Akibat Kelaparan

1017 Words
Berkat metode diet ekstrem yang dilakukannya, dalam sehari saja, berat badan Rashi berhasil turun 8 ons banyaknya. Jumlah yang cukup fantastis. Cukup untuk membuat Rashi tercengang ketika menimbang berat badannya pagi ini. Tahu begini, dari dulu saja ia diet dengan cara yang seperti ini. Tak apa lah kelaparan dan agak lemas sedikit, asal berat badannya turun dengan cepat. Sehingga akan ada kemungkinan ia di-notice oleh pria - pria high class impiannya. Genap seminggu metode diet ekstrem yang baru itu berjalan, berat badan Rashi sukses menyentuh angka 55 kg. Sudah hampir delapan tahun lamanya, semenjak terakhir ia memiliki berat badan segitu. Rashi tersenyum menatap refleksi dirinya dalam cermin toilet di divisi Administrasi dan Umum. Ia cukup puas dengan hasilnya. Bentuk tubuhnya mulai terlihat bagus. Tinggal sedikit lagi ia akan mencapai indeks masa tubuh yang ideal. Tapi Rashi tak boleh terlalu cepat puas. Untuk ukuran tingginya, berat badan segini masih lah terlalu banyak. Tinggi badan, oh, tinggi badan! Salah satu hal yang paling disessali Rashi dalam hidupnya. Seharusnya ia rajin olah raga sejak dulu. Bisa jadi ia akan memiliki tinggi badan lebih dibanding sekarang ini. Harusnya juga saat usia emas 1000 hari pertama dalam hidupnya, ia makan banyak dan tidak pilih - pilih makanan. Bayi, kan, butuh banyak protein supaya bisa tumbuh optimal saat dewasa nanti. Sayangnya menurut cerita Bunda, Rashi dulu sulit makan. Dengan tinggi badan yang sekarang, berat badan ideal Rashi adalah sekitar 45 kg. Jadi, masih ada 10 kg lagi untuk diturunkan. Meskipun indeks masa tubuhnya sudah hendak ideal. Rashi tidak ingin menjadi terlalu kurus seperti Mega, Melody, dan Yulia. Rashi ingin terlihat sedikit berisi. Karena terkesan lebih sehat dan seksi. Rashi tersenyum sendiri membayangkan saat ia sudah mencapai berat badan ideal kelak. Mega si triplek itu pasti akan menangis darah, karena Xavier akan menjadi milik Rashi seutuhnya. Rashi tertawa setan dalam hati. "HAYOOOO!" Suara cempreng Yulia sukses membuyarkan semua mimpi liar di siang bolong seorang Rashi. Gadis itu mendadak muncul, dan saat ini ia sedang mencuci tangan di wastafel sebelah. "Apa - apaan, sih, lo?" Rashi marah - marah, jantungnya hampir saja copot karena ulah Yulia. "Gue sedang berusaha membawa teman gue kembali ke jalan yang benar," jawab Yulia santai. "Lo pikir gue kena aliran sekte sesat apa?" sewot Rashi lagi dan lagi. "Emang iya, kan?" Yulia malah memperkeruh suasana. Arashi berdecak. "Gue, tuh, justru lagi dapet hidayah kali! Gue yang dulu khilaf, akhirnya sadar bahwa bentuk body gue ternyata nggak banget. Makanya gue diet." "Astaga! Repot emang ngomong sama manusia kepala batu nan sekeras aspal Korea macam lo kelihatannya mulus, tapi sebenarnya kasar dan sakit banget kalo nyungsep ke sana. Dengerin, ya! Emang bener, lo kelebihan berat badan dan harus diet. Tapi cara diet lo salah, Rashi." "Salah gimana?" Rashi ngeyel. "Kalo nggak gini, berat badan gue susah dan lama turunnya, Yul. Lo kan udah tahu sendiri gimana gue selama ini." "Itu tandanya, lo harus lebih sabar." "Ngomong doang, mah, gampang!" Rashi bersikeras. "Elo, sih, enak. Nggak pernah ngerasain pilunya dikatain gendut sama semua orang." "Justru gue pengen dikatain gendut, Rashi!" "Teman macam apa lo? Saat temen lo pusing gara - gara dikatain gendut melulu, eh, elo malah pengen!" Yulia memutar bola matanya. Memng butuh kesabaran ekstra dalam menghadapi manusia jenis Rashi ini. "Gue nasihatin lo bukan karena menggurui atau apa. Gue cuman ngingetin. Lo emang udah jauh lebih kurus sekarang. Tapi lihat! Lo jadi kelihatan nggak sehat. Nggak seger kaya dulu. Muka lo pucet dan lesu. Nggak enak banget dilihat tahu, nggak? Itu semua karena cara diet lo yang salah kaprah." Tentu Rashi mengerti maksud baik Yulia. Tapi ia sudah terlalu bosan berada dalam cashing yang menurutnya tidak menarik. "Nanggung, tinggal sepuluh kilo lagi, Yul. Gue janji nanti bakal ganti metode diet yang sehat. Oke?" "Gue tuh cuman khawatir. Gue nggak mau lo sakit," tegas Yulia. Kata - kata Yulia sungguh menyentuh hati Rashi. Yulia — dan Melody — memang bawel, dan Rashi selalu kesal dibuatnya. Tapi harus diakui, bahwa mereka adalah sahabat terbaik seumur hidup. Bahkan Yulia dan Melody termasuk dari segelintir orang yang tahu bahwa Rashi memiliki mimpi aneh — mimpi ingin sakit — namun mereka tetap setia bersama Rashi. Dan mereka jugalah yang selalu mengkhawatirkan dan perhatian pada Rashi. Mereka sangat peka. Tidak seperti keluarganya. *** Hari ini terasa berbeda. Rashi benar - benar kelaparan. Perutnya perih dan melilit. Badannya juga lemas. Tumpukan pekerjaan di meja seakan melambai - lambai untuk segera diselesaikan. "Tuh, kan, lo sakit!" omel Yulia seraya menggeser kursinya mendekati Rashi. "Gue nggak sakit!" "Muka pucet, badan lemes, dan lo juga keringet dingin, nih." Melody ikut - ikutan menggeser kursinya. "Tapi gue nggak apa - apa, kok. Beneran." Yulia dan Melody heran. Sudah jelas Rashi sedang sakit. Tapi ia tidak mau mengaku. "Bisa nggak, sekali aja lo jangan keras kepala? Tubuh lo udah kekurangan nutrisi. Lo nggak mau berakhir punya penyakit kayak model - model itu, kan? Ngeri tahu nggak?" "Ya nggak, lah! Tapi gue mau kurus. Gue mau berat badan gue ideal." "Kita udah ngerti itu Rashi. Sumpah! Tapi jangan lah terlalu berlebihan. Karena segala sesuatu yang berlebihan itu nggak baik. Kan Lo juga pasti udah ngerti itu tanpa dijelasin lagi, kan?" "Gue udah capek dikatain gendut." Rashi malah meneruskan curhatnya. Daripada menanggapi curhatan tidak jelas, Yulia memilih untuk fokus pada hal lain. Well, Yulia prihatin dengan kefrustasian Rashi. Tapi mau bagaimana lagi? Mungkin kegemukan yang dialami Rashi memang sudah takdir dari Yang Maha Kuasa. Sehingga sedikit amat sulit untuk diubah. "Hari ini lo udah makan apa belum?" tanyanya. Rashi menggeleng. Ia memang belum makan apa - apa semenjak pagi. Tadi ia bangun kesiangan, tak sempat memakan apel sarapannya. "Ya udah. Mumpung udah waktunya makan siang, kita ke kantin, yuk! Gue ngerti lo nggak mau gagalin diet yang udah lo lakuin dengan susah payah, jadi ntar lo minum s**u aja." "Ya udah, deh." Rashi setuju. "Tapi gue mau yang low sugar, low fat." Yulia hampir saja mengumpat. Dengan kondisi seperti ini, Rashi masih sempat memikirkan s**u low fat. "Ya ... ya. Terserah lo. Yuk, cus!" Yulia dan Melody bersama - sama menggamit kedua tangan Rashi. Tiga Serangkai — begitu orang - orang memanggil mereka — berangkat ke kantin dengan bahagia. Tapi sayangnya .... Suara benda jatuh yang keras baru saja terdengar. Mengalihkan perhatian semua pasang mata dalam divisi. Tiga serangkai itu jatuh ke lantai dengan posisi bertumpuk seperti burger. Karena kelaparan dan kurang nutrisi, Rashi akhirnya jatuh pingsan, Saudara - saudara! *** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD