Bagian 12

1205 Words
Sudah hampir sebulan Nancye menghabiskan waktunya di mansion dan mengurus segala kebutuhan Darren, walaupun harus menghadapi kebencian Rosaline dan juga Kirey kepadanya. Nancye belum juga mendapatkan pekerjaan, walaupun sudah sebulan lulus kuliah dan mengambil gelar sarjana kedokterannya, meski ia harus menjalani coas untuk menjadi dokter umum lalu kembali sekolah mengambil gelar spesialis, namun Nancye tidak begutu berminat mengingat biaya yang harus di keluarkannya. "Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Darren sembari duduk di samping Nancye yang sedang menatap pemandangan pagi diluar sana. "Aku sedang melihat pemandangan pagi saja, kau belum ke kantor?" "Belum, mungkin pagi ini aku tidak kekantor dulu." "Kenapa?" "Bukankah kau butuh pekerjaan?" "Trus hubungannya dengan kau tak kekantor, apa?" "Aku akan mengantarmu mencari pekerjaan." "Seorang sarjana kedokteran, mau kerja apa? Jadi dokter? Aku tidak bisa menjadi dokter karena belum menjalani masa coass, magang, inthersip dan spesialis. Kamu ke kantor saja. Tak ada yang akan menerimaku kerja.” "Apa kau lupa? Jika aku seorang Darren? Tak ada yang tak bisa ku lakukan, membangunkanmu rumah sakit sebesar mansion ini saja aku bisa," kata Darren. "Tak perlu." "Kau pilih saja, kau mau aku antar nyari kerjaan atau mau aku bangunin rumah sakit saja?" "Tak perlu menghabiskan waktumu dan uangmu untuk orang sepertiku lagian kontrak kerja kita juga akan habis sebulan lagi, setelah itu aku akan pergi." "Siapa yang mengizinkanmu untuk pergi?" "Maksudnya?" "Kau tak akan pernah kemana-mana, kau akan tetap di sisiku." "Jangan mulai deh." "Aku serius." "Jangan berlagak seperti orang yang jatuh cinta dan takut untuk kehilangan." "Kau mengatakan apa yang ada di pikiranku." Nancye menatap Darren lama, mencoba mencerna setiap perkataan Darren. Nancye mencoba tak menatap pria tampan itu dan kembali menatap pemandangan di luar sana. "Aku memang takut kehilangan kamu," kata Darren. Nancye membulatkan matanya penuh tak percaya. "Jangan becanda." "Apa kau pernah melihatku bercanda?" "Tidak juga, sih." "Lantas?" "Ya … tidak mungkinlah, kamu takut kehilangan aku." "Jika iya?" "Jangan membuatku bingung. Kamu seperti ini saja sudah membuatku bingung." "Jika aku takut kehilangan seseorang itu berarti aku menyayanginya." "Maksudnya apa, sih?" "Apa kau ingin mendengar yang sebenarnya?" Nancye mengangguk. "Aku mencintaimu, Nancye." Nancye membulatkan matanya penuh karena tak percaya dengan apa yang dikatakan Darren barusan. Nancye lalu tertawa terbahak-bahak dan mencoba mengalihkan pembicaraan karena ia tak ingin kegeeran.. "Sudah ketawanya?" tanya Darren dengan tatapan mengintimidasi. "Jangan becanda kepadaku, aku memang wanita t***l, tapi bukan dengan cara ini kau bisa membodohiku." "Siapa yang membodohimu? Apa pernah aku bermain dengan perkataanku sendiri?" "Tapi–" tanpa mendengar apa yang di katakan Nanncye, Darren langsung menarik Nancye ke pelukannya dan menciumnya sedikit agak liar, awalnya Nancye tak membalas ciuman Darren tapi sesuatu membuatnya percaya bahwa Darren benar-benar memiliki perasaan terhadapnya. Darren melepas ciumannya dan merapatkan hidungnya ke hidung mancung Nancye. "Apa sekarang kau percaya?" Nancye tak menjawabnya dan hanya mengangguk. "Aku tak pernah main-main dengan perkataanku sendiri, jadi sekarang kau adalah milikku." "Aku ‘kan belum menjawabnya." "Aku tak memerlukan jawabanmu." Nancye hanya tersenyum dengan sikap Darren. "Tak perlu senyum seperti itu, apa kamu bangga karena sudah berhasil mengalahkan para wanita di luar sana?" Nancye mencubit manja lengan Darren, merekapun tertawa bersama. "Apa malam ini aku bisa menindihmu?" bisik Darren. Nancye tak menjawab pertanyaan Darren, ia lalu beranjak dari duduknya menuju ke kamar mandi. Darren hanya menggeleng pasrah sesekali tertawa kecil. **** Setelah bersiap, Nancye berjalan menuruni tangga, tak sengaja Kirey menyambar bahunya sangat keras. "Aoww … sick," kata Nancye. "Ups ... sorry," jawab Kirey tanpa rasa bersalah. "Alasan kau membenciku itu apa? Sebelumnya kita tak pernah saling mengenal, bukan?" "Karena kamu tak pantas buat Darren," jawab Kirey. "Lantas yang pantas buatnya siapa? Kamu?" "Jika iya, kenapa? Kau dan Darren seperti bumi dan langit, apa pun yang kau lakukan tak akan pernah bisa meraih langit," "Tapi, buktinya? Darren lebih dekat denganku di bandingkan denganmu sahabatnya sendiri, bukan? Kau pun pasti mengakui itu, jadi jangan menghalangi jalanku. Demi aku Darren sampai tak ke kantor hari ini, bukankah kau lebih mengenalnya? Darren tak pernah sampai tak bekerja demi seorang wanita, bukan?" Nancye tak mau kalah. Tatapan Kirey bagai iblis yang ingin mencabut nyawa seorang manusia dengan cara yang salah, tatapan itu di abaikan Nancye dan ia hanya melanjutkan langkah kakinya menuruni tangga. Nancye tersenyum puas karena untuk pertama kalinya ia bisa melawan Kirey walaupun hanya dengan beberapa kalimat yang panjang. "Kenapa kau senyum sendirian?" bisik Darren dibelakang punggung Nancye. "Apaan sih, mengejutkan saja." "Tapi … kau senang kan terkejut karena aku?" "Tidak." "Ya sudah. Kalau kau tidak mau mengaku." "Jadi pergi? Apa tidak?" "Jadi donk, Apa kau tak lihat aku sudah bersiap dan tampan seperti biasa?" Nancye tersenyum seraya mencubit lengan Darren dengan manja. Di balik tangga penghubung, Rosaline sedang menatap kemesraan Darren dan juga Nancye. "Wanita itu sungguh tak tau diri," kata Rosaline dengan tatapan marah. Darren lalu memasukkan tangannya di sela-sela jari jemari Nancye, Nancye hanya tersenyum bahagia karena perlakuan manis Darren. Ia lalu membenarkan kata Ny. Ursten koki yang Darren sewa khusus untuknya, jika Darren bersikap bak iblis karena kesepian. Di depan gedung mansion, sudah ada mobil lamborghini yang terparkir rapi. Nancye baru saja melihat mobil itu, yang tak pernah ia lihat Darren memakainya. "Ini mobilmu?" tanya Nancye. "Kau suka? Apa aku perlu membelikanmu?" "Aku ‘kan cuma tanya bukan minta di beliin." Nancye menggeleng. "Tidak apa-apa juga kalau minta, aku bisa membelikanmu mobil seperti ini." "Jangan menghabiskan uangmu hanya untukku. Aku bukan wanita yang matre." "Bagiku kau lebih berharga di bandingkan uang." "Jangan mulai merayuku." "Aku serius." "Jadi pergi apa tidak, sih?" "Iya, Tuan Putri, jadi... silahkan masuk," kata Darren sembari membuka pintu mobil untuk Nancye. Nancye terkejut ketika melihat sang pangeran semua wanita membuka pintu mobil untuknya, siapapun yang melihatnya akan begitu syirik. Kirey melihat hal itu dan mulai menitikkan air mata, ia tak pernah di perlakukan seistimewa itu oleh Darren. "Kau jahat, Darren, aku kembali ke New York hanya untuk dirimu, tapi aku merasa semua harapanku sia-sia ketika melihatmu seperti itu kepada wanita lain," batin Kirey. "Ayo, kita berangkat.” Darren memakai sabuk pengamannya. "Kamu tidak pakai supir?" "Aku akan mengantar kekasihku pergi, aku tak perlu supir, bukan?" "Kekasihmu? Siapa?" "Kau." "Aku tak pernah menjawab pertanyaanmu," "Dan aku sudah mengatakan aku tak membutuhkan jawabanmu." Nancye hanya bisa tersenyum. "Kita mau kemana?" "Ke rumah sakit." "Ke rumah sakit yang mana?" "Lihat saja," jawab Darren. "Hem." "Tapi, sebelum itu kita makan ice cream dulu, bagaimana?" "Kau seperti bocah saja,” geleng Nancye. "Bukan cuman bocah yang bisa memakan ice cream," ksta Darren. Nancye tertawa kecil, ia senang dengan perubahan Darren, ternyata Darren adalah pria yang baik jika dia lebih mengenalnya lagi. "Bukannya kau tak mau terlihat di luar sana bersamaku?" tanya Nancye. "Itu dulu sewaktu kamu bukan siapa-siapa, sekarang kau kekasihku dan milikku, semua orang akan mengenalmu nanti." "Jadi … kau mau mempublikasikan ku? Sebagai kekasihmu?" "Kamu tidak mau?" "Bukan tidak mau, tapi--" "Sudahlah ... kita tak akan jalan jika kamu terus bertanya," kata Darren. Nancye terdiam dan tak bisa melawan perkataan Darren, tak bisa di pungkiri, Darren memang tak suka di lawan jadi Nancye memilih diam dan melihat apa saja yang akan di lakukan pria iblisnya itu.     BERSAMBUNG. . . Jika kalian suka jalan ceritanya jangan lupa tekan like / love ya, karena dari love / like kalian, saya bisa berkarya dan memberikan cerita-cerita yang lebih baik lagi. Salam cintaku. Irhen Dirga
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD