JILL
-
Jill kembali menatap permukaan meja dan membisu hingga petugas Mrytle mencondongkan tubuhnya dan mengulangi pertanyaannya dengan tegas, “kau memiliki bukti?”
Ketika keheningan itu terasa mencekik, Jill mendengar suara pintu digeser terbuka dan kemunculan Mike Suvillian di sana sedikit mengejutkannya. Setelah menutup pintu di belakangnya, pria itu menatap Jill dengan intens sembari mengenggam sebuah cangkir disatu tangannya. Alih-alih mengacuhkan kedatangan Mike, petugas Mrytle terus berbicara sementara itu tatapan Jill tidak berhenti mengikuti kemana Mike pergi.
Laki-laki itu bertubuh tinggi dan tegap, tinggi Mike yang hampir mencapai seratus sembilan puluh sentimeter terlihat mengerikan. Mike mungkin telah berusia empat puluh dua tahun saat ini, namun Jill nyaris tidak melihat tanda-tanda penuaan pada wajahnya. Laki-laki berambut coklat kehitaman itu adalah orang yang sama yang dikenal Jill sejak ia remaja. Jill ingat ketika Mike merangkul Jill di pundaknya, atau ketika laki-laki itu berbicara padanya. Mike memiliki jenis tatapan intens yang mampu meluluhkan siapapun yang berbicara dengannya. Genggamannya terasa hangat dan ketenangannya memukau. Kemampuan Mike untuk tidak meninggikan suaranya membuat Jill memercayainya dengan mudah jika dibandikan dengan petugas polisi lain kala itu. Mudah sekali untuk menyukai Mike, dan kehadirannya disana entah bagaimana membuat Jill merasa lebih tenang, terutama ketika petugas Mrytle kembali menyudutkannya dengan pertanyaan.
“Jill!” tegur petugas Mrytle ketika menyadari bahwa Jill tidak mendengarkannya alih-alih menatap Mike yang kini sedang berdiri di sudut ruangan dan mengamati mereka.
“Aku ingin tahu, mengapa kau datang ke rumah Jess hari itu?”
“Dia tidak menjawab panggilanku.”
“Itu saja? Kapan terakhir kali kau berbicara dengannya secara langsung?”
“Tiga minggu yang lalu, setelah itu aku hanya menghubunginya melalui telepon.”
“Apa kau tahu apa yang terjadi padanya dalam tiga minggu itu?”
Jill menggeleng kemudian menjawab, “tidak.”
“Tapi kau bersikeras membuktikan bahwa seseorang melakukan hal itu padanya?”
“Ya.”
“Dan kau tidak memiliki bukti?”
Jill membuka mulutnya lebar dan menyeringai, matanya mengerjap beberapa kali saat ia berkata, “kalian polisinya, kalian yang akan menemukan bukti itu. Aku mnegatakan apa yang kutahu dan aku tahu Jess tidak melakukan itu pada dirinya. Dia tidak bunuh ini. Ini pembunuhan.”
Joey bertukar tatapan dengan Mike sebelum berkata, “mungkin kami perlu mengundang Sean untuk datang juga.”
“Apa? Tidak! Dia hanya akan membohongimu. Dia tidak menyukai Jess seperti orang-orang tidak menyukainya..”
“Karena Jess menipu dan mencuri uangnya?” ledek Joey dari kursinya.
Ucapan terakhir itu membuat Jill mengentak meja dengan kesal kemudian menudingkan satu jarinya di depan wajah Joey. “Berhenti mengatakan itu! Kau tidak mengenal Jess dan kau membuat penilaian buruk tentangnya.. kau seharusnya malu!”
“Well, Jill, mari kita lihat buktinya.”
“Kurasa tidak ada gunanya aku disini. Aku ingin pergi!” pinta Jill sembari mendorong kursinya dan bangkit berdiri. Persis disaat yang bersamaan, Mike bergerak mendekati mereka dan mengangguk ke arah Joey Mrytle. Ketika Joey tidak berdiri dari kursinya, Mike berkata dengan suara pelan.
“Tidak apa-apa, tinggalkan kami!”
Wajah Joey memerah. Jill dapat membaca kekesalan dalam raut wajahnya ketika Joey menyentak tubuh dari atas kursi dan bergerak meninggalkan ruangan dengan membanting pintu. Ketika pintu kembali tertutup dan yang tersisa disana hanya Mike, Jill menatap Mike sembari mengerutkan dahinya. Kedua alisnya bertaut seolah siap untuk melawan kapanpun dibutuhkan. Untuk itu, jauh sebelum Mike mengatakan sesuatu, Jill memeringatinya dengan tegas.
“Jika kau ingin menyudutkanku atau mengolok-olok kematian temanku seperti yang lainnya, aku sebaiknya pergi.”
Sudut bibir Mike terangkat ketika laki-laki itu tersenyum. Mike kemudian menggeleng dan mengatakan, “tidak. Aku ingin mengobrol denganmu dan kita akan mengobrol disini kecuali kalau kau suka kita mengobrol sambil berdiri. Tolong, duduklah!”
Jill hanya menatap Mike untuk waktu yang lama, baru ketika laki-laki itu menatap ke arah kursi di belakangnya dan memberinya isyarat untuk duduk disana, Jill segera luluh dan menurutinya. Segera setelah situasi tegang itu mencair, Mike menarik kursinya dan duduk di seberang Jill. Laki-laki itu kemudian mendorong cangkir berisi teh ke arah Jill sembari mengatakan, “kau suka teh dengan madu.”
“Pak, aku tidak ingin membicarakan ini lebih jauh..”
“Panggil aku Mike!” potong Mike dengan cepat. Laki-laki itu melipat kedua tangannya di atas meja, kemudian mencondongkan tubuh ke arah Jill sembari menatap cangkir di depan mereka.
“Kita sudah lama saling mengenal Jill,” lanjut Mike. “Ini bukan yang pertama. Dulu kau memanggilku Mikey.. petugas Mikey.. aku menyukainya. Tapi sekarang kau sudah semakin dewasa, dan kau bisa memanggilku Mike. Kita tetap berteman seperti dulu.”
Sembari mengangkat bahunya Jill mendengus keras dan berkata, “aku tidak tahu apa yang kau inginkan.”
Alih-alih mengatakan sesuatu yang tajam seperti Joey Mrytle, Mike mengejutkan Jill dengan jawabannya.
“Aku ingin kau minum teh-mu atau kau lebih suka kehabisan nafas saat berbicara denganku di ruangan ini.” Mike tersenyum lembut. “Tidak apa-apa Jill.. aku tidak akan menyakitimu atau menyudutkanmu, atau hal buruk apapun yang kau pikirkan.”
Setelah keheningan beberapa detik, Jill akhirnya menarik cangkir itu, membawanya ke bibir dan meneguk minumannya sembari menatap Mike.
“Aku percaya padamu,” ucap Jill. “Aku hanya tidak percaya pada orang-orangmu. Mereka pikir Jess melakukan hal itu pada dirinya sendiri. Aku tidak ingin memercayai itu dan dia tidak melakukan semua tindak kejahatan yang dituduhkan padanya.”
Sembari menggeser tubuhnya di atas kursi, Mike menghela nafas dan berkata, “aku cukup yakin orang-orang juga ingin memercayai hal itu.”
“Apa kau tidak lihat cara mereka mengolok-olok Jess di surat kabar?” Jill mencondongkan tubuhnya ke arah Mike, suaranya meninggi beberapa oktaf. “Mereka hanya ingin menjelek-jelekan namanya. Hanya karena dia seorang penghibur, bukan berarti orang-orang berhak bersikap tidak adil padanya!”
“Aku setuju denganmu,” ucap Mike dengan tenang. “Hanya saja.. untuk menyakinkan orang-orang, kita perlu bukti dan pekerjaan itu akan semakin sulit jika kita tidak memiliki petunjuk apapun.”
Setelah menatap Jill lamat-lamat, Mike meletakkan satu tangannya di atas punggung tangan Jill dan mengirimkan getaran aneh yang tiba-tiba dirasakan Jill di sekujur tubuhnya. Namun Mike meremasnya dengan lembut seolah-olah memahami ketegangan yang dialami Jill. Dengan mudah Mike mencairkan situasi seperti yang selalu dilakukannya.
“Dengarkan aku, Jill!” katanya. “Aku berpihak padamu, orang-orangku mau berpikir bahwa kematian Jess disebabkan oleh keputusan Jess untuk membunuh dirinya sendiri, tapi aku tidak ingin memercayai hal itu. Aku tahu ada sesuatu yang salah dan aku ingin kau membantuku. Kau mungkin menjadi kunci dari semua ini, aku tahu kau mengenalnya dengan baik, aku tahu kau akan mengatakan padaku semua yang kau tahu untuk membantuku menyelidiki kematiannya.”
Tatapan Jill tertuju ke atas meja, tepat dimana tangan Mike telah menggenggamnya erat, kemudian ketika Jill mengangkat tatapannya, ia mendapati laki-laki itu sedang mengamatinya dengan intens. Mike memiliki sepasang bola mata biru kehijauan yang tajam. Dahinya mengerut setiap kali ia memandangi sesuatu dengan serius, dan rahangnya akan berkedut sesekali. Dulu Jill suka memandangi Mike dengan cara itu. Mike akan langsung menjadi orang favoritnya. Hanya saja, setelah belasan tahun berlalu situasi di antara mereka menjadi lebih canggung dari yang seharusnya.
“Aku mengatakan apa yang kutahu, itu saja. Beritahu saja apa yang dapat kubantu,” ucap Jill akhirnya dan Mike mengangguk saat melepas genggaman mereka.
Selama sejenak, Jill merasakan ketegangan menggantung di sekitar sana dan tiba-tiba udaranya mulai terasa panas. Jill duduk dengan tidak nyaman di kursinya dan seolah memahami hal itu, Mike langsung menawarkan bantuan.
“Aku akan mengantarmu pulang. Kita bisa lanjutkan percakapan ini kapanpun kau siap, oke?”
“Aku bisa pulang sendiri.”
“Tidak,” Mike telah menggeser kursinya dan bangkit berdiri. Laki-laki itu kemudian berjalan mendekati pintu dan membukakannya untuk Jill. “Aku akan mengantarmu.”
Tampaknya Jill tidak memiliki pilihan untuk menolak tawaran itu terutama ketika Mike bersikeras untuk mengantarnya. Laki-laki itu telah mengendarai sedannya di bawah kecepatan rata-rata dan keheningan yang terasa mencekam berlangsung di sepanjang perjalanan menuju bangunan berstruktur kayu yang ditempati Jill selama tiga tahun terakhir.
Jill lebih banyak menghabiskan waktu untuk menatap ke luar jendela mobil yang tertutup. Ia mengamati barisan pohon yang kini tertinggal di belakang mereka, kemudian jembatan di atas sungai panjang dengan aliran arus deras di bawahnya, dan jalur melandai yang mengarah ke hutan. Sementara itu, Mike menatap lurus ke jalanan, sesekali Jill mendapati pria itu sedang mengamatinya melalui kaca mobil, kemudian Mike akan mengalihkan tatapannya dengan cepat dan berdeham seolah hal itu dapat meredakan ketegangan di antara mereka.
“Apa kau masih bersama Dean?” tanya Mike untuk memecah ketegangan itu.
“Tidak,” Jill memainkan jari-jarinya di atas pangkuan, kemudian menatap kuku-kukunya yang diberi cat berwarna hitam.
“Dia masih sering menghubungimu?”
“Sesekali.”
“Kuharap kau tidak berada terlalu dekat dengannya,” ucap Mike. “Terutama saat dia mabuk.”
“Jangan khawatir aku bisa mengurusnya.”
Mike tersenyum. “Terkadang aku lupa kau sudah tumbuh dewasa.”
Alih-alih menanggapi ucapan itu, Jill balik bertanya. “Bagaimana dengan Judith?”
Ada perubahan emosi dalam raut wajah Mike. Namun emosi itu menghilang secepat kemunculannya dan Mike hanya menanggapinya dengan jawaban singkat, “dia baik-baik saja.”
Jill hendak membahas hal itu lebih jauh sebelum ia menyadari bahwa sedan yang dikendarai Mike telah sampai di halaman depan rumahnya. Melalui kaca mobil itu Jill menatap pintu dan jendela kayu rumahnya yang masih tertutup rapat. Terdapat sebuah tangga kayu menuju teras. Karena tidak ada pagar yang membatasinya, lahan di sekitarnya cukup luas. Pohon besar tumbuh di bagian belakang rumah itu dan tebing setinggi dua meter menutupi anak sungai tak jauh di belakang sana.
“Terima kasih atas tumpangannya.”
Mike mengetuk-ngetukkan jarinya di atas setir dan tersenyum lembut. Laki-laki itu kemudian berkata, “mungkin aku akan menghubungimu dalam waktu dekat.”
“Kita akan lihat apa yang bisa kubantu.”
“Kau akan sangat membantu.”
“Kuharap begitu.”
Jill turun dan menutup pintu mobil dengan cepat. Dari teras rumahnya, ia menyaksikan sedan itu berputar sebelum pergi menjauh meninggalkan kawasan itu. Segera setelah Jill masuk dan mengunci pintunya, ia menanggalkan pakaian dan berdiri di bawah pancuran air. Hal terakhir yang dibutuhkan Jill saat itu adalah menyendiri dengan fantasinya tentang Mike Suvillian, pria yang diam-diam dikaguminya sejak remaja.
-
Beritahu saya tanggapan kalian.