Keanehan Kathleen

1430 Words
"Kathleen, perutku sakit jadi aku mau ke toilet yang ada di pom bensin. Kamu bisa tunggu di minimarket untuk membeli sesuatu," ucap Darren dengan tubuh yang mulai berkeringat dan mendorong pelan tubuh Kathleen. Tanpa perlu dikatakan dengan jelas, Darren tahu apa yang akan Kathleen lakukan. Pria itu menghela nafas kasar dan menyusun kata-kata yang tepat untuk disampaikan kepada gadis yang sekarang sedang mengangkat kaki sebelah kanannya dengan pose sensual dan memperlihatkan kedua kaki jenjangnya yang mulus. Perbuatanya itu tak pelak membuat kepala Darren berdenyut nyeri dan semakin membuat pusaka tempat ular sanca miliknya bersemayam menegang. Wajah Regina yang garang terlintas di otak Darren seketika, mengingatkan pria itu akan apa yang terjadi di Ubud di mana Cecilia membuat ular sanca miliknya terbangun dengan lancangnya. "Babe, apa tidak sebaiknya aku menolong kamu?" tanya Kathleen dengan nada menggoda. "Tidak! Jika kamu memaksa maka jangan salahkan jika aku menurunkan kamu di depan hotel dan kita baru akan bertemu pada hari Sabtu," ucap Darren dengan tegas. Regina selalu mewanti-wanti agar sang putra tidak merusak seorang gadis karena bisa saja perbuatan yang dia lakukan akan berakibat pada salah satu perempuan yang berada di dalam keluarga mereka. Dan apabila suatu saat Darren memiliki anak perempuan, kemungkinan besar sang putri yang akan menanggung perbuatan b***t yang Darren lakukan di masa lalu. "Oh Darren, ayolah jangan terlalu kaku jadi orang. Lagian siapa yang akan tahu kalau kita berdua tutup mulut," ucap Kathleen dengan nada merengek. "Sekali tidak tetap tidak! Kamu bisa ke hotel dan menginap di sana jika masih mau bersikap seperti ini atau mengikuti apa kataku jika ingin aku temani mencari tempat tinggal di Jakarta ini!" Kembali Darren menolak dengan nada tegas sambil melawan hasrat yang semakin menggebu ini. Kathleen mencebikkan bibirnya pertanda dia sedang kesal dan kembali memperbaiki posisi duduknya. Darren juga memintanya untuk memakai kembali cardigannya untuk menutupi bagian atas tubuhnya. "Tunggu di dalam sana dan aku akan segera menyelesaikannya." Titah Darren sambil menunjuk ke arah minimarket yang memiliki logo berwarna merah itu. Darren yang tidak ingin sang ular sanca terlihat bangun oleh orang-orang segera mengeluarkan kemeja untuk menutupinya dan segera berlari ke arah toilet. Biarlah mereka mengira dia kebelet buang air daripada berpikir yang tidak-tidak. Ada 2 bilik yang kosong dan dia segera memasuki salah satunya untuk menidurkan pusakanya. "Mas yang di dalam tidur apa bertelur sih? Lama amat, saya udah enggak tahan ini, mules banget!" Sebuah teriakan dari luar mengejutkan Darren. Seingatnya tadi ada 2 toilet yang kosong dan dia memakai salah satu di antaranya. Tapi mengapa ada orang yang protes? Seketika sebuah pemikiran terbersit, bahwa ini adalah tempat umum jadi wajar saja jika ada orang lain yang menggunakannya dan mau tak mau Darren harus segera menidurkan sang ular sanca yang masih bangun dengan tegapnya. "Sebentar Mas, perut saya juga sakit. Kebanyakan makan pedas dari kemarin!" balas Darren yang juga teriak berharap orang yang di luar akan mengerti kondisiku. "Cepetan, Mas! Lagian bukannya di rumah aja kalau mau kebelet!" Teriakan dari orang yang sama kembali terdengar dan entah kenapa Darren merasa orang itu menekankan kata kebelet. Apakah pria itu mengetahui jika dia sedang menenangkan ular sanca miliknya? ''Iyaaaaa!" Bertepatan dengan berakhirnya teriakannya, sang ular sanca memuntahkan bisa yang pastinya dapat membuat seorang gadis hamil jika bersarang langsung di tempatnya. Dengan cepat Darren membereskan kekacauan yang dia buat serta menuangkan air sabun yang sudah dicampur di dalam gayung ke kloset untuk mengurangi kecurigaan orang yang akan memakai toilet ini sesudah dirinya. Raut wajah masam bercampur cemberut dari seorang pria berbadan gempal yang berusia 30 tahunan segera menyambut saat Darren membuka pintu. Belum sempat dia keluar sepenuhnya dari bilik, pria gempal itu sudah mendorong tubuh Darren keluar dan segera menutup pintu dengan kencang. Sesaat kemudian, pria itu menoleh ke arah bilik yang memang terpakai dan tersentak saat mendengar suara desahan laki-laki dan perempuan di dalamnya. Astaga! Mereka gila apa? Bisa-bisanya melakukan itu di toilet umum seperti ini? Seperti tidak ada tempat lain yang lebih nyaman untuk menyalurkan hasrat saja. Maki Darren dalam hati. "Faster, baby!" suara perempuan yang puas terdengar di telinga Darren dan dia merasa pernah mendengarnya entah di mana. Saat dia akan lebih mendekat ke bilik untuk memastikan suara siapa yang didengarnya, tiba-tiba sebuah suara mengejutkan Darren. "Astaga! Mas, sampeyan yang kira-kira aja kalau pakai sabun. Lantainya jadi licin gini!" Darren langsung berlari saat pria itu berteriak dari dalam bilik. Selain malu, juga untuk menghindari perhatian orang-orang yang curiga dengan jeritan pria yang sedang menggerutu di dalam sana. Saat Darren kembali ke mobil, tidak dia dapati keberadaan Kathleen pun setelah mengecek di dalam minimarket, tidak kelihatan sosok yang sedang dia cari itu. Mungkin saja Kathleen juga merasa ingin ke toilet. Pikirnya dalam hati. Sambil menunggu, Darren mengitari minimarket ini dan membeli beberapa makanan ringan, minuman favorit kami berdua dan 2 bungkus rokok putih. "Totalnya jadi Rp 150.000,- mau tambah kantung belanjanya?" tanya mas kasir saat Darren akan membayarnya. ''Boleh deh, Mas, agak repot juga saya bawanya. Oh iya sebentar saya mau tambah beli kopi kalengan dan sachet dulu," ucap Darren yang segera bergegas menuju rak minuman kemasan dan lemari pendingin. Saat melihat kopi kaleng keluaran dari sebuah kedai ternama tiba-tiba Darren teringat dengan Cecilia yang sering menikmati kopi yang memiliki kemasan berwarna hijau itu. Tanpa pikir panjang Darren segera mengambil 6 buah lalu kembali ke kasir. "Sudah semuanya, Mas. Mau sekalian tebus murahnya, Mas?" tanya mas kasir dengan ramah dan Darren segera mengambil 2 botol teh rasa melati yang berada di depannya. "Babe, aku cari di depan toilet ternyata kamu sudah di mini market saja," suara Kathleen yang renyah dan riang terdengar di telinga Darren. Setelah menerima tas yang berisi belanjaan, Darren segera menghampiri Kathleen yang berdiri di samping pintu minimarket ini. "Justru aku yang cari kamu di sini enggak ada jadi kupikir kamu kebelet dan ke toilet juga. Dan sambil menunggu kamu aku membeli beberapa makanan dan minuman ringan," ucap Darren sambil menggenggam erat tangan kirinya yang membuat Kathleen terkejut. "Kenapa? Biar mereka tahu aku ini pacar kamu. Oh iya tadi di toilet aku mendengar suara laki-laki dan perempuan yang melakukan hal tak senonoh. Aku heran, kenapa mereka tidak menyewa hotel atau losmen saja dan malah melakukannya di tempat umum," ucap Darren memotong perkataan Kathleen. Darren mengernyit saat merasakan genggaman Kathleen bertambah kencang. Ada apa dengan gadis ini? Biasanya dia akan salah tingkah saat melakukan kesalahan. "Aduh, Jakarta panas sekali ya? Koq kamu bisa sih tinggal di kota yang panasnya kayak di oven ini?" Lagi-lagi Darren mengernyit saat melihat Kathleen yang seakan mengalihkan pembicaraan. Tadinya Darren ingin membahas masalah apa yang membuat Kathleen bersikap aneh, tapi saat melihat wajah putihnya sudah seperti terbakar membuat pria itu mengurungkan niat dan ingin segera mengantarkan Kathleen ke dokter kulit. "Tidak perlu ke dokter, aku lupa memakai sun screen. Nanti aku pakai di mobil deh buat ngurangin efek terbakarnya," ucap Kathleen dengan cepat. "Ayo ke mobil, hari semakin sore dan kita harus segera mendapatkan tempat tinggal untuk kamu," putus Darren yang segera menggandeng tangan Kathleen menuju mobil. "Babe, kamu ganti parfum? Wanginya beda serasa maskulin di hidungku. Khas laki banget," celetuk Darren saat dia lebih mendekat ke arahnya. "Ekh, iya... Aku sudah bosan parfum khas perempuan dan mau cari suasana baru. Kebetulan cium aroma parfum pria ini enak dan langsung aku beli," Darren mengangguk paham saat mendengar penjelasan Kathleen yang terdengar gugup di awal. "Oh benarkah itu? Kalau begitu nanti aku berikan kamu parfum yang aromanya khas laki sekali," sahut Darren sambil membuka pintu mobil. "Tidak usah! Aku hanya mau beli 1 botol, setelah itu kembali beralih ke parfum yang biasa aku pakai. Setelah aku pikir-pikir cukup dulu ganti suasananya!" Darren agak berjengit saat mendengar suara jeritan Kathleen, untung saja suasana di pom bensin ini cukup sepi sehingga tidak menimbulkan perhatian banyak orang. Bahkan Darren juga melihat raut wajah Kathleen yang sempat terkejut, meskipun dia sudah berhasil menguasainya. Suara petir yang menyambar menyadarkan Darren jika akan segera turun hujan. Dengan cepat dia meminta Kathleen untuk masuk ke dalam mobil. Benar saja tak lama hujan turun dengan derasnya membuat pria itu menghela nafas kasar. Rencananya dia akan membawa Kathleen ke hotel dan meminta sang kekasih untuk menunggu di sana sampai hari Sabtu. Baru saja Darren akan menyalakan mesin mobil, iPhonenya berbunyi dan menghela nafas saat mengetahui jika Cecilia mengirimkan pesan dengan menggunakan huruf kapital. Cecilia : SAYA TIDAK AKAN MEMBIARKAN BAPAK JIKA MASIH MEMENTINGKAN KEKASIH BAPAK DARIPADA PERUSAHAAN. LIHAT SAJA AKAN SAYA BERITAHUKAN BAPAK GIOVANI KALAU ANAKNYA MANGKIR DARI PEKERJAAN. Ya Tuhan! Dia benar-benar melupakan jika Cecilia ini adalah gadis yang sangat perfeksionis dalam pekerjaan. Apa yang harus Darren lakukan jika bertemu dengan gadis angkuh itu besok di kantor? Darren meringis karena teringat wajah Cecilia yang garang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD