Bagian 11

1130 Words
Beberapa hari telah berlalu, Darren dan Nancye menetap di mansion, mereka tak punya niat untuk kembali ke penthouse. Darren mulai menanyakan bagaimana perasaannya terhadap Nancye yang kian membuat hatinya gelisah, Nancye selalu terbayang dipikirannya, ketika sedang bekerja Nancye membuat otaknya tak bisa berpikir. Perasaan itu semakin kuat ketika melihat Nancye di antar oleh seorang pria. **** Nancye sedang menyiapkan persiapan wisudanya, esok pagi iya akan resmi mendapatkan gelar sarjana kedokteran yang selama empat tahun ini, membuatnya berperang dengan otaknya yang tumpul. Tak lama kemudian Nancye memutari mansion mencari keberadaan Darren yang sejak tadi tak terlihat. "Kemana pria itu?" tanya Nancye kepada dirinya sendiri. Suara pria mengejutkannya. "Siapa yang kau cari?" Nancye terkejut dan berbalik melihat Darren sedang menatapnya. "Kau membuatku terkejut," kata Nancye. "Kamu seperti pencuri saja." "Aku mencarimu, apa kau sibuk?" tanya Nancye. "Aku? Memangnya kenapa?" "Aku butuh bantuan,” jawab Nancye. "Bantuin apa?" "Kerjain ini," kata Nancye sembari memperlihatkan tugasnya untuk ia bawa besok ketika wisuda. "Kerjain sendiri saja," kata Darren sembari beranjak melewati Nancye yang sedang keheranan. BERSAMBUNG "Baiklah. Kalau tidak mau bantuin, mending aku pergi saja," kata Nancye. "Mau kemana kamu?" tanya Darren penasaran. "Mau ke rumah Robert." Nancye menyeringai. Sejenak Darren terdiam. "Baiklah. Aku akan bantu.". Nancye tersenyum dan merasa menang telah membuat Darren mengiyakan suruhannya. Darren hanya tak ingin jika Nancye sampai ke rumah Robert, perasaannya akan semakin gelisah jika Nancye bersama Robert. "Tadi kamu tidak mau membantuku." Nancye sengaja. "Itu tadi, sekarang sini." "Baiklah." Nancye duduk di hadapan Darren. "Apa kukatakan saja bagaimana perasaanku? Apa dia akan tertawa dan menganggap aku lucu? Sedangkan dia mengenalku seperti orang yang berbeda," batin Darren. "Dia telah merubahku. Aku dulu bak iblis yang kehausan, selama mengenalnya aku menjadi tahu apa arti hidup dan aku juga tau bagaimana cara menghargai seorang wanita," batin Darren lagi. "Mau bantuin apa tidak? Kenapa diam saja?" tanya Nancye, membuat Darren sadar dalam lamunannya. "Mana yang harus ku kerjakan?" tanya Darren. Nancye lalu memberikan tugasnya kepada Darren.. Sesekali Nancye menatap Darren yang sedang serius mengerjakan tugas kampusnya. "Kenapa menatapku?" tanya Darren yang ternyata menyadari tatapan Nancye. "Siapa yang menatapmu?" "Tak usah bohong, barusan kau yang menatapku." "Jika iya, kenapa? "Alasan kau menatapku, apa?" "Kau tampan," jawab Nancye dengan senyum kecilnya. Wajahnya menjadi merah padam. "Apa?" "Oh … maksudku itu– kamu serius juga kerjanya," kata Nancye salah tingkah ketika menyadari jawaban yang ia berikan kepada Darren membuat Darren mengernyitkan dahinya. "Jadi … aku tampan?" "Tampan dari mana?" "Barusan kamu yang bilang." "Siapa?" "Kamu." "Kamu yang salah dengar." Nancye tertawa kecil. "Masa?" "Iya. Makanya telinga itu di pake untuk mendengar." "Aku tadi mendengarnya." "Mendengar apa?" "Kau mengatakan jika aku tampan." "Siapa yang bilang, sih? Aku tidak bilang apa-apa." "Ya ... kamu." "Kamu salah dengar ahh, selesaikan saja tugas ini," kata Nancye sembari beranjak dari duduknya dan menaiki tangga. Darren tersenyum kecil mendengar setiap jawaban Nancye yang mencoba menghindari pertanyaannya. **** Pagi menunjukkan pukul tujuh, Nancye menuruni tangga hendak ke dapur mengambil segelas air minum, namun ia begitu terkejut ketika melihat Darren sedang berperang dengan alat masak di dapur sembari di tonton oleh beberapa maid. "Ternyata Darren sangat tampan ketika ia berbicara dengan lembut, terlihat sangat baik dan santun, aku jadi lebih nyaman jika berada di dekatnya," batin Nancye. "Apa yang kau lakukan disitu?" tanya Darren. "Aku?" Nancye menunjuk dirinya sendiri. "Iya, kamu ... siapa lagi?" "Oh ... aku mau minum, aku haus," jawab Nancye. "Ambilkan segelas minuman untuk wanita cerewet itu." Perintah Darren kepada salah satu maid yang berdiri tepat di pojok kiri. "Apa? Cerewet?" "Bukankah itu kenyataan?" tanya Darren sembari memberi bumbu kepada masakannya. "Aishh...Dasar...." Kata Nancye sembari beranjak dari tempatnya berdiri dan kembali menaiki tangga. Ketika hendak memasuki kamarnya, Rosaline menggenggam tangan Nancye begitu kuat, membuat Nancye membulatkan matanya penuh. Rosaline tidak pernah suka ada Nancye di rumah ini. "Ada apa?" tanya Nancye keheranan. "Apa kau tak tau malu? Kenapa kau masih tinggal di sini? Kau bukan keluarga, tapi kenapa kau bersikeras ingin tinggal di sini?" "Maaf, ya, Ny. Rosaline Bert, saya tak pernah menginginkan tinggal disini, jika anda mau mengusir saya silahkan bicara dulu dengan Darren, karena Darren yang menyuruhku tinggal di sini," kata Nancye agak tegas. "Asal kamu tahu, Darren adalah putraku, dia akan saya nikahkan dengan Kirey." "Terserah," kata Nancye sembari beranjak dan melangkah masuk kamar. Nancye menutup pintu kamar dan menyandarkan tubuhnya di belakang pintu kamarnya, ia memegang dadanya dan mencoba merasakan aliran darahnya. "Kenapa aku begitu tak suka dan khawatir jika Darren menikah dengan Kirey? Walaupun hanya mendengarnya," batin Nancye. **** Tak lama kemudian suara ketukan pintu kamarnya. Nancye lalu mempersilahkannya masuk. Nancye terkejut ketika melihat Darren masuk ke kamarnya dan membawa piring ditangannya. "Ada apa?" tanya Nancye. "Aku buatkan ini special buat kamu." "Buat aku? Untuk apa?" "Karena hari ini adalah hari keberhasilanmu, kamu akan wisuda, bukan?' "Kamu tau dari mana?" "Jangan Banyak tanya, makan saja ini." Nancye mencicipinya, di balik pintu kamar Kirey melihat Darren sedang menyuapi Nancye dengan tangannya. "Jadi, kau masak untuk wanita itu? Aku tak pernah melihatmu berada di dapur selama ini, tapi demi wanita itu kau rela berada di dapur dan memasak sesuatu untuknya?" Kirey membatin. "Bagaimana? Enak?" "Iya enak, Kamu pintar masak juga?" "Apa kamu lupa? Aku adalah Darren, tak ada yang tak bisa ku lakukan." "Tapi, aku tak pernah melihatmu berada di dapur." "Untuk apa di dapur? Bukankah sudah ada maid yang menyiapkan segala sesuatunya? Aku hanya masak pagi ini untuk kamu, bukan untuk orang lain dan satu lagi, kamu adalah wanita pertama yang aku masakkin." "Aku wanita pertama? Karena apa? Alasannya?" tanya Nancye. "Karena bagiku, kamu adalah keluarga." "Hanya sebatas keluarga?" "Iya, maumu apa?" "Oh … tidak. Maksud aku tuh, aku senang kamu menganggapku keluarga." "Makan ini dan habiskan, aku akan menunggumu di luar, aku akan mengantarmu ke kampus." kata Darren hendak berdiri. "Tapi–" "Ada apa?" "Apa kau bisa menemaniku di wisuda nanti?" "Aku bukannya tak mau, tapi akan banyak gosip tentang kita berdua jika aku menemanimu, aku tak ingin membuatmu tak tenang." "Maksudnya? Tak tenang bagaimana?" "Tak tenang karena di kejar." "Oleh siapa?" "Kepada orang yang mencari berita tentangku." "Kamu ‘kan bukan selebriti." "Tapi … aku terkenal seperti selebriti, bukan?" "Iya, sih, tapi–" "Jika kau banyak tanya, kau akan terlambat.," kata Darren Darren berjalan membelakangi Nancye dan tersenyum kecil mendengar setiap pertanyaan yang di ajukan Nancye. "Kau memang wanita yang berbeda," batin Darren.. "Melihatmu berubah, aku senang, kau bukan iblis yang kehausan lagi, kau sekarang bagai malaikat buatku, kau menjadi baik dan santun, aku juga senang kau menganggapku keluarga...terima kasih sudah menjadikanku wanita pertama yang mencicipi masakanmu." Nancye membatin sembari mencicipi sarapan yang di buat Darren untuknya. BERSAMBUNG. . . Jika kalian suka jalan ceritanya jangan lupa tekan like / love ya, karena dari love / like kalian, saya bisa berkarya dan memberikan cerita-cerita yang lebih baik lagi. Salam cintaku. Irhen Dirga
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD