Chap 7 - Penasaran Pada Aruna

1101 Words
Tak mudah memang bagi Aruna, harus ia akui, bahwa hati masih terpaut rasa pada sang mantan suami yang beberapa detik lalu kebetulan bertemu dengannya, mantan suaminya itu datang dengan menggandeng mesra istri barunya. Lima tahun menjalin kasih, dan tinggal bersama, layaknya suami istri. Ternyata, suaminya menikahinya hanya 7 bulan, setelah itu mengucap talak dengan mulut yang pernah berjanji akan membahagiakannya. Klise memang, tapi itulah takdir. "Halo," ucap suara dibelakangnya. Aruna berbalik dan melihat seorang pria menghampirinya, pria itu adalah Seno, pria yang dengan berani datang di rumahnya, tanpa babibube. Dan, langsung mengatakan hal yang paling mengejutkannya. "Wah. Jadi, pasutri yang datang pagi ini adalah ... mantan suamimu dan kekasih gelapnya?" "Ha? Kamu tahu darimana?" Pernah sekali Aruna merasa ada yang aneh pada Seno, sehingga ia dengan mudahnya berpikir bahwa Seno Allah titipkan untuk menjaganya, bahkan pernah sekali ia menganggap Seno malaikat yang Allah turunkan untuknya. Tapi, sempat juga menganggap bahwa Seno penjahat dan mata-mata. Tapi, siapa yang memata-matainya? "Tak ada yang tak saya ketahui," kata Seno dengan bangganya berdiri didepan Aruna dengan kedua tangan ia masukkan ke saku celananya. "Lalu kenapa kamu selalu datang menemui saya?" "Saya sudah bilang, kamu adalah wanita pertama yang membuat saya penasaran." "Apa yang sebenarnya ingin kamu ketahui?" "Saya akan terus menemuimu." "Siapa sebenarnya kamu?" "Saya tak perlu menjawabnya. Kamu jangan khawatir, saya akan memberi pelajaran sedikit untuk mantan suamimu dan istri barunya." Seno lalu melangkahkan kakinya meninggalkan Aruna. Aruna bingung pada pria itu, pria itu selalu saja datang menemuinya. Bahkan di waktu-waktu yang kurang pas. Contohnya dengan berani, Seno datang menemuinya di rumahnya, hingga sampai saat ini Aruna belum tahu darimana Seno tahu rumahnya. Aruna sempat kagum dan senang bertemu juga mengobrol dengan Seno, namun mendengar pria itu adalah playboy, Aruna memilih melupakannya dan menjauhkan pikiran tentang Seno. Ia sudah malas berhubungan dengan seorang pria yang hanya akan mau enaknya saja. *** Ting tong. Suara bel pintu kamar hotel terdengar, Sigit bergegas membuka pintu dengan baju handuk yang ia kenakan, sementara Hasfina masih tidur. Jadi, Sigit tak akan mengganggunya dan menyuruhnya membuka pintu. Sigit membuka pintu kamar dan melihat seseorang datang membawa troli berisi makanan. "Layanan kamar Anda sudah datang," kata pegawai hotel yang mengenakan seragam kerja. "Apa saya sudah memesannya?" tanya Sigit menautkan alisnya. "Tentu saja. Anda sudah memesannya atas nama istri Anda," jawab pegawai itu. "Baiklah. Taruh saja di situ," angguk Sigit menggaruk leher belakangnya yang tak gatal. Ia merasa belum memesan apa pun. Namun, layanan kamar datang saat ini. "Silakan di nikmati, Pak, pelayanan kamar dari kami secara khusus untuk bapak dan istri bapak," kata pelayan hotel itu. "Okay terima kasih ya, nanti tagihannya saya bayar sekalian," kata Sigit. "Oh iya. Ini tip buat kamu." "Tak perlu, Pak, saya sudah di beri gaji oleh hotel dan saya dilarang menerima tip. Saya harus bekerja kembali. Permisi." Pegawai itu membungkukkan badannya dan keluar dari kamar hotel. "SAYANG!" teriak Sigit membuat Hasfina bergerak gelisah. "Sayang, bangun dong!" Hasfina membuka pejaman matanya dan menoleh menatap wajah suaminya. "Iya, Mas?" "Sudah siang. Ayo makan siang dulu," ajak Sigit. "Iya, Mas," angguk Hasfina lalu bangun dari pembaringannya dan menghampiri suaminya yang sudah duduk menghadap makanan yang tersedia. "Kamu pesan layanan?" tanya Sigit. "Nggak tuh mas," jawab Hasfina. "Emang kenapa?" "Nggak apa-apa. Makan aja." Hasfina mengangguk. Pria yang kini duduk dihadapannya itu adalah pria milik orang lain dulu, Hasfina tak pernah menyangka bahwa ternyata ia akan di jadikan istri satu-satunya, sementara yang ia inginkan hanya perlindungan dan hidup yang lebih baik dari hidupnya dulu. Hasfina datang ke Jakarta karena ingin mengadu nasib, apalagi ia sering di sebut perawan tua di kampungnya, ia datang ke rumah sepupu jauhnya dan tinggal bersama, entah sejak kapan benih-benih cinta itu muncul dalam hati keduanya, apalagi ketika Sigit dan Hasfina melakukan hubungan terlarang yang tak bisa mereka hindari. Karena keinginan untuk b******a terus ada semenjak mereka melakukannya pertama kali. Hasfina pernah mengatakan kepada Sigit bahwa ia tak masalah menjadi istri kedua, namun Sigit berkata bahwa ia tak cinta lagi pada Aruna dan kasih sayangnya berubah menjadi jengkel. Ia tak bernafsu lagi pada Aruna, meskipun melihat Aruna bertelanjang, keinginan b******a itu tak ada lagi. Mungkin karena mereka pernah tinggal serumah bertahun-tahun tanpa ikatan pernikahan. Jadi, hal itu sudah biasa dan membosankan. Meskipun tak Sigit pungkiri tubuh Aruna begitu indah. **** "Apa kamu sudah merubah struktur organisasi hotel?" tanya Seno melihat laporan daftar tamu dan pemasukan untuk Minggu ini. Dan, siapa saja yang menginap beserta datanya. "Sudah." "Bagaimana dengan pegawai baru?" "Mereka sudah mulai ke tahap akhir," jawab pria bernama Maleo—asisten Seno. Dalam sebuah hotel, pasti membutuhkan banyak pekerja, khususnya hotel-hotel besar atau berbintang 5, sehingga diperlukan adanya struktur organisasi yang dibuat khusus untuk hotel. Struktur tersebut berguna untuk membagi tugas setiap orang berdasarkan jabatannya. Dengan demikian, pelayanan hotel bisa berjalan dengan baik, sehingga tamu hotel pun puas menginap. Selain itu, struktur tersebut juga menunjukkan hubungan tanggung jawab pekerjaan antara setiap divisi dengan divisi lainnya. "Pak, saya sudah mencari tahu tentang wanita yang bekerja di hotel ini, ternyata dia dari divisi Manajemen SDM (HRD). Dia kerja di bawah Pak Gabriel." Seorang pria dengan setelan jas berwarna navy itu duduk didepan meja besar milik Seno. "Oke." Seno mengangguk. "Apa wanita itu membuat masalah?" tanya Maleo. "Tidak. Masih saya pantau," jawab Seno mengelus dagunya yang lancip. "Saya penasaran pada wanita itu." "Baiklah, Pak. Kalau begitu saya permisi." Seno menganggukkan kepala. Tak lama kemudian, seorang wanita parubaya datang menerobos masuk. Seno menautkan alis dan menggelengkan kepala. Tak lama kemudian, seorang pria menyusul masuk. Mereka adalah pasangan suami istri yang tak lain tak bukan adalah Ayah dan Ibu kandung Seno. Namun, sikap keduanya tak seperti Ibu dan Ayah pada umumnya. Sikap mereka begitu disiplin dan begitu keras. Seno terkadang tak bisa melawan keduanya karena kekerasan sifat yang mereka miliki. Maleo membungkukkan badan dan memilih keluar dari ruangan bossnya. Sebagai asisten Asisten General Manager. Maleo bertanggung jawab langsung membantu Seno dalam mengerjakan tugasnya. "Kenapa kalian kemari? Tak mengetuk pintu." Seno menatap kedua orangtuanya dengan wajah tak suka, sikap tak sopan itu entah darimana, setiap kali menemuinya pasti bar-bar sekali. "Kami kemari mau membahas perusahaan." "Untuk apa? Saya bukan bagian dari perusahaan." Seno menggelengkan kepala. "Karena itu kamu memilih hotel ini?" "Sejak awal, saya tak mau bekerja di perusahaan karena itu bukan tanggung jawab dan hak saya, tapi hak dari Bang Santos." "Abangmu sudah meninggal. Siapa lagi yang bisa mengurus semuanya?" "Kalian punya orang kepercayaan, jadi berikan tugas itu ke mereka." Seno menjawab, sejak awal Seno memang lebih memilih bekerja di hotel keluarganya ini dibandingkan bekerja di perusahaan keluarganya. Apalagi sikap kedua orangtuanya berubah kepadanya semenjak Santos meninggal dunia. Semua hal yang Seno inginkan seolah-olah tak lagi bisa ia miliki.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD