Bab 11

1282 Words
BOBBY  - Bobby sering mendengar suara-suara di kepalanya yang memintanya untuk melakukan sesuatu. Suatu hari Bobby sedang berjalan menyusuri jalur setapak menuju anak sungai ketika ia menyaksikan anjing berbulu coklat keemasan milik pasangan Lawrence sedang menatap ke arahnya. Anjing itu kemudian menggonggong. Kakinya melompat-lompat di atas tanah berbatu, kemudian ia berkeliaran di bawah pohon besar yang rindang seolah-olah sedang memintanya untuk melakukan sesuatu. Bobby menyadari bahwa anjing itu sedang terluka. Kakinya tertusuk oleh pecahan keramik yang entah bagaimana menancap disana. Gonggongannya semakin keras ketika Bobby mendekat. Namun di tengah hutan, tidak akan ada yang dapat mendengar mereka, bahkan Tom Wesley tidak akan mendengarnya. Bobby hanya menyaksikan seekor burung mangpie mengepakkan sayapnya kemudian hinggap di atas dahan pohon tinggi dan menunduk seolah sedang menyaksikan mereka. Sulur pepohonan itu mengayun tertiup angin, suara arus deras sungai dapat terdengar dari sana. Sementara itu kabut tebal mulai menutupi pepohonan di sekitarnya. Sebuah suara di kepalanya meminta Bobby untuk mendekati anjing itu. Suara itu seperti bisikan seorang anak laki-laki yang pernah didengarnya ditelevisi. Bobby mengingat apa yang dikatakannya dengan jelas. Pertama bocah itu mengelilingi pohon sembari membawa busur panah di tangannya, kemudian sang penyihir datang dan adacadabra! Bobby melompat untuk menangkap anjing itu. Wajahnya berkeringat ketika anjing itu menggigit kakinya. Pakaian Bobby koyak ketika anjing itu mulai mencakarnya: pertama lengan kemudian wajah. Reaksi kejut itu membuat Bobby menyerangnya. Mulanya ia hanya mencabut keramik dari kaki anjing itu. Tak lama kemudian binatang itu kemudian menyalak, keempat kakinya berusaha melawan Bobby, sementara itu taringnya menancap di atas celana jins Bobby, ia mulai menyalak. Rasa sakit pada luka cakar di lengan dan wajahnya membuat Bobby menegang. Wajahnya memerah dan suara bocah laki-laki itu kemudian muncul kembali, kali ini ia memerintahkan Bobby untuk menusuk sang anjing. Bobby melakukannya dengan cepat. Ia mengoyak tubuh anjing itu menggunakan pecahan keramik, tangannya kini dipenuhi oleh cairan merah dan sebelum ia menyadari perbuatannya, ia lebih dulu berlari menuju anak sungai untuk menyingkirkan darah itu. Dengan pakaian basah kuyusp, Bobby kembali untuk menyaksikan anjing itu tergeletak mati di bawah pohon besar. Ia bisa duduk disana selama berjam-jam, menyaksikan genangan darah berwarna merah gelap itu mengering di atas tanah hingga langitnya berubah gelap dan suara-suara di sekitarnya redup. Sepanjang malam, Bobby bersender di batang pohon dengan takut. Terkadang ia mendengar suara-suara desisan ular, lolongan anjing penjaga, atau suara-suara lain di kepalanya. Terkadang, Bobby kesulitan untuk membedakan suara-suara itu dengan suara yang selalu muncul di kepalanya. Namun Bobby tahu bahwa ia tidak sendirian, bocah laki-laki bernama Lester itu menemaninya sepanjang hari. Lester yang menemani Bobby di tengah hutan itu saat malam dan ketika langit fajar muncul di balik pohon-pohon tinggi itu, Bobby menggotong anjing milik pasangan Lawrence dan kembali ke rumahnya. Reaksi ibunya saat itu tampak mengerikan. Hingga sekarang, Bobby masih mengingatnya. Betapapun wanita itu menyayanginya, Erin menolak untuk menyukai Lester. Tapi Bobby tidak pernah membiarkan orang lain mengetahui rahasianya. Setiap hari Bobby suka bermain petak umpat. Biasanya Bobby hanya berkeliling di halaman rumah, namun Lester sering berkeliaran di anak sungai, di tebing, di hutan, dan di jalanan-jalanan kotor. Hari itu Lester bersembunyi di anak sungai. Bobby duduk di atas batang pohon besar dan memandangi arusnya yang deras. Ia akan melipat kedua kakinya dan menunggu hingga Lester muncul di balik batang pohon besar atau di seberang sungai sana. Bobby mengingat seorang wanita yang pernah memarkirkan mobilnya di sana dan mengencingi tanah di balik semak-semak tinggi persis di dekat sungai. Wanita bernama Jess itu memiliki rambut ikal berwarna coklat merah. Terkadang kerutan muncul di dahinya ketika ia menyipitkan mata. Bobby juga mengingat sepatu merah yang dikenakannya, atau jaket hitam kecil yang dipakai wanita itu ketika Bobby melihatnya. Jess gemar menyimpan permen karet di mulutnya. Jess pernah memberi Bobby satu. Wanita itu memiliki suara melengking yang aneh, dan gigi-giginya yang besar dan rata muncul setiap kali ia tersenyum. Lester sering membisikan sesuatu tentang Jess, bahwa ia menyukai wanita itu dan aroma parfumnya yang merupakan perpaduan lilac dan daun mint. Bobby juga mengingat reaksi Jess ketika ia mengatakannya. “Aku rasa.. aku rasa dia menyukaimu,” ucap Bobby dengan terbata-bata. Dengan bangganya, Jess tertawa keras dan menampilkan sederet giginya juga permen karet yang mengapit di antara gigi itu. “Siapa yang kau maksud?” katanya. “Kau lucu sekali, siapa namamu?” “Bobby.” “Bobby, apa yang kau lakukan disini?” “Bermain petak umpat.” Wanita itu menyipitkan kedua matanya saat mengamati Bobby, kemudian Jess menatap ke sekitarnya, persis ke bantaran sungai dan pohon-pohon tinggi yang mengelilingi mereka. “Kau seharusnya tidak berada disini, bukan?” “Aku bersama Lester.” “Aku tidak melihat siapapun.” “Aku rasa dia menyukaimu.” “Mengapa kau tidak ikut bersamaku? Aku akan memberimu tumpangan.” “Dia menyukaimu,” Bobby menggertakkan giginya, tubuhnya bergetar, jari-jarinya bertaut. Kemudian Jess mendekatinya. “Oke, kurasa aku juga akan menyukainya. Kau tampan juga, berapa usiamu?” “Permainan sudah selesai.” “Apa?” “Permainan sudah selesai.” Jess tertawa lagi. “Oke, ayo, kuantar kau pulang. Kau mau ikut bersamaku?” Jess mengucapkan banyak hal di sepanjang perjalanan. Bobby mengamati wajahnya melalui pantulan cermin kemudian merasakan sekujur tubuhnya mulai berkeringat. Wanita itu kemudian menurunkannya di kawasan terbuka, dan Bobby melanjutkan sisa perjalanan dengan berjalan kaki. Sejak malam itu, Bobby mengingat Jess suka menemuinya di dekat bantaran sungai. Wanita itu akan selalu datang dengan mobil sedan tua-nya dan melintas menuju kota. Namun sore itu, ketika Bobby berjalan menyusuri jalur setapak yang biasa dilaluinya kemudian berhenti di anak sungai, wanita itu tidak pernah datang. Bahkan hingga langitnya mulai gelap dan Tom Wesley berkeliaran untuk memeriksa seluruh kawasan di hutan bersama anjing hitamnya, Bobby tidak beranjak pergi dari sana. “Bobby?” ujar Tom dari belakangnya. Bobby beringsut mendekati batang pohon ketika Tom mendekat. “Kau Bobby Darryl, kan? Apa yang kau lakukan disini?” Anjing berbulu hitam itu menjulurkan lidahnya, sepasang mata gelapnya mengawasi Bobby dan anjing itu berdiri gagah di samping pemiliknya. Taring-taringnya muncul seolah ia siap untuk mengoyak kulit Bobby seperti yang dilakukan olah anjing milik pasangan Lawrence. Sementara itu, Tom Wesley tidak terlihat seperti ancaman besar. Wajahnya menunjukkan keriput di bawah mata dan rahangnya yang berbentuk persegi. Rambut hitamnya kini berubah warna menjadi keperakan. Tom bukan pria tinggi bertubuh besar, tingginya hanya mencapai bahu Bobby, tubuhnya tidak begitu gemuk namun tidak juga kurus, dan sepasang matanya memperlihatkan lingkaran berwarna hitam gelap. Tom mengenakan topi bisbol berwarna hitam dan jaket hijau saat itu. Bot kecoklatannya hampir koyak dan celananya tampak longgar. Bobby pernah melihatnya beberapakali mendatangi rumahnya untuk mengunjungi Erin. Baru-baru ini, Erin memberitahu Bobby bahwa Tom adalah sepupunya. Sebagai saudara, mereka jarang sekali bertemu atau berbicara. Bobby hanya mengamatinya sekilas sebelum laki-laki itu bergerak mendekatinya dan membuat Bobby terlonjak ke belakang karena takut. “Petak umpat,” ucap Bobby untuk menimpalinya. Tom menyipitkan mata saat menatapnya. Garis-garis kerutan muncul di dahinya. “Hei, Nak, tidak apa-apa, kembalilah! Kau seharusnya tidak berada disini. Ini kawasan tertutup, tidak ada yang boleh memasukinya tanpa izin dariku. Aku tidak akan mempermasalahkannya, tapi untuk kali ini saja. Kembalilah ke rumahmu, ibumu pasti sedang mencarimu!” “Lester?” “Siapa Lester?” “Bersembunyi di suatu tempat.” Anjing hitam itu menyalak dan membuat Bobby terlonjak karena kaget. Kemudian Tom Wesley berusaha menenangkannya. “Tidak apa-apa. Pulanglah! Ayo, pulanglah!” Bobby berhati-hati ketika bergerak melewatinya. Ia kemudian berlari cepat meninggalkan tempat itu persis ketika anjing hitam penjaga kembali menyalak. Dari belakangnya, Bobby mendengar derap langkah kaki Lester yang terburu-buru. Suara gemerisik daun-daun kering di bawah kakinya dan keheningan di sekitar hutan itu kini berdengung di telinganya. Sementara ia bergerak semakin jauh dari anak sungai, Bobby melihat ke belakang sekilas, menyadari bahwa Tom Wesley dan anjingnya sudah tidak terlihat dari sana.  - Beritahu saya tanggapan kalian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD