Korban Drakor
Namun ada satu dari miliaran umat manusia. Wanita bernama Arashi, yang konon katanya tidak pernah jatuh sakit, terhitung semenjak lulus SMA.
Berbanding terbalik dengan keinginan manusia pada umumnya, Arashi justru sangat ingin sakit. Ia selalu berusahav— apa pun dilakukannya — asal bisa sakit. Arashi menunggu datangnya sakit, layaknya menunggu hari gajian. Bahkan sakit adalah salah satu doa rutinnya.
Pilek atau batuk, itu tidak masuk hitungan. Yang dimaksud Arashi adalah sakit yang serius, yang memaksanya tidak masuk kerja. Sayang, penyakit paling parah yang melulu menyerangnya adalah penyakit yang paling ia hindari, sembelit.
Bukankah seharusnya ia bersyukur karena dikaruniai kesehatan lebih dibanding manusia pada umumnya?
Tenang saja, Arashi bisa menjawab pertanyaan itu!
"Tuh, lihat adek - adek gue! Sakit kok kayak kentut aja, sering banget. Salah makan dikit, sakit. Hujan - hujan dikit, sakit. Capek dikit, sakit. Stres dikit, sakit. Nggak strong banget jadi manusia. Gue aja yang stres seumur hidup, tetep strong!" cerocosnya.
Sedikit curahan hatinya. Adik - adiknya yang sering sakit, kerap mendapat perlakuan istimewa dari kedua orangtua mereka; dimanja, disayang, dan dituruti apa pun kemauannya.
Sementara Arashi tidak pernah sakit. Lalu kapan ia punya kesempatan diperlakukan sama oleh orang tua mereka? Yang ada ia hanya terus dipaksa mengalah dalam segala keadaan. Terlebih ia adalah anak sulung
Jangan dikira Arashi hanya modal doa. Tidak. Doa tanpa usaha sama saja bohong.
Arashi sering makan makanan berlemak dan junk food dalam porsi jumbo, ia tidak pernah olah raga, ia gemar minum es super manis, ia selalu tidur larut malam bahkan menjelang pagi, dan masih banyak lagi usahanya.
Sayangnya, usaha - usaha itu tak pernah berhasil. Ia masih sehat - sehat saja. Justru hal nista lain yang ia dapat. Ia menjadi sangat gemuk. Tubuhnya mengembang seperti diberi baking powder. Semakin lebar seiring berjalannya waktu.
Sejak kecil Arashi memang memiliki berat badan berlebih. Dan berkat kebiasaan buruknya — yang ia sebut sebagai usaha untuk jatuh sakit — ia menjadi semakin gemuk.
Gebetannya saat SMA bahkan memanggilnya. yang berarti telur dalam bahasa Jawa. Meskipun begitu.
Setiap kali mengingat kenangan pahit itu, Rashi merasa amat marah. Si gebetan nista sangat tahu Rashi jatuh cinta setengah mati padanya. Alhasil, ia sengaja mempermainkan Rashi. Ia tahu bahwa Rashi tak akan marah meskipun diperlakukan dengan tak baik sekalipun. Sebuah kepuasan tersediri bagi seorang play boy cap ikan lele.
Rashi belajar dari pengalaman. Ia tak lagi mudah terjerat pesona lelaki tampan mana pun. Meskipun sangat sulit. Karena notabene, lelaki tampan adalah kelemahaan terbesarnya.
Rashi berhasil sejauh ini. Tekatnya bulat, karena ia benar - benar tidak mau patah hati lagi. Penderitaan Rashi tak berhenti sampai di situ.
"Aduh, Dek, jangan gendut - gendut, lah! Ntar susah, lho, ngurusinnya."
"Ya Ampun, kamu kok tambah gendut aja! Ntar susah dapat jodoh, lho."
"Mbak Rashi mah, misal ditabrak mobil, mobilnya yang mental."
"Nggak usah bingung siapa yang bakal ngangkat speaker buat pensi. Kan ada Rashi!"
"Aduh makanannya, kok, banyak banget, ya? Tapi tenang, sih, Rashi pasti sanggup nyikat semua."
Contoh di atas hanyalah segelintir judge yang pernah diterima Rashi dalam hampir 24 tahun hidupnya. Tampak luar, Rashi tertawa menanggapi ejekan - ejekan mereka. Kadang ia malah menanggapi dengan guyonan.
"Hehe, Rashi nggak gendut, kok. Rashi, tuh, semok. Seksi montok!"
"Gendut gimana, sih, Mbak? Orang Rashi semok cetar membahenol begini. Soal jodoh udah ada yang ngatur, kok. Tinggal nunggu datengnya aja."
"Iya, ntar biar sekalian gue tendang ke bulan itu mobil!"
"Tenang! Jangankan speaker, sekalian angkatin panggungnya juga bisa."
"Terhuraaaaaaa gue, Guys. Bener kata lo. Gue bakal habisin semua sisa makanan kalian nanti."
Tak ada yang tahu isi hati Rashi yang sebenarnya. Diam - diam ia sering mencoba diet berisiko. Rashi iri pada teman-temannya. Mereka makan begitu banyak. Mereka juga tidak pernah olah raga. Tapi mereka tetap langsing. Sedangkan Rashi? Usahanya tak terhitung. Sayangnya, semua yang ia dapat hanyalah judge.
Rashi berusaha bersabar. Tapi kesabaran ada batasnya. Dan tiap kali batas kesabaran itu datang — kala Rashi merasa lelah dan bosan — diet - diet berakhir begitu saja.
Ah, rupanya tidak berakhir begitu saja. Melainkan berakhir dengan sebuah aksi pembalasan dendam. Rashi kembali makan dengan porsi sangat banyak. Bahkan lebih banyak dari sebelumnya. Dan otomatis semua itu membuat berat badannya terus naik.
Saat ini berat badan Rashi menyentuh angka 66 kg. Beberapa orang mungkin berpikir, itu bukanlah angka yang terlalu fantastis, dibandingkan dengan mereka yang obesitas kelas berat.
Namun, bandingkanlah berat badan itu dengan tinggi Rashi. Tingginya hanya sekitar 150 cm saja. Rashi bahkan tak sanggup mengatakan berapa puluh kilogram yang harus diturunkan, bila ingin langsing seperti teman-temannya.
***
Rashi bekerja di perusahaan impiannya — Marlon — perusahaan fashion terbesar di Indonesia. Meskipun ia hanya dipekerjakan di kantor cabang, setidaknya ia sudah membuat sebuah pencapaian. Ia sudah cukup senang meskipun urung ditempatkan di pusat.
Hidupnya sempurna dalam hal berkarir. Tapi hatinya masih kosong. Ia belum memiliki pasangan.
Orang bilang standar Rashi selalu tinggi. Bisa dibilang terlalu tinggi malah.
Anggap lah Rashi tak tahu diri. Tapi jangan salah! Meskipun gendut, banyak lelaki yang suka padanya. Karena Rashi memang cantik dan menarik. Dan ia sangat ahli dalam bidang mode dan bersolek — itu juga yang membuatnya diterima di Marlon — dengan sangat mudah.
Meskipun banyak cinta mendekat, nyatanya Rashi selalu berhasil mempertahankan kontrol diri untuk tidak jatuh cinta. Rashi tak pernah menerima cinta - cinta itu. Rashi lebih memilih sendiri alias jomblo. Ia akan tetap sendiri sampai bertemu dengan seseorang yang tepat. Ia selalu gembar - gembor memproklamirkan diri sebagai high quality jomblo.
Sayangnya, lagi - lagi apa yang terlihat di luar, sangat jauh berbeda dengan apa yang sesungguhnya dirasakan. Rashi selalu mengatakan, "Single itu pilihan."
Padahal kenyataannya, Rashi adalah seorang jones alias jomblo ngenes. Ia selalu mupeng melihat pasangan muda bertebaran di mana - mana.
Bahkan di zaman edan ini, anak SD pun sudah punya pacar. Bahkan saling memanggil papa mama.
Saat banyak wanita pergi ke food court dengan pasangan, Rashi justru pergi dengan adiknya. Saat banyak wanita pergi ke Simpang Lima Gumul dengan pacar, Rashi justru pergi dengan Yulia. Saat banyak wanita pergi ke Kelud dengan suami, Rashi justru pergi dengan Melody.
Lalu kenapa Rashi tidak menerima saja cinta para lelaki itu?
Jadi, seperti yang disebutkan di atas, standar Rashi sangatlah tinggi. Rashi tak bisa mengontrol dan memaksa perasaannya sendiri. Ia selalu lemah dengan segala hal yang berurusan dengan fisik, fisik, dan fisik.
Rashi selalu melihat apa pun dari fisiknya terlebih dahulu. Termasuk dalam memilih tambatan hati. Dan tipe fisik lelaki yang disukai Rashi ... seperti Xavier.
Siapa Xavier? Ia adalah seseorang yang berhasil menghancurkan tembok kukuh pertahanan Rashi. Xavier yang tinggi, tampan dan berkarisma. Xavier yang menurut Rashi merupakan seseorang yang tepat.
Ya, pada kenyataannya usaha Rashi untuk tidak jatuh cinta lagi, memang sudah gagal baru-baru ini. Xavier tersangkanya. Tapi Rashi yakin, kali ini pilihannya tidak salah. Xavier adalah seseorang yang ditakdirkan untuknya.
Sayang sekali, keyakinan Rashi tidak dibarengi dengan kenyataan yang mendukung.
Rashi dan Xavier berbeda divisi. Sehingga Rashi jarang bertemu dengan lelaki itu. Ia hanya melihat sekilas-sekilas saja. Dan parahnya, mereka bahkan tidak saling mengenal.
Mungkin benar apa yang dikatakan Yulia dan Melody, bahwa Rashi adalah korban drama Korea. Ia terlalu banyak menonton drama, sehingga ekspektasinya tentang pasangan hidup menjadi terlalu tinggi.
Ia sama sekali tak memperhitungkan segalanya dengan kenyataan yang ada. Rashi sama sekali tak realistis. Padahal usianya sudah cukup matang untuk menikah. Tapi lihatlah, bahkan pacar saja tak punya!
Kembali pada penderitaan Rashi yang pertama, tentang dirinya yang haus akan kasih sayang orangtua. Saat adik-adiknya sakit, Rashi harus rela direpotkan untuk menjaga mereka. Menahan rasa cemburu mendalam di hati. Kapan tiba gilirannya? Gilirannya menjadi seseorang yang dirawat, bukan merawat.
Mungkin karena Rashi anak pertama, ia terpaksa — atau lebih tepatnya dipaksa — untuk menjadi dewasa meski tak mau.
Tapi tak apa lah. Sekarang seakan semua luka itu telah membaik. Semuanya karena Xavier.
Tiap kali Xavier mampir ke divisinya untuk mengambil berkas — atau sekadar bertegur sapa dengan para penghuni divisi ini — Rashi diam - diam memperhatikannya dan tersenyum sendiri seperti orang gila. Hanya dengan melihat saja, Rashi sudah merasa bahwa hidupnya damai dan indah. Seakan Xavier adalah perantara kebahagiaan yang sengaja dikirim Tuhan untuknya.
Saat Rashi bersedih karena diejek gemuk, Xavier tiba - tiba muncul. Ia berjalan pelan menuruni tangga. Setelan yang selalu disetrika dengan rapi, membalut tubuh Xavier dengan sempurna.
Xavier tak pernah tahu bahwa hanya dengan melintas di sini, ia telah menyelamatkan hati seorang wanita yang kesepian.
Saat Rashi bersedih karena cemburu pada adik-adiknya, kemudian Xavier datang ke divisinya untuk mengantar berkas pada Bu Zul, manajer Administrasi Umum.
Xavier benar - benar terlihat seperti malaikat. Tiap kali Rashi menatapnya, seperti ada cahaya putih di sekitar tubuhnya. Xavier dengan ajaib telah memperbaiki hidup Rashi yang berantakan, menjadi tertata rapi dan sempurna.
"DOR!"
Rashi hampir terjungkal saking kagetnya. Pasti Yulia. Siapa lagi?
"Sekali lagi lo ngagetin gue kayak tadi, gue pites lo!" ancam Rashi.
"Wahai korban drakor, Xavier itu kelasnya beda sama kita," peringat Yulia, seakan tak peduli dengan ancaman sahabatnya.
"Ngomong sama tembok sana!" Rashi bersikeras.
Yulia adalah salah satu sahabat terbaik Rashi. Ya, sangat baik. Buktinya ia tak pernah lelah mengingatkan kala Rashi telah melewati batas.