Aruna membulatkan mata ketika melihat alamat IP yang ia minta dari Sista, dan alamat itu dari kantor GM, yang artinya salah satu staf GM sudah mengirim video itu di web perusahaan untuk membuktikan bahwa tamparan yang melesat kewajah Sigit adalah hal yang memang harus Aruna lakukan karena Aruna mau melindungi dirinya sendiri.
“Ayo makan siang,” ajak Sista menghampiri Aruna yang duduk dikursi kerjanya, menatap layar monitornya.
“Sis, kamu tahu nggak alamat IP ini menuju ke kantor GM.” Aruna memperlihatkannya pada Sista.
“Apa? Kok bisa?”
“Aku tadi ngecek alamat yang kamu kasih dan memang dari kantor GM.” Aruna melihat layar monitornya.
“Ya udah sih, mungkin salah satu staf kantor GM yang mengirim itu,” jawab Sista. “Ayo ah makan siang. Aku udah lapar banget ini.”
Aruna mengangguk lalu bangkit dari duduknya. “Ya udah ayo.”
Sesaat kemudian, Maleo datang dan membawa satu kotak makan, lalu berdiri dihadapan Aruna dan Sista, kedua wanita itu bertukar pandangan.
“Ada apa, Pak?” tanya Sista tersenyum.
“Saya mau bawa ini untuk Aruna,” jawab Maleo. “Bekal makan siang.”
“Eh untuk saya? Memangnya kenapa pak? Apa saya—”
“Ini dari seseorang, jadi kamu terima saja, jangan sampai menolaknya dan membuat orang itu kecewa, lagian kamu banyak pekerjaan jadi nggak akan sempat makan siang diluar, saya sudah email beberapa pekerjaan yang harus kamu kerjakan. Dealinenya sore ini. Jadi, selesaikan,” tutur Maleo.
Aruna menoleh melihat Sista dan Sista mengangkat kedua bahunya. Sista juga tak tahu apa-apa tentang itu.
“Kalau saya boleh tahu, memangnya dari siapa pak?” tanya Aruna penasaran.
“Dari seseorang. Terima saja.”
“Kok bapak sendiri yang repot-repot bawa kemari?” tanya Sista menyikut Aruna yang bingung harus mengatakan apa.
“Kalau begitu terima kasih ya, Pak. Sekali lagi terima kasih,” ucap Aruna menggaruk leher belakangnya yang tak gatal.
“Oke. Jangan lupa selesaikan pekerjaanmu.” Maleo lalu melangkah keluar dari ruangan staf SDM.
Sepeninggalan Maleo, Sista tersenyum diam-diam, Aruna menyadarinya lalu menyikut temannya itu. Aruna tahu arah pikiran Sista., Sista pasti diam-diam menggodanya karena dia mendapatkan bekal makan siang dari seseorang.
“Kamu kok ketawa, Sis? Jangan mulai ya,” kata Aruna menggeleng.
“Aku jadi makin penasaran tahu nggak sih. Alamat IP yang kamu cek tadi berada di kantor staf GM, jadi kemungkinan salah satu staf di sana menyukai kamu, buktinya Pak Leo memberikanmu bekal makan siang, apa kemungkinan Pak Leo ya?”
Aruna menggeleng dan berkata, “Jangan ngada-ngada kamu. Itu nggak mungkin. Emang aku siapa? Aku bukan siapa-siapa loh, jadi ngapain Pak Leo ngirim ini buat aku? Jadi nggak mungkin ah.”
“Siapatahu saja kan,” kekeh Sista.
“Udah nggak usah dibahas, terus gimana dong? Aku udah dapat bekal makan siang, kamu mau makan bareng aku aja? Ini pasti banyak.”
“Apanya yang banyak, itu dikit loh,” geleng Sista. “Nggak akan cukup buat aku. Jadi, aku ke kantin aja makan siang. Kamu makan sendirian dan jangan lupa kerjain kerjaan kamu.”
“Baiklah.” Aruna mengangguk. “Maaf ya karena aku udah nggak nemenin kamu makan.”
“Iya. Nggak apa-apa santai aja deh. Aku pergi dulu,” kata Sista lalu melangkah menuju lift, meninggalkan Aruna yang sendirian di ruangan staf SDM. Semua orang sudah pergi makan siang, sementara ia menerima kotak makanan.
Aruna lalu duduk kembali dikursi kerjanya. Lalu membuka kotak bekal itu, Aruna tersenyum melihat isinya, ada rendang, nasi secukupnya, capcai dan bihun, tak lupa pula air putih satu botol mineral yang tengah. Aruna akan mencari tahu siapa yang mengirim video itu ke web perusahaan dan akan mencari tahu siapa yang mengiriminya makanan.
Aruna tak mungkin menerima semua kebaikan ini tanpa mengucapkan terima kasih.
Aruna melihat emailnya dan banyak sekali inbox yang harus ia kerjakan hari ini juga, untung saja pekerjaan itu tak terlalu sulit. Jadi, ia akan berusaha mengerjakannya sebelum jam pulang.
Aruna mengenakan kacamata bacanya seraya menikmati makanannya, lalu melihat pekerjaan apa saja yang bisa ia lakukan.
***
“Sudah kamu berikan?” tanya Seno seraya mengecek satu persatu data tamu yang menginap di hotel ini dalam bulan ini.
“Sudah, Pak,” jawab Maleo.
“Kalau sudah. Kamu makan siang dulu,” kata Seno.
“Tak perlu pak, saya tetap di sini saja.” Maleo menjawab.
“Lalu kamu tak mau makan siang?” tanya Seno menutup lembar yang sudah ia cek. “Kita masih harus menghadapi pekerjaan siang ini, jadi makan siang lah selagi free.”
“Saya masih kenyang pak, jadi tak perlu,” jawab Maleo lagi. “Oh iya pak. Bagaimana dengan makan malam?”
“Bukankah sudah ada dijadwalku?”
“Makan malam bersama orangtua Anda.”
“Ya sudah. Kamu atur saja. Jangan lupa beli buket bunga untuk ibuku,” kata Seno lalu bersandar dikursi kerjanya. Seraya bersedekap dan mengelus dahinya. “Kamu tahu kan bunga kesukaan ibuku?”
Maleo mengangguk lalu melangkah meninggalkan ruangan bosnya.
Jika Seno bekerja, Seno selalu lupa makan, ia selalu tak memikirkan dirinya dan lebih mengutamakan pekerjaannya dibandingkan kehidupan pribadinya atau kesehatannya, makan bisa lain kali, namun menunda pekerjaan tak pernah dilakukan Seno.
***
“Sudah waktunya pulang, Una,” kata Sista meraih tasnya dan berdiri disamping meja kerja Aruna. “Ayo pulang,” ajaknya.
“Aku mana bisa pulang. Lihat deh pekerjaanku. Aku hampir gila.” Aruna memperlihatkan dokumen yang menumpuk diatas meja kerjanya.
“Apa jangan-jangan … kamu dibayar dengan sekotak bekal untuk pekerjaan ini?” tanya Sista.
“Hush kamu. Jangan sampai kedengaran, nggak enak didengar orang kalau aku menerima kotak bekal makanan.” Aruna mencubit kecil lengan Sista.
Sista tertawa dan mengangguk, ia lalu melihat layar monitor Aruna yang masih berhamburan tulisan excelnya. “Wah. Aku harus bilang sekarang kalau aku nggak bisa bantu kamu. Aku harus buru-buru pulang.”
“Iya iya. Aku juga nggak minta bantuan kamu kok, kamu pulang aja,” kata Aruna. “Salam sama Santi ya. Beritahu untuk menghubungiku.”
“Tenang. Akan aku beritahu dia kok, ya udah aku duluan ya, jangan malem pulangnya,” kata Sista melambaikan tangan dan memilih pergi dari ruangan itu, semua orang juga berbondong-bondong pulang dan melambaikan tangan mereka pada Aruna yang masih duduk setia menunggu pekerjaannya selesai.