Dokter Danar tersenyum sambil menatap seorang wanita yang tampak selalu lebih baik setiap harinya, setelah lebih dari satu tahun menjadi keluarga di rumah sakit jiwa itu kini wanita yang dulu tampak begitu terpuruk dalam keadaan jiwanya yang hancur perlahan-lahan telah kembali membaik.
"Mbak Saras sudah makin sehat, ya, Dok," kata seorang perawat yang berdiri di sebelah dokter Danar mereka menatap ke arah yang sama di mana seorang perempuan cantik sedang memegang sebuah buku gambar dan sebuah pensil, wanita itu duduk menghadap pohon bunga mawar yang sedang bermekaran dan memindahkan keindahan bunga itu menjadi sebuah sketsa di atas bukunya.
"Iya progresnya juga gitu cepat, mungkin selama ini Saras begitu terbebani dengan putranya, buktinya setelah wanita itu melahirkan perlahan-lahan dia menjadi lebih baik. mungkin dia merasa terbebas dari sebuah hal yang begitu terasa menyakitkan," sahut dokter Danar tanpa mengalihkan pandangannya dari wanita itu.
"Hidup kadang memang seironis itu ya, Dok, banyak sekali pasangan yang menginginkan seorang anak, menganggap kedatangan seorang anak dalam hidup mereka adalah semua buah anugerah tapi ada juga seseorang seperti Mbak Saras yang mendapat ujian besar dengan datangnya seorang anak di dalam kehidupannya," kata perawat yang juga begitu mengerti tentang kehidupan Saras alias Karin setelah kedatangan Adrian dan keluarganya hari itu.
"Betul, meskipun bayi itu adalah makhluk yang tidak berdosa tapi kedatangannya begitu membuat Saras terluka, beruntung bayi itu ada di dalam keluarga yang begitu mencintainya sekarang dan tugas kita adalah untuk memberikan cinta pada Saras agar dia bisa memiliki kehidupan yang lebih baik kedepannya." dokter Danar dan perawat itu tersenyum lalu mereka berpisah begitu saja sang perawat melanjutkan pekerjaannya sedangkan dokter Danar melangkah mendekati Saras yang masih terlihat sibuk dengan sketsanya.
"Cantik," kata dokter Danar begitu melihat gambar yang Saras hasilkan wanita itu menoleh menatap dokter Danar lalu kembali fokus menatap gambarnya, jarinya tidak kembali bergerak menghentikan kegiatan menggambarnya.
"Dokter suka?" tanya Saras sambil menatap gambar yang dia hasilkan gambar tiga tangkai bunga mawar dan dedaunannya, dokter Danar mengakui dalam hati jika memang Saras begitu pandai menggambar.
"Suka gambarnya cantik, seperti aslinya," kata dokter Danar sambil menatap gambar itu dan menatap bunga yang ada di hadapan mereka laki-laki itu lalu duduk di sebelah Saras.
"Terima kasih sudah mau merawat aku selama ini," kata Saras sambil memberikan gambar yang ia pegang seolah gambar itu ia berikan kepada dokter Danar sebagai ungkapan terima kasihnya.
Dokter Danar tersenyum sambil menerima gambar yang Saras berikan.
Tidak ada lagi kata yang Saras ucapkan ia lalu meninggalkan kursi panjang tempatnya duduk dan meninggalkan dokter Danar yang masih menatapnya.
"Mbak Saras mau ke mana?" tanya seorang perawat yang ada di taman itu.
"Mau ke belakang bantu Mak Sri cuci pakaian atau nyetrika," jawab Saras perawat itu hanya tersenyum lalu membiarkan Saras melakukan hal yang belakangan ini selalu Saras kerjakan.
"Dokter Danar, itu gambar buatan Mbak Saras? tanya seorang laki-laki yang memakai sebuah jas putih seperti yang dokter Danar kenakan, dokter Danar tersenyum menatap juniornya, namanya Iqbal dia baru beberapa bulan membantu di rumah sakit itu.
"Iya, bagus ya," jawab dokter Danar, dokter Iqbal duduk di tempat yang tadi Saras tinggalkan.
"Ternyata Mbak Saras punya bakat menggambar juga," ucap dokter Iqbal sambil menatap gambar yang masih dokter Danar pegang.
"Dia wanita yang luar biasa seorang pengacara hebat, hanya saja ujian dalam hidupnya juga begitu hebat," ucap dokter Danar dengan pandangan menerawang dan penuh keprihatinan atas cerita hidup Saras yang dia dengar.
"Aku udah dengar beberapa cerita tentang Mbak Saras," kata dokter Iqbal dokter Danar tersenyum mendengarnya memang sudah biasa para perawat dan dokter saling berbagi cerita tentang pasien mereka.
"Apa yang kamu dengar?" tanya dokter Danar sambil menatap dokter Iqbal.
"Seperti apa yang tadi dokter Danar bilang kalau mbak Saras adalah seorang pengacara hebat di Jakarta entah bagaimana caranya dia bisa sampai di kota ini datang dalam keadaan hamil dan depresi berat, lalu melahirkan seorang Putra yang sekarang dirawat oleh keluarganya di Jakarta," kata dokter Iqbal menjawab pertanyaan seniornya itu, dokter Danar tersenyum tipis.
"Iya dulu sebelum melahirkan hampir setiap hari Saras mengamuk menolak setiap laki-laki yang mendekatinya, mungkin karena rasa traumanya yang begitu dalam, dia sampai harus tinggal di ruang isolasi karena selalu berusaha menyakiti diri dan bayinya, tapi syukurlah sekarang dia sudah jauh lebih baik. Dia selalu tenang hampir tidak pernah lagi emosional," ucap dokter Danar sambil tersenyum senang, "sudah bisa beraktivitas normal bahkan begitu aktif membantu beberapa pekerjaan di belakang."
"Jika dilihat dari sisi medis Saras memang mengalami sebuah trauma berat, depresi yang membuat kejiwaannya terganggu tapi jika dilihat lebih dalam aku merasa dia hanya tidak ingin kembali ke kehidupan masa lalunya, keluarganya beberapa kali mengunjunginya setelah ia melahirkan tapi Saras selalu menolak. dia hanya tidak ingin menjadi Karin yang dulu dia merasa hidupnya sekarang adalah seorang Saras, dia sama sekali tidak ingin sesuatu atau seseorang dari masa lalunya datang mengusiknya," sambung dokter Danar, dokter Iqbal hanya diam mendengarkan. memang banyak sekali cerita tentang berbagai macam kasus pasien di rumah sakit itu tapi hanya Saras lah yang begitu menarik perhatian dokter Danar.
"Lalu PR kita apa Dok berusaha membuat Mbak Saras mau menerima dan kembali ke masa lalunya?" tanya dokter Iqbal sambil menatap dokter Danar.
"Saras adalah pasien yang unik dia memang sakit tapi dia sehat dia hanya tidak mau sembuh, dengan kata lain dia memang sengaja ingin menghapus masa lalunya lalu hidup menjadi seseorang yang baru. Dia tidak ingin menjadi seorang Karin dia bahagia menjadi seorang Saras dan tugas kita hanyalah menghargainya selama dia bisa menjalani kehidupan barunya dengan baik kita tidak perlu membawanya kembali ke masa lalu," jawab dokter Danar laki-laki itu lalu bangun dari duduknya dan meninggalkan dokter Iqbal yang sedang mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti dengan maksud dokter Danar.
***
Dokter Danar berdiri di dekat partisi besi yang memisahkan antara ruang laundry dan pantry tempat biasa para pegawai rumah sakit itu membuat kopi atau makanan instan, laki-laki itu menatap Saras yang sedang sibuk menyetrika.
Sama sekali tidak terlihat jika wanita itu adalah pasien di rumah sakit jiwa itu, Saras bisa menguasai dirinya sadar akan lingkungannya dan bisa mengerjakan semua pekerjaan dengan baik, Wanita itu sudah bisa dikatakan sehat secara mental.
Jika saja Saras mau kembali ke keluarganya pasti pihak rumah sakit sudah mengembalikan wanita itu ke keluarganya tapi itulah Saras dia memang tidak ingin keluar dari rumah sakit ini, karena memang tidak ingin kembali ke kehidupan masa lalunya sementara masa depan pun sama sekali tidak ingin dia pikirkan bagi Saras rumah sakit ini sekarang adalah dunianya.
"Dokter Danar ngapain di sini? mau bikin kopi biar Mak Sri aja ya yang bikinin," kata seorang wanita paruh baya yang biasa membantu urusan dapur rumah sakit itu.
"Nggak apa-apa mak, saya bisa bikin sendiri kok," jawab dokter Danar sambil mengambil cangkir dan mengisinya dengan kopi dan gula meskipun dengan tidak enak hati tapi Mak Sri membiarkannya.
"Saras gimana mak? pinter kerjanya?" tanya dokter Danar pada wanita yang berdiri di sebelahnya.
"Dia baik kok dok kerjanya juga cekatan kadang Mak sampai lupa kalau dia di sini itu pasien," jawab Mak Sri sambil setengah berbisik tidak ingin Saras yang sedang menyetrika mendengar ucapannya.
Dokter Danar tersenyum lalu sengaja menyendok kopi yang sudah ia seduh dan menumpahkannya di lengan jas yang ia kenakan, Mak Sri mengerutkan kening tidak mengerti apa yang sedang laki-laki itu perbuat.
Mak Sri hanya menatap dengan kebingungan saat melihat dokter Danar meninggalkan pantry dan pergi ke ruang laundry.
"Mbak Saras," panggil dokter Danar membuat wanita yang sedang fokus menyetrika menoleh menatapnya, "aku nggak sengaja numpahin kopi bisa tolong bersihin ini nggak?"
"Kopi panas? tangan dokter Danar nggak apa-apa?" tanya Saras terlihat panik memikirkan keadaan tangan dokter Danar yang mungkin melepuh terkena kopi panasnya, dokter Danar tersenyum menyadari jika Saras sudah peduli akan sekitarnya terutama seseorang yang bisa saja terluka.
"Nggak, aku nggak papa kok cuma jasnya aja yang kotor," jawab dokter Danar, Saras tersenyum lega mendengar jawaban laki-laki itu.
"Ya sudah kalau begitu sini jasnya biar aku bersihin," kata Saras, dokter Danar dengan cepat membuka jas yang ia kenakan.
"Tolong ya Mbak Saras Nanti kalau sudah bersih antar ke ruangan saya," pinta dokter Danar sambil memberikan jasnya kepada Saras wanita itu tersenyum sambil menganggukkan kepalanya tanda menyanggupi permintaan dokter itu.
Dokter Danar kembali ke pantry dan mengambil kopinya.
"Mak Sri Nanti kalau jas saya udah selesai dan Saras minta Mak Sri buat nganterin ke kantor mbak Sri jangan mau ya, Mas Sri harus pastiin Saras sendiri yang nganterin ke kantor saya," pinta dokter Danar, Mak Sri mengangguk paham.
Kopi di cangkir dokter Danar sudah tandas waktu juga sudah sekitar satu jam lebih berlalu, laki-laki itu sedang sibuk memeriksa data pasien di layar komputernya saat mendengar suara ketukan di pintu.
"Masuk," ucap dokter Danar membuat seketika pintu ruangannya terbuka, laki-laki itu tersenyum melihat seorang wanita cantik memasuki ruangannya.
"Dok, ini jasnya udah selesai," kata Saras yang datang sambil membawa jas yang sudah ia bersihkan.
"Oh, iya, terima kasih Mbak Saras tolong bawa ke sini," pinta dokter Danar membuat Saras memasuki ruangannya dan berjalan mendekat ke arah meja kerjanya.
"Dokter, itu ...," gumam Saras melihat sebuah bingkai foto di atas meja kerja dokter Danar.
Dokter Danar tersenyum lebar menatap ke arah mana pandangan Saras tertuju, "Iya aku suka banget cantik kan?"
Saras hanya tersenyum menatap gambar bunga mawar buatannya berada di dalam bingkai foto dan menghiasi meja kerja dokter Danar.
"Mbak Saras boleh nggak kalau aku minta sesuatu?" tanya dokter Danar dengan begitu hati-hati membuat Saras mengalihkan pandangannya dari bingkai foto menatap wajah laki-laki tampan itu.
"Apa Dok?" tanya Saras sambil menatap wajah dan senyum teduh dokter Danar yang sedang menatapnya.
"Dokter mau minta apa dari saya?"