. Petra membalas datar. "Tidak," Karina mengangguk meskipun anggukannya tidak dilihat oleh Petra. Pria berkacamata itu masuk ke dalam kamar dan langsung menutup pintu kamarnya tepat di depan wajah Karina yang kaget. Bukan tanpa alasan Petra seperti itu, dia hanya ingin menegaskan pada gadis muda itu, jika dia tidak menyukainya sekalipun dia istri siri. Dia tidak akan menganggapnya sebagai istri. Karena Petra dapat melihat jika Karina tertarik kepadanya, meskipun gadis itu selalu mencoba untuk tidak terlihat. Tapi, dia jelas merasakannya. Tatapan kagum gadis itu kepadanya, wajah malu-malu saat dia tidak sengaja meliriknya. Itu sangat jelas tergambar di wajah Karina, dan juga cukup jelas juga jika dia tidak tertarik sekalipun pada gadis muda itu. Dia hanya bersikap seperti ini untuk membuat Karina jera, dan mundur secara teratur. Karena sampai kapan pun dia tidak akan pernah berpaling pada wanita lain, cintanya hanya Alanis. Menunggu bertahun-tahun mendapatkan Alanis saja perjuangan baginya, mana mungkin dia menduakan Alanis hanya demi gadis kencur seperti Karina. Gadis muda itu bisa mendapatkan pria yang lebih muda darinya, bukan pria berumur sepertinya. Karina mengusap-usap dadanya, tidak percaya jika Petra bersikap kasar kepadanya. Apa salahnya jika dia peduli? Dia hanya merasa tidak enak dan juga merasa sudah sepantasnya dia membantu Petra jika Alanis tidak ada. Bukan membantu melayaninya, tapi membantu kebutuhan yang lain. Seperti mensetrika kan bajunya, atau memasakan makanan kesukaan pria calon dari anaknya kelak. Sejujurnya Karina sakit hati akan sikap Petra kepadanya, tapi dia tidak boleh terlalu terbawa perasaan. Dia harus kuat, ada ibu dan adiknya yang membutuhkannya. Jika dia menyerah, lalu bagaimana dengan nasib keluarganya? Jadi, Karina sekarang memilih untuk pergi kembali ke kamarnya. Dia memilih untuk tidur guna menghilangkan rasa sakit hatinya, berharap dengan tidur perasaan sesak itu menghilang. Entah sudah berapa lama Karina tertidur, perutnya terasa begitu lapar. Dia melirik ke luar jendela kamarnya, pemandangan di luar begitu gelap pertanda jika sudah malam. Dengan tubuh yang masih lemas, dia berjalan keluar kamarnya. Karina kemudian berjalan menuju dapur, namun langkahnya terhenti ketika mendengar suara aneh yang berasal dari dapur. Dinding penyekat penghalang dapur itu sedikit membantu Karina untuk menyembunyikan tubuhnya. Degup jantungnya begitu cepat, dia penasaran sungguh, dengan suara aneh yang berasal dari dapur. Itu jelas bukan suara orang mengobrol, tapi itu suara dua orang yang terengah-engah dan juga mendesah. Karina yang penasaran pun dengan berani melihat adegan di hadapannya itu. Tubuhnya seketika kaku melihat sepasang suami istri yang tengah b******u mesra. Tubuh bagian atas Alanis bahkan sudah terekspos bebas, tapi berbeda dengan Petra yang masih berpakaian utuh. Hanya saja kemeja bawah pria itu telah keluar, dengan rambut Petra yang telah acak-acakkan. Dan pasti wajah Petra sangat seksi, sayangnya Karina tidak bisa melihat wajah Petra. Ketika Petra memundurkan tubuhnya, dia baru bisa melihat wajah Alanis yang berantakan namun tak dapat Karina pungkiri, jika wanita yang membantunya itu tetap cantik walaupun dalam ke adaan kacau sekalipun. Jantung Karina kembali berulah, ketika Petra mulai membuka sabuk celananya. Karina yang tahu apa yang akan dilanjutkan oleh Petra selanjutnya, membuat dia memilih untuk pergi dari sini. Dia tidak sanggup jika harus melihat adegan dewasa secara live. Jadi dia memilih untuk pergi kembali ke kamarnya, melupakan perutnya yang tiba-tiba saja sudah tidak berbunyi lagi. Wajah Karina masih memerah, detak jantungnya pun masih berlarian. Namun dia sedikit merasakan ketidakrelaan melihat Petra mencumbu Alanis. Dia benar-benar sudah gila sepertinya, mengharapkan Petra menyentuhnya juga. Tidak, dia tidak boleh seperti ini, Karina menggeleng kepalanya keras. Dia sebaiknya kembali tidur, untuk menjernikahkan pikirannya agar dia tidak mengingat kejadian panasa tadi. *** Sudah dua minggu sejak Karina melakukan inseminasi, namun sampai saat ini belum ada tanda-tanda perubahan di dalam tubuh Karina. Padahal dokter di sana mengatakan hanya membutuhkan waktu dua sampai tiga minggu untuk melihat hasilnya, apakah proses inseminasi itu sukses atau tidak. Dan sekarang sudah minggu ketiga, dan dia sekarang tengah berada di sebuah dokter kandungan khusus. Alanis berdiri di belakang Karina yang tengah duduk, begitu pun dengan Petra yang hanya memandang datar dokter di depannya. "Maaf sepertinya, keberhasilan Inseminasi-nya Ibu Karina, gagal." Kata dokter tersebut memandang menyesal ketiga orang di depannya. Wajah Alanis seketika sedih, begitu juga dengan Karina. Namun tidak bagi Petra, karena sedari awal Petra memang tidak menginginkannya. "Mengapa?" Tanya Alanis. "Karena tidak adanya hCG dalam darah dan urin. Inseminasi dan berhasil akan menyebabkan kehamilan pasti akan membuat kadar hCG meningkat baik dalam darah dan urin. Namun jika tidak terjadi kehamilan maka biasanya tidak ada kadar hCG. Inilah yang membuat hasil tes kehamilan Ibu Karina gagal." Jelas dokter tersebut. Karina yang tidak mengerti pun hanya diam. "Lalu, apakah Karina bisa mencobanya lagi?" "Melakukan Inseminasi ulang?" Tanya dokter tersebut memastikan. Alanis mengangguk. "Bisa, Ibu." Alanis merasa kembali mendapatkan harapan, dia tersenyum lebar mendengar perkataan sang dokter. "Emm maaf, Ibu. Meskipun ini terdengar tidak sopan, tapi menurut saya, Ibu Karina sebaiknya melakukan proses pembuahan secara alami dengan suaminya, mengingat usia Ibu Karina masih muda." Perkataan dokter di depannya itu memang terdengar biasa saja, namun berbeda dengan ketiga orang di sana. Wajah Karina jelas memerah, sedangkan tubuh Alanis menengang dan berusaha untuk bersikap biasa, lalu Petra? Pria itu tetap tidak terpengaruh pada perkataan dokter tersebut. Tanpa membalas saran dari sang dokter Petra memecahkan ruangan itu dengan suaranya. "Kalau begitu, kami permisi dokter. Terima kasih," pamit Petra yang diangguki dokter pria paruh baya tersebut. Setelah keluar dari ruangan, wajah cantik Alanis begitu tak terbaca. Karina yang berjalan di belakangnya hanya diam, masih memikirkan perkataan sang dokter. Ketika mereka bertiga sudah berada di dalam mobil. "Suamiku, apa kau ingin mencoba tidur dengan Karina?" Tanya Alanis dengan mata lurus memandang ke depan. Petra memandang Alanis kaget, pun dengan Karina yang berada di belakang sama kagetnya dengan Petra. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD