Part 6

1289 Words
Seperti biasa, sandiwara kembali dilakukan oleh Sean dan Elsa saat ada di depan Minji. Sean bahkan tidak bicara padanya sejak tadi pagi, tapi sekarang Elsa harus tersenyum manis pada pria itu dan bersikap seolah hidupnya sangat indah. Elsa merasa bersalah saat melakukan ini, tapi tidak ada pilihan lain untuk menutupi betapa buruknya pernikahan ini.   "Kau sungguh memperlakukan Elsa dengan baik, kan?" Minji bertanya pada Sean dengan nada yang begitu lemah.    Sean cukup terkejut mendengar pertanyaan ibunya. "Tentu saja. Aku mencintainya sekarang dan itu karena Ibu." Sean berbohong untuk kesekian kalinya.    "Hubungan kita sangat baik, kan?" Sean kini menoleh pada Elsa untuk mencari dukungan atas jawabannya.    "Ya, Sean memperlakukanku dengan baik. Ibu tidak perlu khawatir." Dan Elsa juga terpaksa melakukan kebohongan lagi.    "Baguslah." Minji tersenyum pada Sean dan Elsa.    Tepat setelah ibunya bicara, Sean mendapat telepon dari Yuna. Awalnya, Sean menolak panggilan itu, tapi Yuna lagi-lagi meneleponnya hingga ia harus berbohong lagi dengan mengatakan perlu ke toilet.   Elsa melihat sekilas nama Yuna di layar ponsel Sean, jadi ia tahu kalau pria itu masuk ke dalam toilet bukan karena benar-benar perlu ke sana, tapi untuk menjawab telepon dari Yuna. Sudahlah, ini bukan hal yang baru bagi Elsa.   Sedangkan di dalam toilet, yang dibicarakan oleh Sean dan Yuna adalah sesuatu yang membuat Sean merasa sangat tertekan. Yuna mengatakan dia melakukan tes kehamilan dan muncul dua garis di sana yang berarti dia tengah hamil saat ini.    "Itu pasti salah. Alatnya pasti rusak. Aku tidak memakai itu hanya sekali saja, bagaimana ...."  Yuna juga berharap seperti itu, tapi Sean tidak tahu berapa banyak alat tes kehamilan yang ia gunakan sebelum menelepon pria itu. Awalnya, Yuna kira itu hanya mual biasa, meski entah apa penyebabnya, hingga ia menyadari sudah terlambat datang bulan. Hal seperti ini bukanlah hal yang baru untuk Yuna, tapi ia masih berharap bukan kehamilan yang menjadi penyebabnya, melainkan stres dan kelelahan kerena jadwal yang padat. Namun, alat tes kehamilan telah menunjukkan yang sebaliknya.    "Perlu aku kirimkan foto berapa banyak alat tes kehamilan yang aku gunakan?" ucap Yuna dengan nada yang terdengar cukup kesal.    "Kesalahan itu bisa saja terjadi, kan?" Sean masih berharap apa yang Yuna katakan tidak benar-benar terjadi. Ini sungguh bukan waktu yang tepat.   "Kau pikir, masuk akal kesalahan terjadi di semua alat tes kehamilan yang aku gunakan?"   "Ayo bertemu untuk membicarakan masalah ini." Sean mengakhiri panggilan telepon dengan Yuna setelah mengatakan ini.   "Bagaimana? Apa kau belum mendapat tanda-tanda hamil? Ibu harap bisa melihat cucu ibu sebelum pergi." Di sisi lain, Elsa kini mendapatkan pertanyaan yang membuatnya tertegun karena mengingat sesuatu yang terjadi padanya hari ini.    Terlambat datang bulan dan mual-mual adalah tanda kehamilan yang sering dikatakan oleh banyak orang, tapi Elsa tidak berharap ia sungguh hamil. Elsa tentu ingin membahagiakan sosok ibu yang bagaikan malaikat untuknya, tapi ia takut memikirkan nasib anaknya. Elsa takut jika Sean menolak anak yang merupakan bagian dari dirinya.   "Belum, tapi aku dan Sean akan berusaha lebih keras lagi, jadi Ibu jangan berkata seperti itu lagi," ucap Elsa dan di saat bersamaan Sean keluar dari toilet.    "Aku harus pergi karena ada urusan penting tentang pekerjaan. Aku akan segera kembali." Sean langsung mengatakan ini pada ibunya dan juga Elsa.    Minji hanya mengangguk pelan, sedangkan Elsa kini menoleh pada Sean karena yakin urusan penting yang dia maksud adalah bertemu dengan Yuna. "Pergilah dan nikmati pekerjaanmu, tapi jangan sampai lupa waktu. Ingatlah kalau Ibu dan aku, istrimu yang selalu menunggumu kembali." Senyuman Elsa mungkin terlihat manis saat ini, tapi itu hanyalah cara untuk menyamarkan sindirannya untuk Sean.    "Ya, aku akan menikmatinya, lalu kembali. Aku pergi." Sean mengecup kening Elsa, lalu pergi.   Elsa berusaha menahan tangisannya saat mendapat perlakuan begitu manis dari Sean, tapi sadar kalau itu hanyalah sandiwara saja. Awalnya, Elsa tidak merasakan apa-apa saat pria itu bersikap manis padanya, tapi semakin lama kebodohannya mulai muncul, lalu berharap kalau sikap manis Sean nyata dan bukan sandiwara. Kenapa ia berharap seperti itu? Bukankah lebih mudah untuk menjalani semua ini tanpa harapan yang hanya akan mengecewakan dirinya sendiri?   Elsa tidak mengerti kenapa ia memiliki kelemahan seperti itu. Sadar telah berharap pada orang yang salah, tapi tetap saja tidak bisa menyingkirkan harapan itu. Elsa sungguh ingin keluar dari situasi ini tanpa menyakiti siapapun. Elsa bahkan tidak tahu apakah balas budi dengan cara mengorbankan kebahagiaannya sudah benar atau tidak, karena ia tidak punya hal berharga untuk diberikan, selain dirinya sendiri.  ••••   "Kondisi jantung Lily semakin memburuk dan pilihan terakhir untuk menyelamatkannya adalah transplantasi jantung. Lily sudah masuk daftar orang yang membutuhkan donor jantung dan semoga saja dia bisa mendapatkan donor secepatnya."    Hal menakutkan itu akhirnya terjadi juga. Juna merasa sangat tidak berdaya ketika Lily yang masih sangat kecil harus mengalami sakit yang begitu serius hingga sekarang membutuhkan donor jantung.    Apa yang Juna dengar dari dokter, kini disampaikan pada William yang masih ada di ruang rawat Lily. Hal itu membuat William sangat sedih hingga membuatnya langsung menoleh pada Lily yang terbaring di ranjang dan sedang bermain dengan bonekanya. William tersenyum saat Lily menoleh padanya dan memberikan senyuman manisnya. Lily tidak mendengar pembicaraannya dengan Juna dan William pikir itu adalah yang terbaik untuk saat ini.    "Kita juga harus mengatakan ini pada Yuna," ucap Juna yang membuat William kembali menatapnya.    "Aku bahkan berpikir apa itu sungguh perlu atau tidak. Dia sudah berubah sekarang." Kalau bukan karena tidak ingin memperburuk keadaan saat ini, William sudah membongkar perselingkuhan yang dilakukan oleh Yuna, agar Juna berhenti berharap pada seseorang yang telah berubah.    "Kita juga harus memberitahunya, agar dia bisa lebih perhatian pada Lily. Biar aku yang mengatakannya. Kau harus bekerja, kan? Pergilah," ujar Juna.   Benar, bahkan jika William tidak ingin meninggalkan purtinya, pada akhirnya ia tetap harus pergi. Sebelum pergi, William berpamitan dulu pada Lily dan berjanji akan kembali secepatnya. Seperti yang sudah-sudah, Lily selalu meminta William untuk kembali bersama Yuna juga.    Untuk kali ini William tidak menjanjikan apapun pada Lily, karena ia tidak ingin terus memberikan harapan tidak pasti pada putrinya sendiri. William hanya tersenyum saat Lily memintanya untuk membawa Yuna kembali ke sini.   Saat berjalan menuju ke tempat mobilnya di parkir, William lagi-lagi tidak sengaja menabrak seseorang karena berjalan dengan pikirannya yang tidak fokus. Tabrakan itu membuat ponsel yang ada di tangan William terjatuh dan di saat bersamaan ada pesan dari manajer barunya yang menanyakan keberadaannya saat ini. Pesan itu membuat ponsel Wiliam menyala hingga memperlihatkan wallpaper ponselnya. Hal itu membuat William panik karena wallpaper ponselnya adalah fotonya bersama Yuna dan Lily, dan Lily sendiri yang memasang wallpaper itu, tapi hanya wajah William yang terlihat jelas di sana.    "Maafkan saya." William langsung mengatakan ini pada pria yang ia tabrak, lalu mengambil ponselnya, dan pergi dengan buru-buru.   Tadinya, pria yang tidak sengaja William tabrak terlihat ingin marah, tapi ia seketika terdiam saat melihat wallpaper di ponsel itu. "Itu William, kan? Lalu, wanita dan anak kecil itu ..." pria ini ingin mengikuti William, tapi ia lebih dulu mendapat telepon dari seseorang yang membuatnya langsung masuk ke rumah sakit.  ••••   Di tempat lain, Sean tidak bisa berkata apa-apa lagi setelah melihat berapa banyak alat tes kehamilan yang telah Yuna gunakan. Jumlahnya mungkin lebih dari 10 dan semuanya menunjukkan hasil yang sama. Sean tidak bisa lagi menyangkal semua ini, karena setelah melihat semua itu sangat tidak masuk akal jika alat tes kehamilan rusak di saat yang bersamaan.    "Sekarang, apa kau sudah percaya padaku?" tanya Yuna.   "Baiklah, aku percaya padamu. Tapi, ini bukanlah saat yang tepat untuk seorang anak. Gugurkan saja." Dan Sean mengatakan ini dengan sangat mudah.    Yuna sebenarnya sudah menduga kalau kalimat itu akan keluar dari mulut Sean, tapi ia tidak menduga itu keluar dengan begitu mudahnya bahkan dia tidak memikirkan apapun, selain hal itu. Tapi ya sudahlah, itu memang jalan satu-satunya karena ia tidak ingin karirnya tenggelam hanya karena anak. Yuna tidak ingin kehamilan mengubah bentuk tubuh sempurna yang bersusah payah ia dapatkan. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD