Begitu kembali ke ruangan, Rashi melampiaskan jiwa liarnya yang tertahan.
Rashi berteriak kencaaaaaaang sekali.
Dalam sekejap, Rashi sukses mendapat lemparan spidol dari Bu Zul sang Manajer super galak. Tak hanya itu, ia juga mendapat tatapan aneh penuh penghakiman dari semua orang di divisi administrasi dan umum.
"Buruan beresin kerjaan kamu! Jangan stress dulu sebelum semua selesai!" khotbah Bu Zul. Jelek sekali pula kata-katanya, terkesan menyumpahi Rashi jadi stres betulan.
Meski begitu, hati Rashi tetap berbunga-bunga. Tentu saja karena suasana hatinya sedang sangat bagus. "Siap, Bu Bos!" Rashi tak terlalu peduli dengan kemurkaan Bu Zul. Juga tatapan aneh partner kerjanya. Ia hanya terlalu senang, dan akan segera berbagi berita bahagianya pada kedua sahabatnya.
"Lihat!" Rashi menunjukkan daftar notifikasi instragramnya. Ia menyampaikan kabar gembira, sekaligus melakukan modus ingin pamer bahwa kisah cintanya sudah mengalami kemajuan pesat.
Yulia dan Melody melihat notifikasi bahwa Xavier baru saja mem-follow akun sahabat mereka. Xavier juga menyukai beberapa foto Rashi sekaligus. Rasanya sangat ajaib bisa mengalami ini semua secara nyata. It's magic.
"Shi, selain lobster bakar madu, gue juga lagi kangen makan kepiting asem manis." Yulia mengelus-elus perut rampingnya.
"Gue juga lagi kangen tongkol cabe ijo, Shi." Melody menambahkan.
"Tenang, habis gajian bulan ini, kita makan sepuasnya!"
"YESS!" Melody dan Yulia bersorak gembira.
Mereka ikut senang karena kisah cinta Rashi mengalami sedikit kemajuan. Dan juga lebih senang karena akan makan gratis sepuasnya.
"ARASHI, YULIA, MELODY!" bentak Bu Zul.
Tiga serangkai langsung kicep. Bu Zul sudah murka untuk kedua kalinya dalam waktu sekejap. Kalau mereka tetap bandel, pasti mereka harus membayar mahal nanti. Mereka beringsut kembalii konsentrasi pada sisa pekerjaan masing-masing.
Konsentrasi Rashi mendadak terganggu lagi. Baru saja ia mendapat pesan baru di w******p. Kontak orang itu belum tersimpan, jadi tentu saja pengirimnya bukan Xavier. Padahal Rashi berharap besar Xavier-lah yang mengirimkan pesan padanya.
Nama pengirim pesan itu adalah ... Tokyo Banana?
Tidak mungkin itu adalah nama pena Xavier, kan?
***
Rashi belum bisa berhenti tertawa. Kenapa Barra harus memakai nama itu sebagai username-nya? Seperti tak ada nama lain. Ya, pemilik username 'Tokyo Banana' itu, tak lain dan tak bukan, adalah Barra. Fix, persis seperti dugaan Rashi, memang bukan Xavier.
Salah Rashi memang. Ia jarang memberi nama pada kontak orang-orang yang dikenalnya. Ia hanya menyimpan nomor. Agar Rashi bisa melihat username mereka—yang kadang sangat konyol. Hal itu menjadi hiburan tersendiri bagi seorang Arashi.
Semalaman suntuk Rashi chatting dengan anak itu. Lumayan lah, mengurangi penyakit menahun bernama kesepian.
Apalagi tempat kost Rashi adalah kost-kostan yang terbilang baru. Dari 20 kamar yang ada, hanya tiga saja yang sudah terisi. Suasana sunyi dan sedikit creepy.
Untungnya kost ini lumayan dekat dari Marlon. Hanya sekitar 300 meter. Rashi bisa jalan kaki untuk pergi dan pulang kerja. Hemat uang bensin, sekalian olah raga.
Tokyo Banana
Tidur sana, udah lewat jam tiga pagi ini!
Arashiii
Gimana gue mau tidur, kalo lo masih ngebales chat gue terus
Tokyo Banana
Ya udah, nggak gue bales, deh
Arashiii
Tuh, kan lo bales lagi
Tokyo Banana
Habis ini nggak gue bales shi
Arashiii
O yeah
Tokyo Banana
Mimpi terindah adalah mimpiin gue, Shi
Arashiii
Hadeuh, katanya tadi nggak bakal bales lagi!
Tokyo Banana
Gue kan cuman ngasih tahu
Arashiii
Payah, syallllan syekali kauuuu
Pada kenyataannya, Barra memang jauh lebih menyebalkan dari apa yang pernah Rashi duga. Akhirnya, mereka tetap berbalas pesan. Hingga sekitar pukul empat pagi, Rashi ketiduran.
Rashi baru membaca pesan Barra yang terakhir setelah terbangun. Rashi membalasnya dengan emoticon lucu yang menunjukkan bahwa ia menyesal sudah ketiduran. Tapi Barra tidak langsung membacanya. Barra pasti sedang sibuk menyelesaikan lukisan-lukisannya sebelum pameran kedua.
Rashi memikirkan sesuatu sebenarnya. Tentang Xavier. Kemarin mereka bertukar pin. Juga bertukar nomor w******p. Xavier bahkan mengikutinya balik di i********:.
Rashi menaruh harapan besar. Ia pikir Xavier akan sering mengajaknya chatting.
Mungkin Xavier sedang sibuk sehingga tak ada waktu. Maklum ia kan anak pemasaran yang jam terbangnya selalu padat.
Atau ... bagaimana jika Rashi saja yang mengirim chat duluan? Sepertinya itu ide bagus. Rashi hanya perlu mengumpulkan sedikit keberanian, bukan?
Saat ini konsepnya kan mereka masih sebatas teman. Jadi tidak akan menjadikan curiga jika pihak wanita yang mengirim obrolan terlebih dahulu. Menurut Rashi, kalau ia terus menerus menunggu Xavier chat duluan, itu belum tentu terjadi dalam waktu dekat. Dan pastinya keakrabannya dengan Xavier tidak akan mengalami peningkatan.
Rashi melihat arlojinya. Seperempat jam sebelum Marlon masuk. Rashi memutuskan untuk berangkat kerja terlebih dahulu. Ia akan memikirkan apakah benar-benar akan mengirim chat kepada Xavier lebih dulu atau tidak di kantor nanti.
Sayang, begitu sampai kantor, Rashi melupakan rencananya untuk memikirkan masalah itu. Tumpukan sisa lembur benar-benar menyita seluruh perhatian.
Baiklah, mulai hari ini Rashi bertekad untuk menyelesaikan lembur-lemburnya terlebih dahulu. Semua harus segera diselesaikan kalau mau cepat terbebas dari siksaan, dan juga tagihan dari mulut pedas Bu Zul.
Butuh empat hari kerja keras, dan akhirnya semua tanggungan Rashi selesai. Selama itu pula, Rashi seolah-olah melupakan niat mengirim chat pada Xavier.
Dan Xavier ... tak ada tanda-tanda ia akan mengirim chat pada Rashi juga.
Dengan selesainya semua lemburan, mulai hari ini Rashi bisa bernapas lega dan kembali bekerja secara normal.
Rashi menengok ke arah jendela, rupanya Xavier sedang melintas. Rashi tersenyum seketika. Lelaki itu seperti biasa, selalu mempesona dengan aura malaikatnya. Ia berjalan sendiri ke arah parkiran.
Karena penasaran, Rashi melangkah, mengikuti arah pergerakan Xavier dari balik jendela. Tak lama kemudian, laki-laki itu keluar dari parkiran dengan mengendarai mobilnya. Kadang Rashi prihatin, Xavier seakan tak pernah istirahat semenjak bekerja di sini. Rashi bersyukur karena ia bukan anak pemasaran.
Mendadak Rashi mendapat ide cemerlang. Ini lah momen yang tepat! Momen untuk mengirim chat duluan pada Xavier.
Akhirnya, setelah sempat tertunda, Rashi mendapat kesempatan emas mengirim chat pada Xavier. Sesuai rencananya tempo hari.
Arashiii
Hati-hati di jalan, ya
Setelah pesan itu terkirim, ingin rasanya Rashi menjedukkan kepala ke tembok. Rashi baru sadar bahwa chat-nya terkesan terlalu sok akrab dan norak.
Kira-kira apa tanggapan Xavier nanti? Rashi merutuki kebodohannya sendiri. Semoga saja Xavier tidak illfeel.
Tanpa Rashi duga, Xavier langsung membaca chat-nya, dan saat ini Xavier sedang menulis balasan. Terserah mau percaya atau tidak, tapi tangan Rashi sampai gemetaran.
UniverseGentleman
Kok bisa tahu gue lagi di jalan, Shi?
Ingin rasanya Rashi berteriak. Tak hanya Xavier yang memanggilnya Shi, namun ketika Xavier yang mengetik, rasanya sungguh berbeda.
Tapi Rashi tak berlama-lama terbawa perasaan. Saat ini Rashi justru terkikik, karena username Xavier sangatlah lucu. Well, Xavier memang seorang gentleman, semua orang mengakui. Namun saat Xavier menyebut dirinya sendiri gentleman, terasa sangat ... imut.
Di balik aura malaikatnya yang kental, Xavier akhirnya menunjukkan sisi manusiawinya. Xavier ternyata tetap lah manusia biasa yang memiliki sisi narsis tersendiri.
Arashiii
Gue tadi lihat lo keluar bawa mobil
UniverseGentleman
Hehe, iya. Gue harus survey lokasi hari ini. Nasib anak marketing
Rashi mengangguk mengerti. Saat ini Marlon memang sedang melakukan promosi besar-besaran. Pantas jika anak pemasaran yang paling menjadi korban atas itu semua. Mereka akan sering survey tempat, yang akan dijadikan sebagai lokasi pemasangan iklan.
Arashiii
Terusin dulu aja. Jangan nyetir sambil chatting. Bahaya!
Rashi tak bisa menahan tawa setelah membalas chat Xavier. Bisa-bisanya ia membuat wejangan seperti itu! Padahal jelas-jelas ia duluan yang mengirim pesan.
Suara tertawa Rashi cukup keras, terdengar oleh Melody dan Yulia. Mereka yang selalu kepo, dengan cepat mencari tahu apa gerangan yang membuat Rashi tertawa? Mereka mengendap-endap, membaca chat singkat antara Rashi dan Xavier.
"Siapa UniverseGentleman?" tanya Yulia.
Bukannya menjawab, Rashi masih sibuk senyam-senyum tak jelas.
"Siapa, Shi?" Kali ini Melody. "Atau jangan-jangan ... Xavier?"
Rashi mengangguk cepat. Seketika terdengar pekikan keras dari dua gadis mungil di hadapannya.
Sekali lagi Tiga Serangkai menjadi pusat perhatian. Dengan cepat Rashi mengode dua temannya untuk diam. Rashi tak ingin mereka kembali mendapat peringatan dari Yang Mulia Bu Zul.
"Gila, lo berani banget nge-chat duluan!" celetuk Yulia.
"Untung dibales!" pedas Melody.
Rashi memutar otak untuk menyelamatkan harga diri. Ia sampai sekarang juga masih belum percaya telah mengirim chat duluan pada Xavier. "Tapi dia yang invite gue duluan!"
"Tapi, kan, tetep aja. Apalagi kalian belum akrab-akrab amat!"
"Ntar belom-belom si Xavier illfeel duluan sama lo!"
Yulia dan Melody masih kompak menyerang Rashi.
"Eh, ini udah 2020, ya! Di mana seorang wanita mengirim chat duluan, adalah hal lumrah! Emansipasi, Yul, Dy! Emansipasi!" Rashi berusaha membela diri di balik hati ran tubuhnya yang panas dingin setelah mengumpulkan keberanian mengajak Xavier ngobrol duluan.
Yulia dan Melody saling berpandangan.
"Iyain aja, deh!" Yulia mengibaskan rambutnya.
"Gue doain semoga lo beruntung! Tau-tau, besok tiba-tiba kalian jadian. Who knows?" cerocos Melody.
"Jangan peres!" jawab Rashi cepat. "Jangan terlalu buru-buru, Dy! Bisa-bisa yang ngasih gue harapan palsu bukan Xavier, tapi kalian! Gara-gara keseringan imagine tentang gue sama Xavier."
Melody memukul jidat. "Yah, serba salah emang ngomong sama lo, tuh. Didukung salah, nggak didukung salah."
"Iya. Sebenernya mau lo apa, sih?" Yulia mendukung Melody.
Rashi malah cengengesan. "Mau gue, kalian berdua harus tetep mencampuri segala urusan gue. Karena gue cuman punya kalian sekarang!" Rashi memasang tampang sok sedih.
"Ih, Shi, lo nggak banget sumpah." Yulia sudah gemas ingin menempeleng Rashi sekarang juga. Melody terlihat idem.
Tiba-tiba muncul pemberitahun pesan baru di w******p Rashi. Tapi bukan dari UniverseGentleman, melainkan dari Tokyo Banana. Melody dan Yulia mendelik membaca satu lagi username yang tak biasa. Reaksi mereka tak jauh berbeda dengan Rashi saat wanita itu membaca username Barra untuk pertama kali—tertawa geli.
"Siapa tuh, Shi?" tanya Yulia di sela-sela tawa.
"Hehe, temen."
"Temen?" Melody menaikan sebelah alis.
Yulia dan Melody saling berpandangan. Sejak kapan Rashi punya teman selain mereka? Dan lagi, kenapa Rashi sama sekali tak pernah menceritakan tentang teman itu sebelumnya?
"Well, dia emang temen. Gue nggak bohong." Rashi mengangkat dua jari, tanda sumpah. "Kenal di rumah sakit."
Ekspresi Melody dan Yulia berubah seketika.
"Ciyeee, cewek apa cowok, tuh? Cowok, kan?"
"Iye, cowok."
"Ciyeee, ganteng nggak?"
"Nggak, ah, biasa aja! Nyebelin malah. Cerewet banget, kayak cewek."
"Nyebelin apa suka?"
"Apaan, sih?"
"Kalo nggak suka, kenapa setiap malem sampai pagi kalian chatting terus tanpa henti?"
"Habisnya dia baik."
"Ciyeee, suit, suit, ihiiiier!" Yulia kembali menjadi pribadi yang suka heboh sendiri.
"Udah lo sama dia aja. Lupain si Xavier!" Melody terlihat yakin.
"Enak aja! Barra bukan tipe gue. Lagian dia masih kecil, masih cimit."
"Jadi, namanya Barra, toh. Ciyeee!"
Arashi segera menutup kedua telinganya. Ia cepat-cepat kembali ke tempat duduk. Lebih baik meneruskan pekerjaan yang tertunda. Daripada meladeni ciye-ciye tak jelas dari kedua sahabatnya.
***
TBC