“HAI guys! Ketemu lagi sama gue Denta Kalla Nayyira. Nah, Kemarin ada banyak banget dari kalian yang nanya gue lewat DM, 'Kak skincare-nya apa sih, sampai wajah Kakak putih mulus gitu?'. Jujur aja ya, gue tuh nggak pakai scincare apa-apa sebenarnya. Gue cuma rutin aja setiap dua hari sekali pakai masker wajah,” ujar Denta sambil mengulum senyum di bibirnya, memandang kamera recorder yang stay di meja.
Cewek itu mulai membuat opening untuk video endorse-nya. Denta sekarang sedang ada di ruang tengah, sambil duduk lesehan di depan meja, sementara di sebelahnya sudah ada Gasta yang sejak tadi memperhatikannya tanpa berkomentar banyak. Meski diam-diam cowok tampan itu ingin mengumpat.
Wajah Denta cantik alami tanpa skincare dan hanya rutin memakai masker wajah dua hari sekali? Mitos!
Gasta tau berapa harga skincare Denta yang selalu rutin dibelinya sebulan. Gasta tau di mana klinik kecantikan yang menjual skincare Denta dengan harga nyaris mencapai sejuta itu. Gasta bahkan sampai tau, bagaimana cara Denta menggunakan produk-produk satu paket itu. Mulai krim malam, krim siang, toner, facial wash, dan lain sebagainya. Dan sudah jelas-jelas seperti itu, tapi Denta mengatakan dirinya tidak pernah pakai skincare? Ingin rasanya melempar cewek itu sampai ke benua Australia.
Pokoknya dari sini Gasta sarankan, jangan percaya sama mulut licin selebgram. Karena Gasta sendiri punya pacar selebgram, yang hobi banget ngibulin followers-nya.
“Buat kalian yang belum tau, gue pakai masker selucu ini. Tuh, warna bungkusnya pink gitu. Ada gambar panda-nya juga. Gue suka semuanya sih, tapi gue lebih suka yang pink ini, karena bisa kurangin minyak di wajah,” cerocosnya. Gasta yang ada di sebelahnya, sibuk menahan senyumnya, melihat Denta mulai promosi. “Pokoknya ini tuh favorit aku banget. Sumpah deh! Nggak ngerti lagi pokoknya, kalian harus coba!”
“Jujur nih, gue nggak lagi endorse. Gue beneran pakai produk ini setiap dua hari sekali. Nih lihat, hasilnya wajah gue kinclong kan?” katanya sambil terkekeh geli di depan kamera.
Pandangan Denta kemudian beralih pada Gasta. “Oh iya, di video kali ini, sangat spesial! Karena gue di temenin pacar gue.” Denta bertepuk tangan heboh sendiri sambil tertawa. “Ah, gue mau bikin cowok gue makin ganteng! Hehehe. Yuk kita maskerin dia sekarang! Sekalian gue juga mau maskeran juga.”
Gasta hanya pasrah ketika kamera kini teralihkan pada wajah cowok itu sepenuhnya. Denta tadi bilang, kalau kliennya mau untuk video endorse nanti, Denta harus bersama pacarnya. Biar makin lucu katanya. Mau tidak mau, Gasta menurut saja. Tentunya setelah cewek itu merengek dan mengancam akan membuat video endorse bersama Aryan, kalau Gasta tidak mau. Mumpung Aryan masih ada di rumahnya juga.
“Sini gue maskerin dulu!” perintah Denta sambil merapatkan tubuh keduanya. Posisinya sekarang, cewek itu menghadap Gasta.
Denta menoleh pada kamera, “Oh ya, beli masker ini sampai tanggal 25 nanti, bakalan gratis satu produk untuk setiap tiga pembelian. Yuk, buruan beli!! Mumpung lagi promo gede-gedean lho! Lumayan kan, lebih hemat,” ujarnya lagi. Denta mulai mengeluarkan jurus marketingnya. Dia mempromosikan masker dengan merek yang terkenal ini untuk menarik minat followers agar membeli.
Gasta pasrah saja ketika Denta menarik rambutnya ke belakang dan menjepitnya. Lalu dengan kuas wajah, Denta mulai mengoleskan masker beraroma kopi itu ke wajah tampan Gasta yang memejamkan kedua matanya. Gadis berambut sepunggung itu tertawa, merasa puas melihat wajah Gasta yang penuh masker begini.
“Agar muka pacarku makin cakep kayak Sehun,” kata Denta di sela tertawa.
Gasta perlahan membuka matanya, ketika Denta selesai mempoles wajahnya dengan masker. Sengaja memandang Denta dari dekat, yang kini sudah tertawa riang sambil mempoleskan masker itu ke permukaan wajah. Sadar diperhatikan secara intens, Denta jadi menoleh. Diam-diam cewek itu merona, tapi mencoba menguasai diri. Tidak sadar terbuai dengan debaran jantungnya yang cepat.
Menyadari kedua pipi bulat gadis itu memerah, Gasta tersenyum begitu saja. Denta berdehem, mengalihkan wajah dan mengumpat. Belagak fokus memakai masker lagi. Padahal dalam hati cewek itu sudah menjerit.
“Ah, kalian wajib beli ya pokoknya! Produk ini 100% dari bahan herbal asli. Kalau palsu, uang kembali!” kata Denta tiba-tiba menghadap ke kamera karena terlalu salah tingkah. Sampai cewek itu jadi menoleh, ketika melihat Gasta meregangkan otot-otot badannya yang terasa kaku, sambil meringis pelan, membuat kening cewek itu mengerut samar.
“Kenapa?” tanya Denta.
“Capek gue, habis nonjokin anak Bima tadi,” sahut Gasta sungguh-sungguh. Kali ini cowok itu mengubah posisinya, jadi duduk di sofa.
Hal itu membuat Denta jadi ikut duduk di samping Gasta. “Mau gue pijitin nggak?”
Gasta menaikkan sebelah alisnya lalu tertawa. “Tangan lo kecil, nggak ada tenaganya.”
Denta mendengkus. “Siniin deh, Gas, muka lo!” suruhnya.
“Buat apaan?”
“Kali aja lo mau nyoba bogeman dari tangan gue,” katanya dengan wajah yang sengak belagu.
Gasta tertawa, menegakkan tubuh, kemudian bergerak memunggungi Denta, “Gih cepetan! Pegel semua badan gue,” ujarnya sambil menepuk- nepuk bahunya berkali-kali. “Gue juga pengen tau, lo udah pantes atau belum.”
Denta mendelik. “Hah, udah pantes apaan, Gas?”
“Jadi calon istri,” balasnya kelewat santai.
“Idih, ngarep banget lo, Bang.” cibir Denta pedas. Meski begitu, tidak munafik bahwa pipinya sudah memerah sekarang.
“Ayo cepetan pijitin!” suruhnya. Denta meniup-niup kedua telapak tangannya, ala-ala dukun. Dengan gaya sombong, mulai memijat bahu Gasta dengan tenang.
“Sakit!”
“Heh? Masa sih?” balas Denta jadi ikut berteriak. “Gue udah pelan-pelan loh Gas, sumpah deh!”
“Tapi bohong!” Denta melotot dan langsung menampol bahu Gasta.
Denta kembali melanjutkan tugasnya sebagai pacar yang baik. Mau bagaimana juga, Gasta sudah baik hari ini, dengan menjadi super hero untuk temannya--Tsabita. Denta bahkan tidak tau, apa yang akan terjadi pada Tsabita jika saja Gasta tidak datang menolongnya tadi.
“Gas, udah kepikiran buat les di mana belom? Mama nanyain terus nih, kapan gue mulai les,” tuturnya.
“Mama udah daftarin sih. Tapi baru gue masukin bulan depan,” balasnya.
“Eh, di mana? Gue ikut les bareng lo ya!! Gue males kalau les sendirian.”
“Boleh.”
“Yey, gue kan jadi seneng.” Gadis itu langsung bersorak kegirangan.
“Denta!” panggil Gasta di sela pijitan.
“Ya? Kenapa?” tanya Denta sambil melongokkan kepalanya, agak dekat dengan wajah Gasta dari samping. Namun tangannya tetap bergerak lincah memijiti Gasta. Bahkan, kali ini tangannya sudah bergerak memijit kepala Gasta. Denta jadi ingat, dulu waktu Gasta demam di rumahnya, Denta rela harus tidur dalam posisi duduk, setelah memijiti kepala Gasta yang tengah tertidur di pahanya.
“Maaf ya, udah bikin nangis lagi.” Gasta mengatakan hal seperti itu, tanpa melihat Denta. Dia tidak mau kalau jadi salah ngomong, saking deg-degannya menatap wajah pacarnya itu.
“Nggak apa. Santuy aja. Lagian, gue harusnya malah makasih sama lo. Udah bantuin temen gue tadi.”
Gasta tersenyum kecil. “Udah gue bilang, gue nolongin dia karena lo.”
“Sama aja sih. Intinya gue terima kasih buat aksi pahlawan lo hari ini.”
“Iya.”
Sampai garis wajah Gasta jadi berubah, baru teringat sesuatu, “Oh ya Nta, nih coklat buat lo,” katanya sambil menyodorkan coklat bermerek silverqueen pada Denta.
“Wah, makasih Gas! Eh, tapi kok tumben?”
“Nggak mau?”
“Mau, lah.”
Gasta tersenyum lega. “Gue sengaja beli itu tadi, takutnya lo ngambek karena nggak terima alasan gue telat jemput lo,” tuturnya padahal tidak ditanya, membuat Denta tertegun.
Cewek itu terkekeh kemudian. “Gue udah ada rencana sih, mau marah sama lo. Bahkan Aryan juga mau bantuin tadi,” celotehnya.
“Dih, bantuin apaan?”
“Bantuin ngomporin katanya. Aryan bahkan ngiranya gue nangis, karena lo selingkuh. Dia ada niat mau ke Dharma Wijaya besok, buat ngelabrak lo. Emang lucu banget itu anak satu.”
Gasta tertawa geli. “Ada-ada aja sih dia.”
Kadang sampai sekarang, Gasta masih suka bingung. Aryan tuh sebenarnya saingan dia atau bukan? Entah mengapa, Gasta tidak ada firasat buruk sama cowok itu sama sekali. Maksudnya, Aryan tuh emang suka Denta, tapi kok nggak ada nge-gasnya sama sekali.
Iya sih, nge-gas. Nge-gasnya kalau ada Gasta doang. Terang-terangan lagi. Kayak mancing emosi dan hujatan. Gasta memang cemburu dengan cowok berdarah asia itu. Tapi anehnya, Gasta nggak bisa beneran
“Nta, gue suka sama lo!” kata Gasta tiba-tiba.
“Dih, udah tau kali,” balas Denta cepat.
“Kapan-kapan daki ke gunung bareng yuk! Gue pengen bilang sayang sama lo di ketinggian 3000 MDPL.”
Tawa Denta mengudara. “Sumpah deh Gas, lo tuh nggak ketebak banget. Bikin gue kesemsem aja bawannya.”
Gasta tersenyum tipis. “Lo suka?”
“Suka sama Gasta? Ya jelas gue suka banget lah,” balas Denta tanpa malu.
“Yang gue tanya, lo tuh suka daki juga nggak?” balas Gasta geli sendiri.
“Oh.” Denta cengar-cengir langsung salah tingkah, “Suka kok. Gue pernah di ajakin papa daki dulu. Sama Vero juga pas kelas sepuluh.”
“Di mana?” tanya Gasta merasa jadi tertarik dengan obrolan mereka.
“Bromo.”
Gasta mendecak. “Kurang tinggi kalau itu mah,” balasnya.
“Emang lo pernah daki di mana aja?”
“Banyak. Arjuna, Lawu, Slamet.”
“Terus, lo pengennya nanti mau daki di mana lagi?” tanyanya penasaran.
“Gue ada rencana, kalau gede nanti mau lamar cewek gue di puncak Mahameru. Sweet nggak?”
“Mahameru? Tinggi banget dong? Gue mana kuat, kalau daki sampai puncak Mahameru. Nonton film 5 CM aja gue udah ngeri duluan,” cerocosnya.
“Dih ngarep gue lamar?” tanya Gasta sambil menahan tawa geli, membuat wajah Denta bersungut, malu sendiri.
“Ya udah sih, entar gue mau minta jodoh gue, lamar gue di puncak Mahameru juga,” kata Denta dengan mimik wajah sebal. Ingin sekali menelan kepala Gasta bulat-bulat.
“Gue dong?”
“Tadi katanya nggak mau lamar gue. Plin-plan lo ahh,” kata Denta gedek.
“Gue nggak bilang gitu.” Denta mengumpat pelan, tidak tau harus menjawab apalagi. Cowok di depannya itu memang pendiam, tapi sekalinya adu mulut, lawan bicaranya tuh sampai kicep sendiri. Ngomong-ngomong soal wajah, mereka berdua sepertinya tidak peduli, jika masker di wajah mereka retak akibat dipakai ngomong.
“Tadi gue berkali-kali nelponin lo. Kenapa nggak diangkat?” tanya Gasta mencari topik pembahasan yang lain, membuat Denta yang masih memijit tangan Gasta, langsung mengangkat wajah sekarang.
“Ponsel gue mati tadi. Nih, baru gue colokin sama power bank,” balasnya sambil menunjuk ke arah ponselnya yang tersambung dengan power bank.
“HP-nya murahan ya mbak?” sindirnya.
Denta mendelik protes.
Sementara Gasta jadi tertawa. Sampai tawa itu agak mereda, ketika ada sebuah notifikasi masuk di ponselnya membuat Denta spontan melirik. Namanya juga punya pacar ganteng, bawaannya tuh curiga terus setiap kali ada yang menghubunginya.
“Siapa, Gas?” tanya Denta ketika Gasta sudah membuka pesan dari nomor yang tidak dia kenal.
“Nggak tau.”
Denta ikutan melirik. “Cewek?” ujar cewek itu sambil membaca pesan yang di kirim kontak itu. Diam-diam jadi mendecih sewot sendiri.
Unknown number : Hai, Kak. Aku Anggita dari 11 IPA 4. Save ya!!
“Anggita siapa sih?” gumam Gasta yang memang tidak mengenal siapa cewek yang mengirimkan pesan ini. Sampai kemudian dia menoleh pada Denta yang malah sibuk dengan ponselnya sendiri. “Nta!”
“Kenapa?” Denta menoleh lagi.
“Ada yang chat gue,” ucapnya. Gasta hanya berjaga-jaga, kali saja Denta akan berpikiran yang macam-macam nantinya. “Tapi nggak kenal, sumpah.”
Denta merapatkan bibirnya sebentar lalu mengangguk pelan. “Tau kan tugasnya apa?” tanyanya pelan. Gasta tertegun mendengar suara itu. Bibirnya terkatup rapat saat ada desiran halus di dadanya. Membuat dia refleks menggigit bibir dan tersenyum simpul.
Kok suara Denta jadi lembut begitu sih? Cara nanyanya udah kayak cewek normal pada umumnya. Nggak pakai nge-gas apalagi teriak kayak macan tutul biasanya. Bahkan kalau didengar lebih jelas, ada manja-manjanya gitu, yang membuat Gasta jadi deg-deg an bukan main.
“A-apa?” tanya Gasta sambil menggigit daging bibir bawahnya, menahan diri untuk tidak nyium pipi Denta sekarang.
“Terserah lo. Mau blokir, atau balas juga nggak papa. Asal lo tau batesan aja,” sahutnya.
“Gue blokir aja. Nggak kenal juga lagian,” balasnya membuat Denta terkekeh pelan. Saking serunya berbicara, keduanya sampai tidak sadar jika sudah ada Aryan yang berdiri di anak tangga nomor tiga dari bawah. Melihat keromantisan mereka dengan wajah bersungut sebal sambil mengumpat pelan.
***