10. Pepustakaan SOPA

1282 Words
Sekolah SOPA memiliki fasilitas perpustakaan yang besar dan cukup lengkap dengan koleksi buku berkisar ratusan ribu terdiri dari buku-buku referensi, buku ilmu pengetahuan, buku ceritera, surat kabar, majalah, berbagai artikel, alat peraga hingga bahan audio visual. Elin mengunjungi perpustakaan sekolah untuk mengejar ketinggalan materi pelajarannya. Elin menyadari ia kesulitan mengikuti materi di beberapa mata pelajaran. Tidak diragukan memang tentang kredibilitas sekolah elite. Rata-rata nilai seluruh siswa memang terbilang tinggi maka standar nilai kelulusan yang diputuskan sekolah adalah B+. Pada tes terakhir kali Elin mendapat nilai B, jika dibiarkan terus berlanjut seperti ini nilai Elin bisa jatuh menjadi C-. Tinggal menunggu kehancuran Elin mengulang semua mata pelajaran. Sampai Ibu tahu hal ini pasti akan sangat sedih dan kecewa, Elin tidak ingin itu terjadi. “Kamu ingin meminjam semua buku itu?” Tanya Resca melihat menara buku yang Elin susun amat tinggi menjulang. “Tunggu, aku merasa bahkan semua buku ini belumlah cukup.” Elin mulai menunjukkan gejala cemas. “Ada batas maksimal untuk buku yang bisa kau pinjam bawa pulang, kamu tahukan El?” Resca mengingatkan kalau-kalau Elin sudah lupa. “Oh ya, tentu saja!” Senyum Elin canggung. Dari buku yang sudah ia pilah dan pilih, Elin hanya bisa membawanya beberapa saja. “Baiklah aku akan membantumu dengan rekomendasi buku yang bagus untuk membantumu belajar.” Ucap Resca. “Selagi aku memilih dan mencari, bisa kamu dengarkan penjelasanku tentang wawancara itu El?” Mendapat bantuan rekomendasi buku yang tepat dari siswa SOPA sendiri pastilah amat membantu Elin dalam menghemat waktunya, bukan tawaran yang buruk pikir Elin. “Interview apa? Tidak ada yang bisa dijadikan bahan berita dalam keseharianku yang biasa ini.” “Oke... Bukan tentang keseharianmu El. Hemm...” Resca mencoba mencari penjelasan yang tepat agar Elin setuju untuk wawancara. “Tapi percaya atau tidak, kepindahanmu ke sekolah ini telah menjadi isu terpanas. Seluruh siswa penasaran bagaimana kamu bisa diterima di sekolah, karena sebenarnya sekolah kami tidak menerima siswa dari luar.” “Apa maksudmu? Tapi aku berhasil masuk?” Elin sama sekali tidak mengerti apa yang Resca katakan, sekaligus bingung. “Karena itu El! Di sanalah yang menjadi pertanyaan anak-anak lain, bagaimana cara kau bisa masuk ke sekolah ini?” SOPA bukanlah sekedar sekolah umum atau negeri yang biasa ada. Mungkin beberapa siswa bisa keluar atau DO dari sekolah tapi tidak dengan masuk atau pindahan ke SOPA. “Bagaimana cara aku masuk? Ya tentu saja dengan mendaftar ‘kan?” Jawab Elin polos. “Apa ini bagian dari pertanyaan interview?” Jika pertanyaan macam ini yang akan diajukan, Elin tidak punya jawaban yang diinginkan Resca rasanya. “Tidak-tidak, aku baru mencoba jelaskan garis besar topik interviewnya saja El.” Buru-buru Resca mengoreksi ucapannya. “Sepertinya aku tidak bisa melakukannya Res, maksudku tidak bisa melakukan interview itu.” Karena tampaknya yang ingin Resca ketahui adalah kebijakan sekolah menerima Elin bersekolah di sana. “Kamu bisa mencobanya dulu El, layak atau tidaknya redaksi yang akan menentukan atau mengeditnya nanti.” Bujuk rayu Resca. “Siapa tahu dengan wawancaramu itu membantu orang lain mengenalmu lebih baik. Mendapat tawaran wawancara itu juga bearti kau diterima dan diakui sekolah ini.” Dengan kata lain maksud perkataan Resca selama ini keberadaan Elin tidak diterima dan diakui, begitu. Tapi jangan salahkan Resca yang beranggapan seperti itu, bahkan Elin merasakan hal yang sama. Satu hal yang membuat Elin penasaran, biar satu hal ini saja Elin tanyakan pada Resca. “Jika sekolah tidak menerima siswa dari luar, apa ada siswa yang keluar dari sekolah?” “Ya ada, mereka yang tidak memenuhi nilai kelulusan akan dikeluarkan.” Jawab Resca, membuat Elin semakin cemas dengan nilai-nilainya. Dari belakang punggung mereka seseorang bicara. “Resca jaga suaramu di perpustakaan!” Tegur Wildan yang juga berada di perpus sedang memilah buku. Elin mengenali wajah itu, wajah tak acuh yang ia temui di hari pertamanya saat mencari alamat sekolah. “Anak itu dan Resca saling mengenal?” Pikir Elin. “Oh Wil! Masih hidup kau rupanya.” Ketus Resca masih mendendam kehilangan berita eksklusif tentang balapan ilegal Iki tempo hari. Tanpa tanggapan Wildan hanya memberi tatapan dingin sebelum berlalu pergi. “Kamu kenal dengannya?” Tanya Elin. “Haha... El, semua anak di sekolah ini tentu saja saling mengenal karena kami selalu satu angkatan sejak taman kanak-kanak.” Resca merasa lucu mendengar pentanyaan Elin. “Dia Wildan tingkat 2-kelas 3, ketua OSIS. Peringkat satu di sekolah. Lalu Carol dari kelas kita adalah peringkat dua di sekolah atau peringkat satu di kelas.” Jelas Resca panjang lebar. “Mereka terkenal selalu mempertahankan gelar juara sejak SD. Saat itu terkenal 4 orang anak peringkat teratas yang selalu bersaing memperebutkan posisi pertama, selain rival mereka juga sahabat dekat. Ah! Sempat menjadi 5 orang saat SMP. Tapi sejak Alpha tidak ada―” Resca tertegun. “Kenapa?” Tanya Elin karena Resca tiba-tiba berhenti bicara. “Tidak, bukan apa-apa.” Resca jadi merasa canggung, mengapa ia tiba-tiba mengingat nama Alpha dalam pembicaraan ini. “Karena itu, hanya kamu yang belum kami kenal El. Dan itu layak untuk jadi bahan liputan. Bagaimana?” Resca masih belum menyerah membujuk Elin agar mau di interview. “Entahlah... Biar kupikirkan dulu.” Sejujurnya Elin pikir memang apa pentingnya siswa lain mengenal dirinya secara lebih baik. *** Setelah kunjungan pertama ke perpustakaan sekolah, hari-hari berikutnya Elin menjadi pelanggan baru di sana. Pada tes berikutnya Elin harus melampaui nilai di atas standar. Elin sudah bertekat sampai-sampai ia mengurung diri di perpustakaan sekolah saat jam istirahat dan selepas pelajaran usai. Selama menjadi pelanggan di sana, Elin perhatikan tidak banyak siswa yang datang berkunjung. Wajah yang sama selalu Elin lihat bernama Wildan sang ketua OSIS itu. Lalu Carol juga sesekali datang, tidak salah keduanya menyandang gelar peringkat nilai teratas. Tapi apa siswa yang lain belajar dengan cara lain, ya orang elite mungkin belajar dengan guru private di rumah masing-masing. “Aahh kamu yang waktu itu di kantin sekolah, kita belum berkenalan.” Sapa seseorang pada Elin yang tengah asik duduk seorang diri membaca. “Ya?” Elin mencoba mengingat maksud dari orang yang menyapanya. “Di kantin?” “Kenalkan, aku Riga. Kita pernah bertemu di kantin sekolah sebelumnya saat Iki...” Bagaimana Riga harus menjelaskan apa yang dilakukan Iki saat itu dengan kalimat yang benar dan baik. “Oh! Di kantin waktu itu.” Ucap Elin senang bisa mengingat. “Orang aneh yang menyerang Iki, datang bagai badai lalu berlalu tanpa berkata apa pun.” Tentu Elin mengatakannya dalam hati. “Saya Evelin.” Elin menerima uluran jabat tangan yang Riga tawarkan. “Apa kamu melihat Carol?” Lagi-lagi Elin berpikir bagaimana bisa orang yang baru saja ia tahu namanya ini kenal dengan Carol teman sekelasnya. Tapi lalu Elin ingat dengan ucapan Resca bahwa semua siswa SOPA saling mengenal, terkecuali Elin. “Umm Carol, saya rasa sudah pergi sejak tadi.” Tiba-tiba Riga terbahak membuat Elin kaget. “Haha! Kenapa kamu bicara dengan sangat sopan seperti itu? Kita satu angkatan.” “Oh begitukah?” Elin memasang wajah polos. Riga masih tersenyum menganggap Elin lucu. “Evelin yaa, itu nama aslimu ‘kan? Bagaimana dengan nama panggilan?” “Elin.” Jawabnya. Riga terlihat amat tertarik dengan kenalan barunya. “Kalau begitu aku juga akan memanggilmu Elin. Salam kenal ya El, maaf sudah mengganggu waktu belajarmu.” Sekali lagi Elin teringat perkataan Resca saat pertama di hari kepindahannya. Tentang saran yang Resca berikan, jangan mudah menggunakan kata maaf dan terima kasih karena kedua kata itu tidak ada di kamus SOPA. Dan memang sejak masuk ke sekolah ini Elin tidak pernah mendengar seseorang menggunakan kata maaf dan terima kasih, kecuali anak yang baru Elin kenal berdiri di hadapannya sekarang bernama Riga. “Sukses untuk ujiannya ya...” Riga berlalu pergi meninggalkan Elin yang masih terpukau.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD