“NIH,Nta, helm!”
Gadis cantik berkulit putih pucat itu tersadar dari lamunannya. Gara-gara terlalu memikirkan Gasta membuat Denta tidak menyadari bahwa dirinya dan Aryan sudah tiba di parkiran.
Ya, berpikir apakah sikapnya barusan sudah terlalu keterlaluan pada Gasta?
Aryan mendelik. “Lo bisa ngelepas pengaitnya nggak, Nta? Dari tadi gue perhatiin nggak kelar-kelar.”
“Eh, hah?”
Aryan terkekeh. Pemuda itu sudah duduk di jok motor ninja merahnya. Aryan menarik pelan lengan Denta dibawaagar mendekat. Setelah berjarak hanya sejengkal, Aryan mengulurkan tangan dan bergerak meraih helm biru di tangan Denta, melepaskan kaitannya. Setelahnya, cowok itu mengenakannya ke Denta, membuat cewek itu spontan agak menunduk.
Tangannya kembali terulur ke bawah dagu Denta, memasang pengait helm. Dengan dagu yang agak terangkat ke atas, Denta bernapas agak tak tenang. Gadis itu merutuk, berada di dalam posisi sedekat ini dengan Aryan, tentu saja membuat banyak pasang mata jadi melihat mereka terang-terangan. Apalagi ini di parkiran dan lumayan ramai di sore ini.
“Pengaitnya emang kadang lumayan bermasalah, sih,” ujarnya tenang.
“Fu*kboy emang gini ya? Pintar banget bikin anak orang melting,” kekehnya.
“Jadi, lo melting nih?” goda Aryan.
Denta mendelik. “Dih, biasa aja kali! Oh ya, mending lo buka les privat aja deh ke cowok-cowok yang kurang peka sama pasangannya. Apalagi, yang terlalu dingin gitu.”
Sebelah alis Aryan terangkat tinggi. “Contohnya kayak cowok lo tadi?”
Denta mendelik, refleks menggeplak bahu pemuda itu, membuat Aryan tertawa puas.
“Eh, lapar nggak?”
Denta mengangguk, membenarkan pertanyaan Aryan tadi. Perutnya memang lagi keroncongan, karena sejak siang tadi belum makan dan hanya diisi dengan air mineral.
“Gimana kalau Gotta Go Kafe?” tanya Aryan mengingat kafe paling dekat dengan sini.
“Boleh.” Denta tidak menolak dan langsung naik ke motor, meninggalkan halaman megah SMA Dharma Wijaya. Mengabaikan segerombol siswi yang mendelik kesal melihat betapa beruntungnya Denta.
Di tempat lain, Gasta sudah lelah meronta dengan dipegangi olehLeo dan Alex di sampingnya. Padahalberusaha sebisa mungkin orang itu menghindar agar Gasta menatap parkiran, tapi sayangnya Gasta sudah melihatnya tadi, dadanya jadi panas sendiri.
“Jangan bikin rusuh, Gas! Sevit itu bukan musuh kita!” celoteh Nugraha dengan suara meninggi.
“Kita baru aja damai. Masa cari musuh lagi?” omel Leo membuat Gasta mendengus pelan.
***
ROMBONGAN 12 IPS 3 memasuki area kantin utama SMA Sevit. Terlihat, dua belas siswa tampan dan tiga siswi cantik berjalan beriringan dari pintu masuk kantin, dengan posisi ketiga gadis berjalan di depan, memimpin langkah. Diekori oleh sebelas pemuda tampan, seolah penjaganya.Siapa pun siswi yang melihat pasti iri. Siapa lagi kalau bukan Hauri, Fina dan Denta si anak baru, Padahal belum ada tiga minggu Denta bersekolah di sini.
“Aryan!Nengok ke gue, dong! Sombong banget sih?” pekik seorang siswi.
“Sumpah, ya. Nezar cool abis! Gemas banget gue lihatnya,” sahut siswi dengan rambut dikucir dua.
“Naufan, i love you!”
“Yan, chat gue balas dong!”
“Oky lama-lama imut banget ya?”
“Gue nggak berani godain Raghil, udah ada pawangnya. Tuh, si Hauri.”
Denta mendelik mendengarnya. Dia saja selalu mengeluh, mengapa bisa terdampar di kelas si*lan ini. Tapi anehnya, banyak yang menginginkannya. Abaikan tampang yang memang berkualitas.Tapi di sisi lain?Parah, selalu ada tingkah ajaib pada setiap siswanya. Mulai dari suka gambar di dinding, meja ataupun kursi. Kalau sudah diomeli Pak Kris, pasti langsung ngeles dengan bilang, “Loh salah kami apa, Pak? Kami sedang berkarya. Harusnya diapresiasi dong, Pak. Katanya sekolah menjadi wadah untuk berkarya.”
Kemudian yang suka joget sambil naik ke atas bangku. Biasanya kalau kepergok guru yang lewat, mereka malah berseru, “Ayo Pak, Bu! Silahkan bergabung! Mari kita karaokean bersama!”
Yang paling parah adalah kenakalan mereka saat tawuran, tidak ada yang tidak ikut. Hal ini dikarenakan petingginya berandal di kelas itu semua. Guru mau negur juga tidak mempan, besok hari juga diperbuat lagi. Mau drop out? Sayangnya orang tua mereka rata-rata berperan penting menjadi donatur sekolah.
“Eh, kemarin di Dharma, lo pada liat nggak sih?” oceh salah satu siswi dari bangku lain.
Suara heboh itu, membuat Denta yang tengah duduk di antara Aryan dan Naufan jadi melirik. Rasanya ingin menjuluki medusa untuk para penggosip itu. Cantik tidak, hanya bedaknya saja yang tebal dan memakai aksesoris norak di sekujur tubuh mereka.
Mulai dari bando berbentuk pita, anting-anting gede, kalung panjang dengan kesaluruhan yang berwarna merah muda. Tak mau ketinggalan, rambut dicat pirang. Setau Denta, itu diketuai oleh Alicia. Gadis yang tergila-gila dengan Aryan.
“Yang kapten basket sekolah itu kan? Siapa sih namanya? Gue lupa, serius.”
“Seingat gue, Gasta. Eh, dia itu bos geng juga loh.”
“Eh, tapi dia udah punya pacar?”
“Ketinggalan berita lo pada. Dia emang udah punya kali!”
“Semalam gue udah stalking IG. Ada foto pacarnya, tapi muka ceweknya nggak keliatan, soalnya dari belakang. Terus ya caption-nya ‘koishiteru’. Sumpah ya, bahagia banget jadi itu cewek.”
Denta diam-diam merapatkan bibir. Dadanya seakan mencelos mendengar kabar bahwa Gasta mem-posting foto kekasihnya di akun i********:. Gadis itu terlihat kesal. Tangannya terkepal tanpa sadar. Pas pacaran sama gue aja, boro-boro posting foto. Diajak foto aja susah banget!
Ingin rasanya Denta mengumpat.
Alicia yang baru saja usai memesan minuman bersamaan dengan Jane duduk kembali. ”Kalian pada ngomongin siapa? Gasta? Dia kan yang diselingkuhi pacarnya, makanya tuh orang pindah ke sini,” ujar Alicia sarkas, seolah tengah menyindir.
“Hah, anak sini? Seriusan?”
“Masa nggak tau? Itu loh, anak baru dari IPS 3. Emang ya, zaman sekarang orang susah banget disuruh setia. Dia udah dapat yang ganteng, tapi masih nyari lagi pas pindah ke Sevit,” kata Alicia sambil melirik bangku Denta.
“Namanya juga buat selingan, Ci.”
Denta melebarkan mata. Telinganya jadi semakin terbuka, saat menyadari dirinya disindir.
“Yang namanya Denta, kan?”
Alicia melengos. “Ceweknya aja yang kecentilan godain cowok lain. Padahal jelas-jelas, masih punya cowok.”
Pada akhirnya Denta mengumpat. Ingin rasanya ia mendekati bangku mereka namun berusaha untuk bersabar. Bukan hanya dirinya, dari wajah Hauri saja sudah memerah menahan diri untuk tidak mengamuk, sementara Raghil mencoba untuk terus menahan gadis itu.
“Mereka bilang sih cantik. Tapi bagi gue menang putih doang itu,” kata Alicia santai.
Denta mendecih, mata gadis itu kembali melirik bangku mereka. Jari-jarinya bahkan sudah direnggangkan bersamaan dengan leher dan pundaknya. Seolah bersiap melakukan pertempuran hebat setelah ini.
BRAK!
Meja digebrak kasar, bukan hanya kelas 12 IPS 3 saja yang terlonjak namun begitu juga nyaris satu kantin menahan napas, menoleh pada gadis cantik bertubuh jangkung yang kini sudah berdiri di antara siswa-siswa tampan itu. Gadis itu berbalik badan, membuat semua orang semakin ketar-ketir. Apalagi, saat Denta berjalan ke arah bangku yang diduduki queen bee sekolah.
“Sini lo!” teriak Denta, membuat Aryan melongo. Berniat menahan tapi ditahan oleh Oky dan Naufan. Alicia menoleh kaget begitu juga dengan para dayangnya.
Denta dengan cepat beraksi, menarik kerah seragam gadis yang bertahta queen bee di SMA Sevit dengan kasar. Semua terpekik apalagi saat Denta beralih mencekik cewek itu. Alicia kelabakan, langsung terbatuk-batuk.
Semua antek-antek Alicia termundur takut melihat Denta. Apalagi, ketika Hauri--macannya IPS itu menatap sengit mereka, seolah berniat untuk melakukan hal sama seperti Denta.
“Gue queen bee di sini. Lepasin gue!” sahut Alicia saat cekikan Denta agak melonggar.
“Oh, sombong lo ya!” Gadis itu menyeringai sinis.
“Kenapa? Nggak suka? Tahta lo tuh dibawah gue!” seru Alicia saat Denta sudah melepas cekikan. Tidak tau saja isi pikiran Denta. “Harusnya lo sujud sama gue!”
Satu tamparan telak, mendarat mulus di pipi Alicia. Membuat semua orang semakin membulatkan mata, tidak percaya. Apalagi, mereka tau, Denta murid baru di sekolah ini.
“ Asal lo tau, Alic.Gue itu queen bee di SMA Dharma Wijaya sebelum pindah ke sini!”
Semua orang di kantin terhenyak kaget. Nyaris tak mempercayai, jika Denta murid pindahan di sekolahnya adalah queen bee SMA Dharma Wijaya yang begitu digilai. Bukan hanya segi fisik saja yang cantik, tapi dia bukan queen bee berjenis medusa. Dalam artian, hanya segelintir murid yang mencari masalah dengannya yang akan dihabisi. Bukan queen bee yang suka semena-mena, karena tahta yang dimiliki.
“J-jadi, lo yang sempat bully Kak Nanda?”
Denta mendecih. “Oh, itu kakak lo? Pantas, kelakuan sama-sama kayak medusa,” sinis Denta, membuat matanya membulat dan mendekat. Tapi gadis ituterlambat. Belum sempat gadis itu melayangkan tamparan, kaki indah Denta yang dibalut sepatu converse pink itu sudah lebih dulu menendang pahanya.
“Udah gue bilang kan, jangan bikin gue marah!” teriak Denta, membuat semua orang meringis. Pandangan gadis itu beralih pada Alicia yang kini menatapnya tajam.
“Terus, maksud lo apa, bilang kalau lo queen bee di sekolah lama lo? Lo mau ambil tahta gue?” seru Alicia.
Denta mendecih, menatap tak suka. “Denger baik-baik, Alicia, gue sama sekali nggak tertarik sama tahta queen bee sampah lo itu,” kata Denta, membuat Alka, Nezar dan yang lain terpana. “Dan asal lo tau, tahta queen bee bukan berarti bikin lo jadi semena-mena di sekolah! Harusnya lo sadar. Satu sekolah tunduk sama lo bukan karena takut, tapi mereka udah males sama sikap kampungan lo!”
“Bangs*t lo ya!” jerit Alicia sudah bersiap menampar Denta, namun dengan cepat gadis itu menahannya. Memelintir tangan kanan Alicia, sukses membuatnya memekik kesakitan.
Denta mengangkat sebelah alis begitu suara pekikan sakit itu terdengar. Tangan Denta maju, menarik rambut pirang Alicia brutal, membuat semua orang di sana langsung memekik histeris. Denta mulai mengacak rambut Alicia, kemudian mengoyaknya sampai kepala gadis itu tertunduk ke depan.
“Woy, Nta, astaga! Ingat, ini masih di sekolah!” teriak Alvaro ketua kelas 12 IPS 3 melerai, tetapi kebingungan sendiri. Dia bahkan terkena sikutan tangan Denta.
Teman-teman Alicia tidak ada yang berani membantu. Kumpulan siswa kelas pangeran masih terus ternganga kompak, belum bisa mempercayai apa yang dilihat mereka. Aryan meneguk saliva, kesulitan melihat tingkah Denta yang bar-bar. Naufan terlihat menggeleng takjub, sementara Nezar? Wajahnya ikutan pucat.
“Bakal viral nih!” gumam Fina.
Berbeda dengan mereka, Fina malah merekam kejadian ini. Berniat untuk membuat malu Alicia jika video ini sampai tersebar. Karena ternyata, gadis penyandang tahta queen bee, hanya kedok menutupi kelemahannya.
“Harusnya lo mikir dulu, sebelum cari gara-gara sama gue!” amuk Denta. Gadis itu mendorongnya keras, sampai tubuh kurus cewek itu jadi terlempar menabrak dinding. Alicia tak sempat melawan, saat Denta kini menampar pipinya keras, menariknya kasar lalu makin histeris saat Denta mencekik cewek itu dari belakang.
“Udah, Nta. Lepasin!” perintah Nezar, namun tak dipedulikan oleh Denta. Dia mencengkram rahang Alicia yang sudah berkeringat banyak. Alicia berusaha meronta untuk membalas cekikan namun tangan kiri Denta bergerak memelintir tangan kanan Alicia, sementara tangan kanan cewek itu tak berhenti mencengkram rahang Alicia.
“Cih, lo bilang lo queen bee? Jambak rambut gue aja nggak bisa lo,” sinis cewek itu.
Alicia menunduk dengan air mata yang mengalir. Denta tidak peduli. Kini bola matanya jatuh pada antek-antek Alicia. Dengan geram melepas bando pink yang menjadi ciri khas medusa itu.
“Lo pada tau nggak? Mata gue tuh sakit lihat bando alay kalian. Awas aja kalau pakai lagi!” katanya geram.
Seisi kantin tertawa melihatnya. Setelah itu, Denta kembali melangkah ke bangku disusul oleh yang lain. Ia memakan batagornya dengan tenang, seolah tak terjadi apa-apa..
***
DENTA tidak bersemangat siang ini. Teman-temannya peka, tapi enggan menanyakan. Selain karena merasa kelelahan akibat baku hantam dengan Alicia tadi, gadis itu juga memikirkan tentang postingan Gasta di i********: yang dibicarakan tadi.
“Lo mau langsung balik, apa ikut gue sama anak-anak nongkrong dulu?” tanya Hauri sambil melangkah di sebelah Denta. Terlihat tenang.
“Gue langsung balik aja.”
“Lo dijemput?” tanya Fina penasaran.
“Kayaknya sih, dijemput adik gue.”
“Yang anak Cendrawasih itu?” pekik Fina kegirangan. Dia pernah bertemu adiknya Denta. Cool habis. Pacarable pokoknya.
“Iya, yang itu. Lagian, adik gue cuma satu,” balasnya.
“Kenalin ke gue dong! Sekarang tuh, brondong lebih nyegerin,” katanya.
Denta mendelik. “Cih! Nggak usah aneh-aneh lo. Ganteng Nezar lagi. Adik gue mah, nggak sama sekali. Lagian dia udah punya pacar.”
Fina langsung mendengkus sebal saat kalimat terakhir dilontarkan. Denta ke gerbang depan, Hauri dan Fina ke arah kanan menuju parkiran. Namun, sampai di depan lobby, ketiga gadis itu kebingungan. Gerombolan siswi sedang berkumpul di depan gerbang depan.
Melihat seorang siswi berlari terburu-buru melewati mereka, Hauri dengan cepat menahan.
“Ada apa, sih?” tanya Hauri kepo.
“Itu loh, Kak, katanya ada murid dari sekolah lain di depan. Cowoknya itu ganteng banget,” oceh siswi berkuncir ekor kuda.
“Seganteng apa sih, sampai ramai gitu udah kayak pasar?” Hauri semakin dibuat penasaran. Apalagi, saat melihat para siswi Sesekali memotret.
“Katanya sih, mirip sama artis Bright Vachiravit itu loh, Kak,” kata siswi itu.
“Artis Thailand itu?” Fina memekik cempreng, dengan matanya yang berbinar. Masalahnya, Bright Vachiravit itu idolanya sejak SMP. Membuatnya jadi semakin penasaran, sama cowok di depan.
“Kuy lihat! Kepo abis gue.” Fina menarik tangan Denta. Hauri melangkah memimpin jalan karena yang paling bisa mencari jalan, di tengah kerumunan. Dengan sewot, gadis itu menyenggol siapa pun yang menghalangi jalannya tanpa bersalah.
Skill Hauri dalam mencari jalan memang tidak perlu diragukan lagi. Buktinya saja, mereka sudah berada di depan sekarang. Terdengar gerutuan anak-anak dari belakang, namun tidak dipedulikan sama sekali.
“Denta!”
Gadis itu berdiri mematung. Matanya langsung melotot, begitu pemuda yang tengah menjadi pusat perhatian memanggilnya. Pemuda itu Gasta, sedang duduk di atas jok motor ninja putihnya sambil melambaikan tangan dan tersenyum tipis. Denta meneguk ludah, sekarang dia menjadi pusat perhatian banyak siswi. Hauri tersenyum geli. Berbeda dengan Fina yang bertanya tidak mengerti.
“Sana samperin!” suruh Hauri.
“Dia ngapain sih?” gerutu Denta.
“Buruan elah! Emangnya lo mau, dia digebet anak sini? Lihat, dari tadi mereka udah ngomongin Gasta,” kata Hauri lagi. Denta mengumpat. melangkah mendekati Gasta.
“Lo ngapain ke sini?” tanya Dentaketus, menarik ujung tali tas ransel pink-nya.
“Jemput pacar,” balas Gasta tenang, membuat semua orang jadi histeris sendiri.
“Gue udah dijemput Vero.”
“Udah gue usir.”
“Hah?” pekik Denta refleks menjerit.
“Tadi gue suruh dia pulang,” sahut Gasta menjelaskan, membuat Denta geram, bersiap menaboknya. Namun, dia berhenti. Hampir lupa kalau sekarang tengah menjadi pusat perhatian. Denta mendesis. Tatapan tajamnya beralih pada semua siswi yang bergerombol di dekatnya. Cewek itu langsung mengangkat dagu.
“Bubar! Ngapain lo pada di sini?” teriaknya langsung sewot sendiri, membuat Gasta tersenyum geli. Ternyata, di sekolah baru, Denta tetap bar-bar. Hauri dan Fina yang sadar, buru-buru membantu Denta mengusiri mereka dan tidak butuh waktu lama, tempat yang semula sesak jadi langsung sepi.
“Apa?” tanya Denta galak.
Gasta menatap Denta, kini menguasai ekspresi. “Balik bareng!”
Denta berdecih. “Gue nggak mau. Mending, lo jemput aja tuh, cewek lo yang baru,” sinisnya dengan tangan menyilang di depan dadanya angkuh.
Kening Gasta mengerut. “Cewek gue yang baru?”
Denta melengos. “Yang lo posting di akun i********: lo.”
“Emang pernah?” tanya Gasta bingung.
“Cih, mana gue tau! Itu kan i********: lo. Ngapain nanya ke gue?” kata Denta jadi gondok sendiri.
“Bilang dulu foto yang mana!” kata Gasta mencoba melembut. Kali ini tangannya bergerak memegang lengan Denta.
Denta membuang wajah. “Halah, sok nggak tau lagi. Foto yang pakai caption koishiteru. Cewek lo kan?”
Gasta mengangkat alisnya tinggi, lalu berikutnya tawa pemuda itu langsung menyembur, membuat Denta bingung sendiri. Kenapa ketawa coba, apanya yang lucu?
“Lo tau dari mana?”
“Dari temen gue,” sahutnya ketus.
“Belum lihat fotonya?”
“Belum.”
“Ya, udah.Entar malem lihat aja fotonya sendiri,” kata Gasta tenang.
Denta mendecak kesal. “Buat apa gue harus lihat foto itu? Nggak penting.”
“Penting.”
“Apanya yang penting?” tanya Denta tidak suka.
“Itu kan foto lo,” balas Gasta.
“Hah, gue?” Denta mendelik, menunjuk dirinya sendiri saking tidak percayanya.
“Makanya dilihat dulu sebelum marah.”
Denta melengos. Tiba-tiba saja pipinya merasa terbakar akibat malu bukan main. “Masa sih itu foto gue?”
“Cemburu ya?” goda pemuda itu sambil tersenyum geli.
“A-apa sih, nggak!” tukas Denta galak.
“Lucu banget,” gumam Gasta lalu perlahan menarik kedua ujung bibirnya. Tertawa renyah, walau terdengar suaranya yang serak dan parau.
“Kenapa sama suara lo?” tanya Denta dengan mata memicing.
“Cuma flu.”
Denta melotot. “Udah tau flu, ngapain sih maksain jemput ke sini?”
“Gue takut lo balik sama cowok lain.”
Denta jadi mendelik. Cuma karena itu dia bela-belain ke sini, padahal tengah flu hebat begini? Rasanya, Denta gatal ingin menjambak bringas rambut Gasta, lalu membenturkannya ke tembok. Tapi, melihat bibir pucat pemuda itu, membuatnya jadi tidak tega.
“Ayo, naik!”
“Nggak kangen?” Gasta terkekeh pelan lalu mengerling jail, sukses membuat mata Denta memicing.
“Aw, Denta! Iya,sorry!” Gasta meringis saat Denta menjambak rambutnya dengan ganas. Kali ini tidak hanya satu, tapi kedua tangannya ikut mengeksekusi kepala Gasta.
“Harusnya gue tendang kepala lo sekalian ke gawang futsal sekarang,” amuk Denta, memukuli Gasta dengan ganas tanpa ampun.
“I-iya! Gue minta maaf!” Gasta sampai menunduk, takut pukulan Denta mengenai wajahnya.
Beberapa murid yang ada di sekitar sana jadi terkejut. Tidak berani untuk mendekat. Bahkan yang tadi siang berada di kantin dan jadi saksi mata aksi baku hantam Denta dan Alicia, berpikir bahwa Denta memang bar-bar. Tidak hanya pada orang lain saja, tapi begitu juga sama pacarnya. Alicia yang berdiri tak jauh bergidik ngeri.
***