"Apa kau sudah gila! Menyuruh suamimu sendiri tidur dengan wanita lain? Apa aku serendah itu di matamu Alanis?!" Bentak Petra murka.
Alanis terdiam memalingkan wajahnya ke arah lain, matanya sudah memanas ingin menangis. Sedangkan Karina, dia hanya bisa menunduk takut. Karena di sini dia berada diantara Alanis dan Petra.
"Lebih baik aku tidak memiliki anak, daripada aku harus menyentuh wanita lain!"
Alanis diam saja enggan menjawab, karena dia tahu jika dia berbicara itu akan percuma, perkataan suaminya itu benar.
"Dengar, aku harap ini terakhir kalinya kau mengatakan hal gila seperti itu lagi, jika tidak. Aku benar-benar akan kecewa padamu," peringat Petra.
Setelah itu, mobil mereka kembali hening. Alanis tetap memandang ke arah lain, begitupun dengan Karina.
Sesampainya di apartemen mereka, Alanis dan Karina turun dari mobil. Namun, tidak dengan Petra. Pria berkacamata itu kembali menjalankan mobilnya, dan Petra tidak memberitahu Alanis. Petra jelas marah kepada Alanis dan Alanis jelas sedih melihat ini, ini kali pertama Petra seperti ini kepadanya dan jelas dia tidak menyukainya.
Alanis masuk ke dalam apartemen disusul oleh Karina, tahu jika Alanis dalam kondisi tidak baik. Karina memilih untuk masuk ke dalam kamar, pun dengan Alanis yang memilih ke kamarnya juga.
Alanis mencoba untuk menelepon Petra setelah pria itu tidak kembali dua jam lalu. Dia mengkhawatirkan pria itu, dan merutuki sifat Petra yang selalu pergi dari apartemen ketika bertengkar dengannya. Dia takut jika orangtua pria itu mengetahui masalahnya, dan jika sampai seperti itu dia pastikan mertuanya itu akan ikut campur urusannya. Meskipun dia amat sangat tahu jika Petra tidak mungkin untuk mengadu pada kedua orangtuanya.
Ketika Alanis sedang melamun, pintu kamarnya terbuka menampilkan pria yang tengah dipikirkannya itu. Petra masuk ke dalam tanpa menghiraukan Alanis. Alanis ingin menegur, tapi melihat wajah Petra yang menunjukan jika suaminya itu tidak ingin diganggu olehnya, Alanis mengurungkan niatnya.
Petra masuk ke dalam kamar, yang dengan sigap membuat Alanis menyiapkan pakaian santai untuk suaminya. Dia juga keluar kamar untuk mengambilkan makanan untuk sang suami. Karena dia tahu dengan pasti, Petra akan kembali mendiamkannya dan bahkan tidak akan mungkin mau makan di luar seperti biasa.
Tak berapa lama Petra keluar, dia mengambil pakaian yang dipilihkan oleh Alanis untuknya. Ketika Petra telah selesai memakai pakaiannya, Alanis masuk ke dalam kamar dia lalu menaruh makanan kesukaan Petra di atas nakas.
"Sayang, aku sudah memasakan makanan ini untukmu, kau sebaiknya makan dulu,"
Petra diam saja, tidak membalas perkataan Alanis. Laki-laki itu malah berjalan masuk ke dalam pintu yang berdekatan dengan pintu kamarnya, yang tak lain ruangan itu tempat kerja suaminya. Sebelum Petra membuka pintunya, dia berujar.
"Kau saja yang makan, aku sudah makan di luar," sahut Petra yang membuat wajah Alanis kembali mendung.
"Kenapa kau seperti ini? Kau menyakiti perasaanku,"
Alanis bukan merajuk, tapi dia benar-benar kecewa. Mau bagaimana pun mereka bertengkar, Petra selalu memakan masakannya tidak pernah tidak. Tapi sekarang, pria itu menolak memakan masakannya dan jelas dia sakit hati.
"Lalu, apakah perkataanmu memang tidak melukai perasaanku?!"
Suara rendah Petra membalas.
Alanis diam.
Masih dengan memunggungi Alanis pria berkacamata itu kembali berbicara.
"Jangan berbicara denganku sebelum kau menyadari kesalahanmu," tegas Petra yang telah membuka pintu ruang kerjanya, ketika dia akan masuk ke dalam perkataan Alanis membuat dia mengurungkan niatnya.
"Kau benar-benar marah kepadaku? Hanya karena kau tidak mau untuk tidur dengan Karina?"
Petra membalikan tubuhnya, dan berjalan menghampiri Alanis. Kini mereka berhadapan, Petra memandang Alanis dengan pandangan benar-benar dingin dan tidak bersahabat, dan Alanis baru kali ini melihatnya.
"Apa selama ini kau pikir aku pria b******n? Yang gila akan seks sehingga ketika istriku sendiri menyodorkan wanita lain, aku akan menerimanya dengan senang hati? Apa selama ini kau berpikir aku seperti itu, iya! Sekalipun dia istri siri, aku tidak akan menganggapnya!"
Alanis menggelengkan kepalanya.
"Apa perasaanku selama ini hanya mainan bagimu? Hah?!"
Kejar Petra lagi, yang membuat Alanis kembali menggelengkan kepalanya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Aku mencintaimu, Lani. Sangat-sangat mencintaimu, bahkan aku mencintaimu sejak kau menjalin kasih dengan Adjie, dulu. Tapi sepertinya kau tidak percaya padaku, kau tetap menganggapku pria b******k seperti Adjie!"
"Aku bukan Adjie, aku Petra. Pria yang mencintaimu nyaris setengah gila, aku bahkan melepaskan pekerjaan muliaku hanya untukmu. Tapi mengapa? Mengapa kau tidak pernah percaya padaku?!"
"Bukan seperti itu maksudku!" Bantah Alanis.
"Lalu seperti apa? Apa kau selama ini terpaksa menikah denganku?"
Alanis terdiam membuat Petra mendecih.
"Kau bahkan mungkin tidak mencintaiku, betapa bodohnya aku selama ini yang berpikir jika kau akan mencintaiku suatu saat nanti!"
"Tidak! Kau salah, kau salah terhadapku!"
"Di mana letak kesalahanku?"
"Aku mencintaimu, Petra. Bagaimana mungkin aku tidak mencintaimu, ketika aku memikirkan keluargamu yang terus mendesakku perihal anak! Aku bahkan menyuruhmu menikah dengan Karina."
"Kau tidak mungkin mencintaiku, jika kau mencintaiku kau tidak akan merelakan wanita lain untuk tidur dengan suami mu!"
"Lalu aku harus apa? Apa yang harus aku lakukan, hah? Aku tidak ingin dipisahkan darimu, sedangkan orangtua mu terus meracau soal anak. Bahkan orangtua mu mungkin akan menjodohkan mu dengan wanita lain jika aku tidak bisa juga memiliki anak. Dan kau pun tahu, sampai kapanpun aku tidak akan pernah bisa mempunyai anak!"
Dan setelah itu Alanis menunduk, tubuhnya bergetar. Dia menangis, karena seolah-olah mereka semua menyalahkan dirnya. Padahal dirinya juga tidak menginginkan ini terjadi, wanita mana yang menginginkan suaminya tidur dengan wanita lain? Tidak ada di dunia ini yang menginginkan itu semua, cukup masa lalunya dengan Adjie dulu, tidak dengan masa depannya.
"Maafkan aku, maaf jika aku melukai perasaanmu," ujar Alanis yang benar-benar menyesal pada Petra dengan wajah yang dipenuhi oleh air mata.
Petra tidak berkata-kata, dia memeluk sang istri dengan erat sambil menciumi rambutnya. Dan Alanis kembali terisak dipelukan Petra menumpahkan segala perasaannya selama ini.
"Kau mencintaiku? Benar-benar mencintaiku?"
Alanis mengangguk di dalam pelukan Petra, dia memang sudah mencintai Petra ketika pria itu terus memperjuangkan dirinya ketika dihina oleh mertuanya. Dia wanita bodoh jika tidak mencintai Petra, pria yang benar-benar mencintainya lebih dari pria-pria nya di masa lalu.
Mendengar Alanis yang memang mencintainya, membuat Petra semakin memeluk wanitanya itu erat. Dia terus menciumi rambut Alanis dengan penuh perasaan.
"Aku tidak akan lagi menyuruh kau tidur dengan Karina atau wanita manapun, aku hanya ingin kau tidur denganku. Hanya denganku,"
"Tentu saja, jika kau terus menyuruhku untuk tidur dengan wanita lain. Aku tidak akan pernah memaafkanmu,"
Alanis mengangguk.
"Ta-tapi apakah, kau tetap mau melakukan Inseminasi dengan Karina?"
"Jika itu keinginanmu, aku akan menurutinya. Asalkan kau tidak menyuruhku dengan menyentuhnya,"
Alanis tersenyum lebar di dalam pelukan Petra. Dia benar-benar sudah memberikan hatinya untuk pria ini, dan kali ini dia tidak akan menyesali keputusannya untuk menyerahkan seluruh hidupnya kepada Petra.
Di luar kamar, Karina yang tidak sengaja mendengarkan seluruh pertengkaran Alanis dan Petra tergugu ditempatnya. Wanita muda itu menghapus kasar air matanya, air mata haru bercampur kecewa. Haru karena Petra adalah pria yang benar-benar mencintai Alanis, dan Alanis pun wanita yang benar-benar kuat. Dan dia kecewa karena dia tidak bisa untuk berada di antara keduanya, dia baru menyadari jika dirinya mulai menyukai ah tidak, tapi mencintai Petra. Pria yang terlarang baginya, tapi dia bisa apa? Cinta bahkan datang dengan sendirinya tanpa dia minta. Tapi, boleh kah dirinya egois walaupun itu hanya sebentar saja?
***