Chap 6 - Ex Husband

1025 Words
Ketika seorang pria menjadikan wanita sebagai ratu lalu kemudian dihempas bagai debu, seolah-olah hati wanita terbuat dari batu. Sanggupkah seorang pria menyakiti wanita yang juga sama dengan ibunya? Aruna menatap tajam ke arah mantan suaminya pria yang 7 bulan lalu menikahinya, namun 7 bulan kemudian diceraikan seolah-olah tak berharga. Alih-alih memperbaiki yang rusak, suaminya itu malah bermain gila dengan sepupunya sendiri, wanita berhijab yang minim akhlak. Bukan hijabnya yang salah, tapi nafsu pemakainya yang tak bisa menahan hasrat. "Kenapa pakaianmu kayak gini?" tanya Sigit masih menggenggam kuat lengan mantan istrinya itu. Aruna berusaha melepaskan genggaman tangan mantan suaminya, namun mantan suaminya itu malah makin mengeratkan genggaman tangannya. Aruna hanya seorang wanita yang tak bisa melawan. "Ada apa dengan pakaian saya? Saya merasa baik-baik saja dengan pakaian seperti ini," geleng Aruna menganggap apa yang di khawatirkan Sigit sangat tak masuk akal. "Baik-baik saja? Dulu, kamu nggak kayak gini loh, sadar diri dong, Aruna. Kamu itu nggak pantes pakaian kayak gini," ujar Sigit membuat hati Aruna makin sakit. "Apa lepas dariku membuatmu berubah kayak gini? Kamu juga ngomong ke aku formal." "Udah deh, Mas, nggak usah dibahas masa lalu, saya udah menemukan jati diri saya sendiri, kamu juga sudah mendapatkan kebahagiaanmu, jadi jangan pernah ikut campur dengan urusan saya." Sigit menggenggam kuat lengan Aruna, membuat Aruna meringis, kali ini genggaman Sigit menyakitinya. "Mas, lepasin saya," kata Aruna. "Mas, lepasin Mbak Una. Mas menyakiti Mbak Una loh," kata Hasfina membuat Sigit sadar bahwa istrinya masih menatapnya dan melihat tingkah lakunya. Sigit lalu melepaskan genggaman tangannya dari lengan mantan istrinya dan langsung berdeham, mengelus leher belakangnya. Sigit tak menyangka akan merasa terluka melihat Aruna. "Mas, ada apa dengan pakaian Mbak Una? Mbak Una kan udah mengenakan hijab, dia cantik kan mas? Jadi, apa yang salah dengan pakaiannya? Mbak Una juga nggak mengenakan pakaian ketat, pakaiannya longgar kayak gini," lanjut Hasfina. Aruna melihat keduanya secara bergantian, dan berusaha menenangkan diri, ini tempat kerjanya, ia tak boleh terbawa emosi, dan pasangan suami istri yang kini berdiri didepannya adalah tamu hotel ini, jadi ia harus menghormati tamu. "Mbak kerja di sini?" tanya Hasfina. "Iya." "Mbak ada waktu nggak siang ini?" "Memangnya kenapa?" "Kita makan siang bareng mbak, ada yang mau saya omongin ke mbak Una." "Akan saya lihat jadwal saya," jawab Aruna. "Songong sekali ya kamu, Una, mentang-mentang udah punya kerjaan sendiri, udah mandiri, ngomong ke Fina aja harus lihat jadwal," sindir Sigit membuat hati Aruna makin terluka. "Kamu juga udah berubah sekarang." "Emang saya harus kayak apa supaya penilaianmu baik ke saya? Saya nggak pernah ganggu hidup kamu selama kita bercerai. Jadi, ngapain Mas Sigit mengganggu saya? Dulu, kamu selalu mengatai saya, kamu nggak pernah mau melihat apa yang saya butuhkan, saya beli skincare aja kamu marah, saya beli handbody aja kamu marah, saya beli baju selembar yang harganya nggak sampai ratusan ribu pun kamu marah, apa-apa yang saya beli kamu marah. Tapi, saya bersyukur karena sikapmu ke saya, membuat saya menjadi wanita yang mandiri dengan finansial yang cukup." Aruna menatap wajah Sigit, pria yang selalu ia rindukan setiap malam. Dulu, Sigit adalah pria yang sempurna dengan sikap yang baik dan ramah, bahkan Sigit menyayangi Sasmita, Ibu mertuanya. Namun, setelah bermain gila dengan Hasfina, semuanya berubah total, Sigit yang tak pernah perhitungan menjadi sangat perhitungan, seolah-olah dia sedang menafkahi dua istri sekaligus. Ternyata dugaan Aruna benar, Sigit berubah menjadi perhitungan karena sedang menafkahi Hasfina. "Udah ya mas, saya nggak mau lagi berurusan sama kamu, saya bukannya mau memutus silaturahmi dengan kalian, tapi ada baiknya kita saling menjauh saja, karena bertemu pun pasti akan jadi pertengkaran kayak gini. Saya permisi," kata Aruna hendak pergi, namun lengannya digenggam lagi oleh Sigit, wajah Hasfina mengkerut karena sikap Sigit yang memperlihatkan dirinya yang masih ada rasa pada Aruna. "Una," lirih Sigit, hatinya berdebar-debar, persis sama dengan debar ketika ia menggenggam lengan Hasfina dulu. Aruna melepaskan genggaman Sigit perlahan, dan melangkah pergi meninggalkan pasangan suami istri itu. Hasfina menatap suaminya sembari menggelengkan kepala, ternyata masih ada cinta dimana Sigit untuk Aruna, dan apakah benar ia hanya nafsu sementara? Hasfina menundukkan kepala. Ia bukan tipe wanita yang akan mengamuk dengan apa yang barusan suaminya perlihatkan, karena hati memang tak bisa dipaksa untuk menahan segala rasa. Sigit membuang napas kasar dan menoleh menatap istrinya. "Fin, kamu nggak apa-apa?" tanya Sigit memegang pundak istrinya. "Fina nggak apa-apa mas," jawab Hasfina. "Fina hanya nggak suka mas Deket sama Mbak Una. Maafin Fina yang egois ya mas." "Nggak. Kamu nggak egois, memang benar aku harus menjauhi Una, maafkan mas ya," kata Sigit. "Mas masih cinta sama Mbak Una?" "Kok kamu ngomong gitu?" "Sebenarnya ... Fina tahu jawabannya dari mata mas pas lihat Mbak Una, tapi Fina pengen denger dari mulut mas sendiri," jawab Fina membuat Sigit menggeleng. "Mas nggak ada rasa kok sama Una, semua udah berakhir," jawab Sigit. "Tapi, dihati mas masih ada Mbak Una, 'kan?" "Fina, jangan membahasnya karena mas nggak suka pas Fina ngomong gitu, jangan selalu menganggap apa yang Fina lihat adalah hal yang Fina pikirkan, karena itu biasanya nggak seperti yang Fina lihat," jawab Sigit menjelaskan, meskipun sejak tadi hatinya berdebar-debar melihat Aruna setelah resmi bercerai. "Nggak kok mas, Fina nggak curiga sama mas, hanya saja Fina ngerasa mas tadi berlebihan banget, padahal Mbak Una kan udah mengenakan hijab," kata Hasfina. "Mungkin karena kebiasaan jadinya mas khilaf," jawab Sigit. "Ya udah ayo, kamu istirahat ya, nanti mas pesan layanan kamar setelah kamu bangun. Malam nanti kan ada acara kantor, jadi kamu istirahat ya." "Ini kan masih pagi mas," kata Hasfina. "Ya tidur lagi, kan kamu nggak enak tidurnya semalam," jawab Sigit. "Semalam kamu banyak memikirkan pakaian yang akan kamu kenakan malam nanti." "Memangnya acara malam nanti akan lama mas?" "Iya, Sayang. Pasti lama." *** Setelah pertemuan beberapa menit yang lalu dengan mantan suaminya dan istri baru mantan suaminya, Aruna memilih duduk di atap hotel, melihat pemandangan pagi di kota tercinta. Aruna tengah menenangkan diri dari gelapnya hatinya setelah melihat pasangan suami istri yang baru ia temui datang untuk menghabiskan waktu berdua di hotel. Tak mudah bagi Aruna memang, apalagi yang sudah menjadi kebiasaan malah hilang begitu saja, jadi setiap melihat Sigit dan Hasfina, pasti hatinya terluka dan amarah dimatanya terlihat jelas. Tak mungkin Suara deheman terdengar,
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD