HARI yang dinantikan telah datang. Seperti rencana sebelumnya, empat sekolah yang tergabung dalam lingkup wilayah Rajekwesi akan melakukan kemah gabungan. Kemah tahun ini diikuti oleh seribu dua ratus murid, ditambah dua puluh orang dari dewan guru, yang artinya hanya ada lima orang perwakilan dari setiap sekolah. Totalnya lebih banyak daripada kemah pada tahun-tahun sebelumnya. Bus yang disewa saja, berjumlah dua puluh lima, dengan daya tampung lima puluh orang orang per bus.
“Woy, udah kumpul lengkap kan ini?” teriak Alvaro si ketua kelas. Saat tiba di pinggir pantai, yang sudah tertancap tulisan 16. 12 IPS 3, SMA Sevit. “Yang pendiam! Aina sama Nezar ada nggak?” tanya Alvaro, sambil menoleh ke kanan kiri. Aina yang baru sampai di barisan belakang, langsung angkat tangan dan Nezar yang tengah berdiri di sebelah Fina ikutan angkat tangan. Walau kemudian, dia duduk lesehan karena kelelahan.
“Lengkap semua kan?”
“Lengkap, Al. Yang cantik-cantik sudah ada di sini!” teriak Denta sambil memakan coklat Silverqueen yang dia dapatkan dari Gasta Sebelum pergi.
“Nggak nanya!” cibir Hauri.
“Eh, Nta, ayo foto dong!” Galang tiba-tiba mendekat, mengusiri Aryan dan langsung berdiri di sebelah Denta. Lumayan, suasana pantaimasih pagi, menjadi background yang bagus untuk foto.
“Lo kan selebgram, biar teman-teman gue iri, gue punya temen cantik,” kata Galang lagi, membuat Aryan mencibir pelan.
“Fin, fotoin dong!” perintah Galang sambil menyodorkan ponselnya ke Fina. Denta mulai tersenyum ke arah kamera yang menghadap ke arahnya dengan Galang yang tiba-tiba sudah merangkul pundaknya.
“Mau ngapain lo?” semprot Denta.
“Rangkul,” balas Galang pelan.
Meski begitu, Denta tak protes ketika Galang mulai merangkulnya, sambil tercengir lebar.
“Modus kampret.” Naufan tertawa ngakak.
“Foto yang banyak, Fin. Eh, yang pencahayaannya bagus dong!” kata Galang jadi mengomel.
“Awas, Lang, samping lo udah mau meledak tuh,” ledek Raghil, sambil melirik Aryan yang melengos.
“Apa sih, Ghil?” omel Aryan langsung salah tingkah sendiri. Mereka sudah ketawa sambil melihat hasil jepretan Fina. Hauri dan Rana sudah heboh menyarankan caption yang lucu.
“Kapan lagi foto sama Denta? Mau gue pamerin nih ke i********: gue!” kata Galang kesenengan.
Kini, anak-anak cowok lain, juga ikutan mengajak foto dengan berisik. Namanya juga selebgram, fans di mana-mana. Dan beruntungnya mereka, bisa satu kelas sama gadis ini.
“Sembarangan aja lo! Entar pacarnya Denta tau, lo mau ditonjok?” celoteh Alka memberi tahu.
“Gue nggak di-follow Gasta kali. Dia nggak mungkin tau. Jadinya nggak masalah,” oceh Galang membantah.
“Halah.”
“Aryan tumben diem-diem aja. Ada masalah hidup apa nih?” ledek Oky saat melihat Aryan diam saja sejak tadi, tidak berisik seperti biasa.
“Galau tuh,” timpal Hauri.
“Galauin siapa sih, Ar? Dalem banget kayaknya,” ledek Naufan.
“Galauin temen gue. Mau gue sepik, tapi punya orang,” kata Aryan enteng membuat semua orang menyoraki.
***
SEMUA kelas dari empat sekolah gabungan sedang sibuk membangun tenda. Mereka semua terlihat fokus dengan pekerjaan yang mereka lakukan.
Rafka yang tadinya hendak memaku ke tanah, malah mengomel saat tenda robohh lagi, akibat ulah Adiba dan Aina. Kalau Alvaro ngamuk, barulah mereka sok sibuk.
“SMK Bima ngapain ikutan segala sih? Pasti bikin onar deh nantinya,” celoteh Fina yang memang tidak suka ketika melihat gerombolan SMA Bima baru datang, bersama guru mereka.
“Harus banget apa, tenda kita dekatan sama anak Bima?” oceh Naufan sebal.
“Gue juga kesal, Fan. Tenda kita sama anak Dharma Wijaya jauh bener. Tapi malah di bikin dekat sama anak Bima,” sahut Denta menimpali. Tidak terima, ketika tenda milik Gasta jauh sekali. Ibarat kata, sabang hingga merauke.
“Woy, entar malem kalau ada yang mau kencing, jangan sendirian ya!” teriak Raghil. Semua orang jadi saling lempar pandang.
“Lah, ngapa Ghil?” tanya Aryan.
“Takutnya nanti, malah ketemu sama kuntilanak, Nyet,” balasnya tanpa beban.
Naufan mendecih. “Cuih, jangankan kuntilanak, Ghil, sekalipun pocong, wedon, gerenduwo, gue jabanin.”
“Gue serius ini. Apalagi yang cowok-cowok, jangan sampai ketemu pokoknya!” kata Raghil serius.
“Apaan sih lo? Nggak jelas,” cibir Alvaro, yang sedang duduk jongkok memaku tenda.
“Emang bakal kenapa, Ghil?” tanya Denta menyahut kepo.
“Katanya, siapa pun cowok yang natap mata dia, bakalan--”
“Bakalan apa? Mati?” sahut Rafka.
“Bukan elah!”
“Bakalan jadi duta sampo lain? Meski begitu, gue tetep setia sama Sunsilk,” kata Oky.
“Bukan, Gobl*k!”
“Bakalan apaan dong?” seru semua anak 12 IPS 3 kompak, mulai lelah berpikir keras.
“Bakalan jadi perjaka tua. Emangnya lo semua mau?” Denta sampai keselek coklat gara-gara Raghil. Apalagi Naufan yang langsung menganga. Tak sampai di situ, anak-anak 12 IPS 3 yang tadinya diam, langsung protes sendiri.
Memang, di daerah sini terkenal angker. Mitosnya, pernah ada cewek dibunuh, terus dijeburin ke laut. Dulu, kakek Aryan juga pernah bilang, jika menatap mata kuntilanak, rumornya bakal kena kutukan. Pernah ada tetangganya, yang habis natap mata kuntilanak, langsung kecelakaan. Lah ini, kutukan yang dibilang Raghil lebih parah.
Kutukan perjaka tua, artinya bakalan mati dalam keadaan jomlo? Horor, hidup udah jomlo, masa’ waktu mati juga?
“Gue apa kabar dong, yang sekarang masih jomlo? Masa iya kalau misal ketemu kuntilanak, nggak bakalan nikah sampai mati?” oceh Oky.
“Sabar, Ky, sabar!” kata Denta sambil menepuk-nepuk bahu Oky. Kata orang, jomlo itu free. Iya, free-hatin maksudnya.
“Terus, kalau misalnya kutukan itu benar, harus gimana, Ghil?” tanya Aryan membuat semua orang langsung mendelik bersamaan.
“Lo harus kawinin kuntilanaknya, Ar. Biar kutukan itu hilang,” kata Raghil.
What the f*ck?
“Najis amat gue nikahin Mbak Kunti. Sangat tidak logis,” kata Aryan ngegas.
“Tau nih. Kuntilanaknya jomlo, ngapa ngasih kutukan perjaka tua coba? Biar ngawinin dia?” balas Alvaro jadi ikutan.
“Eh, Nta. Tenda lo di sini?” Tiba-tiba sesosok pemuda berparas bule, datang mendekat ke arah murid 12 IPS 3 yang lagi seru membahas kutukan kuntilanak.
Semua murid 12 IPS 3 jadi langsung menoleh. Terkejut mendapati cowok tampan sudah ada di sebelah Denta yang masih berdiri di atas troli barang dengan Aryan di dekatnya. Aryan pun jadi langsung mendelik, tau betul siapa pemuda ini. Begitu juga dengan Naufan, Raghil, Nezar yang notabene-nya anak basket. Mereka mengenal cowok ini, dan pernah bertemu ketika turnamen basket tiba.
Karrel Davian Andara. Kapten basket SMA Cendrawasih, sekaligus bos geng utamanya.
“Loh, Karrel? Dari semalam gue cariin tau. Eh, ketemu di sini ternyata,” kata Denta sambil nyengir.
Memang, saat berkumpul di SMA Cendrawasih semalam-sebelum naik ke bus masing-masing-dia sempat mencari Karrel untuk memberikan donat. Tapi, berhubung nggak ketemu, ya sudah, dia menitipkannya kepada Azka.
“Mau ngasih donat yang dibikin nyokap lo kan?” tebak Karrel sambil terkekeh, “Udah gue makan kok pas di bus. Enak banget,” sambungnya.
“Apa kabar lo? Lama banget nggak main ke rumah,” kata Denta. Tidak sadar saja, jika teman-temannya sudah pada bengong. Apalagi yang cewek, sudah ileran melihat ketampanan Karrel. Memang, Karrel ini keturunan Indo-Jerman. Mukanya bule dan ganteng habis.
“Males gue, Nyet. Takut digorok sama pawang lo,” sahut Karrel.
“Cih, nyali lo cetek banget,” cibirnya, membuat Karrel mendelik.
Dengan gemas, pemuda itu menjitak kepala Denta. “Enak aja. Jangan lupa ya, gue ini bos geng. Nyali gue gede.”
“Hilih. Bos geng doang, tapi pas gue tampar langsung cengo,” sindir Denta.
“Ya kali, gue mukul cewek. Tapi bener elah, gue tiap mau main ke rumah lo, nggak dibolehin Gasta. Dia takut, gue suka sama lo lagi,” kata Karrel, membuat teman-teman Denta jadi semakin kaget.
Denta melengos. “Bilang aja, gara-gara lo udah punya cewek sekarang, jadi langsung lupa sama gue,” katanya.
Karrel terkekeh. Tangannya tergerak mencubit pipi Denta yang gembul. Menguyel-uyelnya, membuat para cewek semakin memekik tertahan. Sementara yang cowok, cuma bisa bengong. Kecuali Aryan, yang wajahnya kecut sekarang.
“Cemburu lo?” ledek Karrel dengan ekspresi tengilnya.
“Najis. Eh, nantikenalingueke Retha lagi, dong! Guebelumterlaluakrabsama dia.”
“Entar malem aja pas pensi. Gue bakal ngenalin lo ke Retha.”
“Sip.”
“Btw, gue balik ke tenda dulu ya! mau bantuin anak-anak, see you, Nta!” katanya.
“Itu Karrel kan!”
Denta terlonjak kaget, saat semua anak kini menatapnya dengan mata yang melebar sempurna. Denta mendelik sepenuhnya, bingung kenapa semua orang jadi syok begini?
“Lo kenal Karrel, Nta?”
“Lah, iya. Gue ingat di i********:-nya aja di-follow sama karrel.”
“Sering komen-komenan juga.”
“Nta, kenalin gue dong!”
“Gue tau dia, Nyet. Dia bos geng utama SMA Cendrawasih.”
“Cendrawasih bukannya musuh SMA Dharma Wijaya ya? Jadi, si Karrel musuhnya cowok lo dong, Nta?” kata Fina heboh sendiri.
“Cih, malah lebih parah, Nyet, kalau dibanding tawuran kita sama SMK Bima,” kata Naufan menggebu-gebu.
“Kenapa?” sahut Nafa angkat suara.
“Ya, iyalah. Mereka tawurannya nggak tanggung-tanggung senjatanya. Nggak cuma batu sama tongkat doang. Si Karrel pernah ketahuan bawa samurai. Gila nggak tuh?” Naufan sampai geleng-geleng kepala tak habis pikir dengan mereka.
“Enak aja lo ngomong. Mereka udah akur kali.,” omel Denta.
“Lah, masa? Lo tau darimana?” tanya Naufan bingung.
“Lo lupa? Cowoknya kan bos geng-nya Dharma Wijaya,” timpal Hauri membuat Denta mengumpat pelan.
“Eh, si Karrel lagi ngobrol sama cowok lo tuh, Nta!” tunjuk Tsabita ke arah Gasta dan Karrel yang kini tengah beradu tos. Tadinya, mereka berjalan dari arah yang berlawanan lalu, ketemu di tengah-tengah saat Karrel hendak kembali menuju tendanya, sedangkan Gasta berniat menghampiri Denta.
“Tuh, akur kan?” kata Denta bangga. Tidak lama, tangannya terangkat melambai, saat Gasta berlari kecil ke arahnya.
“Belum selesai bikin tendanya?” tanya pemuda itu, saat melihat tenda milik kelas Denta masih berantakan.
“Belum. Punya kelas lo emangnya udah ya?” sahut Denta.
“Udah.”
“Woy! Kerja! Ngapain orang pacaran dilihat?” protes Alvaro, membuat semua anak langsung heboh kembali ke posisi masing-masing.
“Kerja rodi ini mah. Nggak dibayar sama Alvaro,” cibir Naufan.
“Bukan rodi, tapi kerja keras Bagai quda.”
“Gue bantuin,” kata Gasta langsung nyelonong mendekati Alvaro, membuat semua anak kaget setengah mati. Aryan jadi menggerutu sendiri, saat melihat Gasta sudah mulai ikut membangun tenda. Cih, pasti mau caper sama Denta.
“Serius lo mau bantuin?” tanya Alka menyahuti ucapan adik sepupunya.
“Iya,” balasnya singkat. Denta sudah tersenyum, jadi semangat membantu anak cewek membuat dapur sekarang.
***